Untuk memudahkan pelaku industri kosmetik dalam memenuhi regulasi yang berlaku di Indonesia, Laboratorium LPPOM MUI membuka berbagai layanan uji yang terkonsentrasi untuk aspek halal dan aman.
Pemerintah telah memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang penahapan kedua kewajiban bersertifikat halal, yang mencakup jenis produk kosmetik yang dipakai, digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Adapun masa penahapan wajib halal kosmetik akan berlaku pada 17 Oktober 2026.
Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM), Ir. Muti Arintawati M.Si., menyampaikan hal ini dalam seminar bertema “Bauty Under Control Mastering Halal, Stability Test and BPOM Approvals” yang diselenggarakan LPPOM pada 28 Agustus 2024 di Raindear Coffee & Kitchen Bogor.
“Kosmetik yang digunakan tidak hanya sekedar aman secara lahir saja tetapi juga aman secara batin. Hal ini disebabkan produk kosmetik kini sudah diwajibkan oleh pemerintah, baik pemenuhan regulasi dari sisi halal maupun keamanan. LPPOM senantiasa mendukung program pemerintah terkait regulasi keamanan kosmetik dan siap melayani kebutuhan pengujian bagi para pelaku usaha yang membutuhkan melalui laboratorium yang kami miliki,” ungkap Muti.
Sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), LPPOM terus meningkatkan layanannya. Kini, melalui Laboratorium LPPOM MUI, perusahaan kosmetik dapat melakukan pengujian terkait halal dan beragam pengujian dari sisi keamanan produk untuk kebutuhan industri dalam memenuhi regulasi baik dari sisi halal maupun keamanan. Laboratorium ini menjadi pintu industri dalam memenuhi regulasi di Indonesia, termasuk dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Halal Partnership and Audit Services Director of LPPOM, Dr. Ir. Muslich, M.Si, menyebutkan bahwa untuk memastikan kosmetik halal, maka perlu adanya proses pemeriksaan atau audit untuk memastikan material berasal dari sumber yang suci dan tidak terkena najis selama penanganan.
“Tidak hanya produk kosmetik yang perlu bersertifikat halal, toko atau retailer yang menjual kosmetik juga terkena kewajiban sertifikasi halal. Selain itu, jasa logisik yang memfasilitasi penyimpanan dan distribusi produk kosmetik juga terkena aturan tersebut,” ujar Muslich.
Sementara itu, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Madya Direktorat Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik, BPOM RI, Ideasanti, S.Si, Apt, menyampaikan bahwa spesifikasi kosmetik yang digunakan harus memenuhi pengendalian cemaran dan kemurnian bahan serta keamanan dan mutu spesifikasi kosmetik. Hal ini sebagaimana tercantum dalam peraturan terkait persyaratan bahan dan cemaran kosmetik.
Berdasarkan sesuai Peraturan Badan POM No. 12 Tahun 2019 tentang Cemaran Dalam Kosmetik, pelaku usaha wajib menjamin kosmetik yang diproduksi dan sesuatu yang masuk ke dalam kosmetik secara tidak disengaja dan tidak dapat dihindari yang berasal dari proses pengolahan, penyimpanan dan/atau terbawa dari bahan baku cemaran mikroba, logam berat, dan kimia.
“Data pendukung klaim kosmetik yang lengkap dapat berupa laporan lengkap yang berisi penilaian kemanfaatan produk dan/atau kajian pustaka mengenai klaim kemanfaatan suatu bahan atau laporan pengujian produk,” jelas Dea.
Dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Pendamping Sertifikasi CPKB, Ditjen IKMA Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Apt., Anita Hidayati, S.Si., menyampaikan terkait stabilitas produk kosmetik yang berfungsi sebagai kemampuan produk kosmetik untuk mempertahankan sifat fisikokimia dan mikrobiologinya dalam batas yang ditentukan, dari waktu ke waktu dan dalam berbagai kondisi penyimpanan dan penggunaan.
Pihaknya menegaskan bahwa setidaknya ada tiga tujuan stabilitas ini. Pertama, sebagai upaya dalam menetapkan kedaluwarsa produk penyimpanan. Kedua, mengetahui dan menentukan kondisi penyimpanan yang cocok untuk memastikan bahwa produk baru atau yang dimodifikasi memenuhi standar kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologi yang dimaksudkan.
Ketiga, fungsionalitas dan estetika saat disimpan dalam kondisi yang tepat. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebagai upaya untuk memenuhi standar kualitas
“Stabilitas produk kosmetika meliputi uji physical and chemical integrity warna, bau, pH, viskositas, texture, aliran stabiltas emulsi, atau tanda terjadinya pemisahan. Kemudian, uji microbiological stability Angka Lempeng Total (ALT), jamur dan kapang. Terakhir, pengujian packaging stability guna mengevaluasi efek packaging material terhadap produk,” terang Anita.
Untuk mendukung produk kosmetik yang halal dan aman, LPPOM memiliki akreditasi akreditasi SNI ISO/IEC 17025:2017 untuk laboratorium dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Hal ini sebagai komitmen dalam memberikan pelayanan yang prima dan profesional dalam pengujian laboratorium.
Laboratorium LPPOM MUI merupakan laboratorium pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menawarkan pengujian satu atap terkait halal dan vegan. Laboratorium LPPOM MUI memiliki beragam layanan seperti untuk pengujian halal, keamanan pangan dan uji cemaran seperti dietillen glikol dan propilen glikol untuk farmasi, serta etilen oksida untuk pangan, serta uji 1,4-dioxane untuk kosmetik. Seluk beluk pengujian secara lengkap dapat dicek pada https://e-halallab.com/.
Saat ini, LPPOM terus mendorong upaya pemerintah untuk mewujudkan kesadaran halal dan keamanan dalam berbagai upaya, mulai dari edukasi pelaku usaha hingga pelajar dan mahasiswa. LPPOM juga menyediakan platform melalui website www.halalmui.org yang mudah diakses oleh pelaku usaha maupun masyarakat untuk dapat mengecek produk yang telah memiliki sertifikat halal dan edukasi seputar halal. (ZUL)