Search
Search

Mengapa Alat Kesehatan Wajib Memiliki Sertifikat Halal BPJPH Mulai 2026?

  • Home
  • Berita
  • Mengapa Alat Kesehatan Wajib Memiliki Sertifikat Halal BPJPH Mulai 2026?

Sertifikat halal BPJPH kini wajib bagi industri alat kesehatan sesuai PP No. 42/2024. Mulai 2026, alat kesehatan kelas A wajib halal demi kepatuhan regulasi, perlindungan konsumen, dan jaminan keamanan produk , bebas bahan haram, serta sesuai syariat. Artikel ini membahas titik kritis kehalalan alat kesehatan dan dukungan LPPOM dalam proses sertifikasi. 

Sertifikasi halal alat kesehatan kini menjadi perhatian penting di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk yang digunakan sehari-hari, termasuk yang bersentuhan langsung dengan tubuh. Dalam rangka mendukung pemenuhan keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan, Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menggelar kegiatan Penguatan Teknis dalam Rangka Pemenuhan Keamanan, Mutu dan Manfaat Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro dalam Rangka Izin Edar pada 25 September 2025 secara daring.  

Pada kesempatan ini, Halal Audit Quality Board LPH LPPOM, Mulyorini Rahayuningsih Hilwan, membahas “Titik Kritis Kehalalan Bahan dalam Proses Produk Halal terkait Alat Kesehatan”. Saat membuka paparan, pihaknya menekankan pentingnya pemahaman tentang bahan baku, bahan tambahan, maupun bahan penolong yang digunakan dalam produksi alat kesehatan.  

Bahan baku dan bahan tambahan adalah semua bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk dan menjadi bagian dari komposisi, sementara bahan penolong digunakan untuk membantu proses pembuatan tetapi tidak menjadi bagian dari komposisi akhir. Selain itu, aspek lain seperti kemasan primer, pelumas, pembersih, hingga media validasi pembersihan yang bersentuhan langsung dengan produk juga menjadi perhatian penting dalam kehalalan. 

Dalam konteks hukum Islam, kaidah intifa menegaskan bahwa penggunaan babi dan turunannya tidak diperbolehkan. Mengenai hal ini, Mulyorini menyampaikan, “Bahan yang disebut haram, itu pasti Allah berikan alternatif penggantinya.” Pernyataan ini menegaskan bahwa setiap bahan yang dianggap bermasalah dalam kehalalan pasti memiliki jalan keluar yang bisa ditempuh industri. 

Mengapa Alat Kesehatan Wajib Halal? 

Beberapa alat kesehatan memang berpotensi mengandung bahan yang kritis kehalalannya, misalnya turunan hewan atau etanol. Ada pula produk yang bersentuhan langsung dengan tubuh manusia, bahkan diproduksi di fasilitas yang sama dengan produk yang tidak bebas dari unsur babi.  

Berdasarkan kajian tim komisi fatwa MUI bersama GAKESLAB Indonesia, sejumlah alat kesehatan berbahan dasar hewan masuk ke dalam tubuh manusia, seperti benang bedah, katup jantung buatan, kateter jantung, vascular graft prothesis, vascular hemostatic device, hingga bone grafting. Selain itu, ada produk yang hanya bersentuhan dengan tubuh seperti wound dressing, maupun yang mengandung alkohol, misalnya kapas alkohol (alcohol swab). 

Mulyorini memberikan contoh menarik mengenai alat kesehatan yang tampak sederhana, tetapi bisa menimbulkan persoalan halal. Ia menjelaskan, “Ada peluang selang plastik menggunakan plasticizer dari lemak. Pertanyaannya, lemak itu dari mana? Kalau dari hewan, harus jelas hewan apa. Tentu jika asalnya dari babi, maka tidak bisa disertifikasi halal.”  

Seperti yang telah diketahui, bahan hewan bisa memiliki banyak turunan produk. Salah satunya lemak yang dapat menjadi bahan tallow (lemak hewan yang berasal dari sapi atau kambing/domba), shortening (mentega putih), lemak ayam, hingga turunan olahannya seperti gliserin (E422), asam lemak dan derivatifnya, garam atau ester asam lemak, sampai bahan tambahan seperti magnesium stearate. Semua ini berpotensi digunakan dalam produk alat kesehatan, sehingga sumbernya harus dipastikan jelas. 

Aturan Regulasi Wajib Halal 

Landasan hukum terkait kewajiban halal diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 yang mewajibkan semua produk beredar di Indonesia untuk bersertifikat halal, termasuk alat kesehatan. Implementasi dilakukan bertahap, dimulai pada 2026 untuk alat kesehatan kelas A, berlanjut ke kelas B pada 2029, kelas C pada 2034, dan kelas D serta produk biologi pada 2039. Ketentuan ini mengikat industri agar mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal BPJPH sebagai bukti kepatuhan terhadap regulasi dan perlindungan konsumen. 

Untuk membantu industri mempersiapkan diri, LPPOM membuka layanan sertifikasi halal alat kesehatan. Salah satunya melalui program Halal On 30, yang bisa diakses melalui tautan bit.ly/HalalOn30. Program ini dirancang untuk memudahkan pelaku usaha memahami alur pengurusan sertifikat halal BPJPH hanya dalam waktu 30 menit.  

Kegiatan penguatan teknis ini memperlihatkan bahwa sertifikasi halal pada alat kesehatan bukan sekadar pemenuhan regulasi, melainkan juga bagian dari perlindungan konsumen, baik dari sisi keamanan maupun keyakinan. Dengan adanya kesadaran titik kritis kehalalan dan dukungan industri untuk memenuhinya, diharapkan alat kesehatan yang beredar di Indonesia akan benar-benar terjamin halal, aman, dan bermanfaat bagi masyarakat luas. (YN) 

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?