Soroti kasus Ayam Goreng Widuran, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM dorong pemerintah bertindak tegas dan mengajak pelaku usaha segera melakukan sertifikasi halal ke BPJPH. Masyarakat pun diimbau lebih cermat memastikan kehalalan sebelum mengonsumsi.
Kasus restoran legendaris Ayam Goreng Widuran di Solo, Jawa Tengah mencuat setelah publik mengetahui bahwa menu yang selama ini diasumsikan halal oleh sebagian besar pelanggan, terutama muslim, ternyata mengandung unsur nonhalal. Restoran ini diketahui telah menjual produk nonhalal selama lebih dari 50 tahun tanpa memberikan informasi yang jelas kepada konsumen, termasuk konsumen Muslim yang secara eksplisit menanyakan status kehalalan produk mereka.
Merespons hal ini, Direktur Utama LPH LPPOM, Muti Arintawati, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa tindakan restoran yang sengaja menutup informasi mengenai ketidakhalalan produknya adalah bentuk pelanggaran terhadap hak konsumen.
“Kami sangat menyesalkan dan menyayangkan adanya restoran yang sengaja menutup informasi bahwa mereka menjual produk yang menggunakan bahan tidak halal kepada konsumen, termasuk kepada konsumen dengan identitas keislaman yang jelas seperti berjilbab,” ujar Muti.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Indonesia yang plural dan heterogen pada dasarnya bisa menerima keberadaan restoran yang menjual produk nonhalal, selama informasi tersebut disampaikan secara jujur dan terbuka.
“Konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4,” lanjutnya.
Lebih jauh, Muti menjelaskan bahwa aturan terbaru mengenai jaminan produk halal juga telah mengatur kewajiban pencantuman label nonhalal untuk produk yang memang tidak memenuhi kriteria halal. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024.
“Produk yang tidak halal wajib diberikan label tidak halal, yang tidak dilakukan oleh restoran ini. Kami berharap pemerintah memberikan tindakan tegas terhadap restoran yang menyembunyikan informasi terkait produk tidak halal sehingga merugikan konsumen,” tegasnya.
Terkait konsumen yang sudah terlanjur mengonsumsi produk Ayam Goreng Widuran, Muti menjelaskan bahwa dalam pandangan ulama, tidak ada dosa bagi mereka yang tidak mengetahui status kehalalan produk tersebut. “Namun ke depannya, perlu kehati-hatian dengan mengonfirmasi sertifikat halal serta mengecek keasliannya sebelum masuk ke sebuah restoran,” imbau Muti.
Sebagai langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terulang, LPH LPPOM menyerukan dua hal. Kepada pemilik restoran, LPH LPPOM mengimbau agar melakukan penandaan yang jelas apabila menjual produk yang tidak halal. Selain itu, mereka juga mendorong restoran untuk mengikuti proses sertifikasi halal secara resmi melalui jalur yang telah disediakan.
LPPOM senantiasa membuka ruang diskusi melalui berbagai saluran, yaitu hotline 14056, email [email protected], serta WhatsApp 0811-1148-696. Pelaku usaha juga dapat datang ke kantor pusat LPH LPPOM di Gedung Global Halal Center (GHC) Bogor serta kantor perwakilan LPH LPPOM yang tersebar di 34 provinsi.
Adapun untuk masyarakat luas, LPH LPPOM mendorong agar lebih proaktif dalam memastikan kehalalan produk yang dikonsumsi, terutama menjelang diberlakukannya kewajiban sertifikasi halal nasional secara penuh. LPH LPPOM menyediakan platform Cari Produk Halal yang dapat diakses di website www.halalmui.org untuk mengakses produk yang diperiksa LPH LPPOM Informasi produk halal secara keaeluruhan dapat diakses di situs BPJPH
“Kami mengajak seluruh pihak untuk aktif mensosialisasikan kewajiban sertifikasi restoran yang tenggatnya jatuh pada Oktober 2024 bagi pelaku usaha menengah-besar dan jatuh pada Oktober 2026 bagi pelaku usaha kecil-mikro,” ujar Muti.
Pihak manajemen Ayam Goreng Widuran sendiri telah menyampaikan permintaan maaf melalui unggahan di akun Instagram resmi mereka pada Sabtu, 24 Mei 2025. Dalam pernyataan tersebut, mereka mengaku akan mencantumkan label nonhalal secara jelas di seluruh outlet dan kanal komunikasi resmi mereka sebagai bentuk tanggung jawab atas kegaduhan yang terjadi.
Namun demikian, kasus ini telah membuka mata banyak pihak bahwa transparansi dan edukasi halal bukan sekadar isu agama, melainkan bagian dari hak konsumen atas informasi yang benar. LPH LPPOM menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi pelaku usaha dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem halal yang jujur, terbuka, dan dapat dipercaya. (RAF)
Sumber Gambar : Suara.com