Jakarta – Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama Muslimat Al Ittihadiyah menyelenggarakan Training of Trainer (ToT) Kader Dakwah Halal pada 10 Maret 2020 di Hotel Balairung, Jakarta. Sebanyak 200 peserta yang hadir dalam acara ini berasal dari ormas-ormas wanita Islam, bimas Islam urusan haji, majelis taklim, dan mahasiswa dari Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.
Dr. Hartini, Ketua Umum Muslimat Al-Ittihadiyah, mengatakan bahwa acara ini diselenggarakan untuk menciptakan kader-kader dakwah halal. Tak bisa dielakkan, masih banyak pertanyaan terkait halal dan haram sebuah produk. Padahal, ini sangat penting dan berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.
ToT ini bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, ToT diselenggarakan di Jambi dan Sulawesi Selatan. Setelah menjalani ToT, diharapkan para peserta dapat mensosialisasikan halal ke lingkungan sekitarnya, sehingga tercipta lebih banyak kader halal. Ini dapat menjadi langkah dalam mendorong sertifikasi halal Indonesia menjadi kiblat halal dunia.
“Setelah lulus dalam ToT ini, peserta yang hadir diharapkan dapat mensosialisasikan ilmunya ke masyarakat luas. Misalnya, melalui perkumpulan PKK, majelis taklim, atau UKM,” kata Hartini.
Sementara itu, Ir. Osmena Gunawan, Direktur Komunikasi LPPOM MUI, menyampaikan bahwa pada dasarnya halal merupakan bagian dari jihad. Hal ini merupakan gambaran pentingnya konsumsi halal dalam kehidupan masyarakat. Selama 31 tahun, LPPOM MUI sudah dan akan terus berjihad demi menjaga umat dari makanan yang tidak halal.
“Jihad yang dimaksud di sini adalah menjaga agar minimal keluarga kita selalu mengonsumsi produk yang halal. Bahkan, Al-Qur’an sudah menjelaskan bahwa makanan halal sebenarnya bukan hanya diperuntukkan bagi muslim, melainkan seluruh manusia,” ungkapnya.
Berkaitan dengan itu, Osmena mengajak para peserta ToT untuk memanfaatkan acara ini dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena masih minimnya edukasi mengenai bahan halal dan haram. Ia mengambil contoh produk dengan perasa tertentu dan daging potong yang biasa dikonsumsi sehari-hari.
“Banyak kasus sehari-hari yang sebenarnya titik kritis halalnya cukup tinggi. Misalnya, makanan dengan perasa tertentu atau daging potong yang biasa dimasak kita. Rasa sapi, belum tentu berasal dari sapi. Apabila dari sapi, perlu ditelaah bagaimana cara peyembelihannya,” jelas Osmena.
Hadir dalam acara ini Dr. Joko Hermanianto (Advisor of Halal Audit Service LPPOM MUI) membahas Halal Haram dalam Al-Qur’an dan Hadist; Prof. Dr. Ir. Hj. Purwantiningsih, M.S (Advisor of Halal Audit Service LPPOM MUI) membahas Pengetahuan dan Titik Kritis Bahan; serta Lia Amalia, ST., SS., MT (Advisor of Education and Promotion LPPOM MUI) membahas Sistem Jaminan Halal dan Prosedur Sertifikasi Halal (HAS 23000). (*)