Kolagen dan gelatin. Siapa yang tak kenal dua bahan ini?
Keduanya sering kali digunakan di industri nonpangan dan pangan. Kolagen biasanya digunakan pada industri nonpangan, seperti untuk kosmetik. Fungsinya untuk meremajakan kulit, antioksidan, dan antiaging. Beberapa penelitian mengatakan kolagen dapat menjadi antihipertensi dan penyembuh luka.
Sementara gelatin banyak digunakan di industri pangan sebagai bahan pengental dan pengenyal, seperti pada pembuatan es krim dan marshmallow. Di industri obat-obatan, gelatin juga biasa dimanfaatkan sebagai bahan kapsul.
Kolagen merupakan protein alami yang berasal dari hewan, seperti ikan, sapi, dan babi. Umumnya, bagian hewan yang digunakan sebagai sumber kolagen adalah kulit, tulang, gigi, gelembung renang, tulang rawan. Karena itu, sumber kolagen menjadi titik kritis kehalalan yang pertama. Sumber kolagen harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariah.
“Sayangnya, sampai saat ini, belum ada produsen yang memproduksi kolagen secara komersial di Indonesia. Hampir 60% penggunaan kolagen dan gelatin di dunia berasal dari babi,” ujar Dr. Mala Nurimala, S.Pi., M.Si., Dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, IPB University sekaligus peneliti di Halal Science Center IPB.
Sementara itu, gelatin adalah senyawa turunan protein yang diperoleh dengan cara mengekstrak kolagen hewan. Biasanya, gelatin berbentuk kering atau pasta. Meski begitu, masing-masing memiliki sifat yang spesifik. Sifat alamiah kolagen tidak larut dalam air, sementara gelatin larut pada air.
Selain dari sumbernya, titik kritis kehalalan kolagen selanjutnya terletak pada saat proses ekstraksi. Terdapat dua cara dalam mengekstraksi kolagen menjadi gelatin, yaitu dengan pengasaman dan enzimatis.
“Baik metode asam maupun enzimatis, harus diketahui sumber dan kehalalannya,” terang Mala.
Jika kolagen diekstrak menggunakan enzim, maka enzim yang akan digunakan adalah enzim protease yang dapat memecah protein. Namun, selama ini enzim protease yang banyak dijual berasal dari babi, seperti pepsin.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, di dunia kecantikan saat ini kolagen telah dikembangkan menjadi kolagen aktif. Mala menerangkan lebih lanjut bahwa kolagen aktif dihasilkan setelah melalui proses hidrolisis untuk membuat berat molekulnya menjadi lebih kecil sehingga dapat menyerap ke kulit lebih cepat.
“Proses hidrolisis ini juga menjadi titik kritis kehalalan produk. Hal ini karena biasanya proses hidrolisis juga melalui pengasaman dan enzimatis,” jelas Mala.
Di Indonesia, lanjutnya, untuk mengembangkan kolagen dari sapi agak sulit. Hal ini karena kulit dan tulang sudah banyak diolah menjadi masakan, sehingga bahan bakunya terbilang sedikit. Di sisi lain, saat ini industri perikanan sedang berkembang.
Beberapa industri tertentu menghasilkan limbah kulit ikan. IPB University melihat potensi ini dan tengah mengembangkan berbagai produk yang berasal dari kolagen, baik kolagen itu sendiri, gelatin, maupun kolagen aktif. Ini merupakan alternatif bahan halal. (YN)