LPPOM MUI menyikapi wajib halal pada Oktober 2024 sebagai tantangan yang harus dihadapi. Berbagai upaya dilakukan, salah satunya penguatan seluruh kantor perwakilan LPPOM MUI yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia melalui penyelenggaraan rapat koordinasi nasional (rakornas).
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) LPPOM MUI se-Indonesia 2024 dengan tema “Meningkatan Daya Saing Menuju LPPOM MUI Tetap Terdepan dalam Solusi Jaminan Halal” pada 3-6 Maret 2024 di Bali.
Hal ini dilakukan untuk menyelaraskan tujuan dan strategi LPPOM MUI untuk memperkuat sinergitas LPPOM MUI di seluruh Indonesia. Langkah ini sebagai jawaban atas tantangan regulasi wajib halal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta turunannya. Sertifikasi halal produk ini dilakukan secara bertahap berdasarkan kategori produk.
Masa penahapan wajib sertifikasi halal yang terdekat akan habis masa tenggang pada 17 Oktober 2024, ini berlaku untuk produk makanan dan minuman. Sayangnya, tak hanya produk akhir makanan dan minuman, seluruh bahan yang terlibat juga wajib disertifikasi halal, seperti bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong. Selain itu, jasa penyembelihan dan hasil sembelihan juga termasuk yang terkena kewajiban sertifikasi halal.
Merespons hal tersebut, Sekretaris Jenderal MUI, Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.Ag menyebutkan seluruh stakeholder harus siap dan bekerjasama menghadapi regulasi ini. Pihaknya mengapresiasi LPPOM MUI atas seluruh capaian setelah 35 tahun berdikari dalam industri halal Indonesia. Kini, persaingan antar-Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) semakin ketat. Dari sekitar 68 LPH, LPPOM MUI masih menjadi yang terdepan.
“Regulasi JPH diharapkan mampu mendorong produk halal Indonesia semakin terdepan. Berbagai pihak, termasuk LPH LPPOM MUI, perlu mempersiapkan Oktober 2024, agar perubahan sifat sertifikasi halal dari voluntary ke mandatory ini berjalan dengan lancar,” ungkap Buya Amirsyah Tambunan.
Seperti telah diketahui bersama, bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan aturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif, berupa peringatan tertulis, denda administratif, pencabutan sertifikat halal, dan/atau penarikan barang dari peredaran. Hal ini tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 Pasal 149. Dalam hal penetapan denda administratif, pelaku usaha bisa dikenakan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pada kesempatan ini, Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menegaskan regulasi yang tengah berlaku saat ini menjadi tantangan bersama seluruh pemangku kepentingan industri halal Indonesia. Pihaknya mengaku siap dalam menghadapi wajib halal pada Oktober 2017. Tentu hal ini bukan tanpa alasan. Untuk menjalankan fungsi LPH, LPPOM MUI terus melakukan penguatan di seluruh lini lembaga.
LPPOM MUI telah memiliki kantor perwakilan di 34 provinsi di seluruh Indonesia untuk memudahkan proses pemeriksaan kehalalan produk di seluruh daerah di Indonesia, khususnya bagi sektor usaha kecil dan menengah (UKM). Selain itu, LPPOM MUI juga memiliki serangkaian program peningkatan kompetensi bagi lebih dari 1.000 auditor yang tersebar di seluruh Indonesia. Berbagai program layanan untuk kantor perwakilan di provinsi juga terus digencarkan demi pelayanan yang cepat, tepat, dan profesional.
Selain itu, untuk melengkapi proses pemeriksaan kehalalan produk, LPPOM MUI membentuk laboratorium halal yang memiliki beragam jenis pegujian, mulai dari uji DNA babi, daya tembus air, kandungan alkohol, dan sebagainya. LPPOM MUI juga dilengkapi dengan CEROL-SS23000. Dengan sistem online ini, pelaku usaha dapat mengakses proses pemeriksaan kehalalan produknya kapan dan di mana pun berada.
“Kami sangat serius mempersiapkan berbagai program untuk menguatkan LPPOM MUI seluruh Indonesia sebagai satu entitas, sehingga semakin solid dan bekerja dengan terstandaridisasi. Dengan begitu, pelaku usaha bisa mendapatkan pelayanan dan hasil yang sama. Ini menjadi satu tantangan besar bagaimana kita tetap bisa menjaga kualitas kerja kita dan tetap bisa terus bersaing,” jelas Muti Arintawati. (*)