• Home
  • Berita
  • Inilah Alasan Makanan Kucing ada yang Disertifikasi Halal

Sertifikasi halal makanan kucing, tak lain, merupakan salah satu upaya preventif untuk menghindari umat muslim bersentuhan dengan hal-hal yang diharamkan.

Beberapa waktu lalu, salah satu produk makanan kucing asal Malaysia mengajukan pendaftaran sertifikasi halal. Setelah melakukan penelusuran, ajuan ini pun diterima. Hal ini karena Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menganggap produk makanan kucing juga memiliki titik kritis halal.

Berhasilnya produk ini mendapatkan sertifikasi halal, ternyata menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat menganggap hal ini dibutuhkan, khususnya bagi pecinta kucing beragama Islam. Sebagian lagi menganggap hal ini terlalu mengada-ada.

Oleh karena itu, mari kita ulas satu per satu alasan makanan kucing juga perlu disertifikasi halal. Secara umum, ada tiga alasan utama yang menyebabkan makanan kucing perlu disertifikasi halal. Pertama, pemberian makan kucing dengan tangan kosong, sehingga makanan kucing menyentuh langsung ke kulit pemberi makan.

“Disadari atau tidak, saat memberi makan kucing terkadang tangan kita menyentuh langsung makanan tersebut. Jika produk tersebut mengandung bahan yang najis, apalagi najis berat, artinya tangan kita pun terkontaminasi oleh bahan haram tersebut,” jelas Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si.

Kedua, terkait dengan titik kritis kehalalan produk. Menurut Ir. Diana Mustafa, auditor senior LPPOM MUI, makanan kucing memiliki sifat yang hampir sama dengan status bahan untuk kosmetik, yakni penggunaan luar, bukan dikonsumsi secara langsung.

Sebagian makanan kucing mengklaim bahwa produknya dihasilkan dari ikan segar pilihan. Bahkan banyak diantaranya mengklaim produknya 100 persen pure organic, tanpa pengawet dan zat-zat kimia lainnya.

“Ikan segar memang termasuk dalam daftar bahan tidak kritis, atau positive list. Namun, dalam proses pembuatan makanan kucing, ikan segar diolah sedemikian rupa dengan mencampurkan bahan-bahan tambahan, seperti vitamin, protein hewani, asam amino, dan sebagainya,” terang Diana.

Kandungan protein dan asam amino dalam makanan hewan dapat berasal dari hewan darat/udara, sehingga harus berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariah. Sementara vitamin dihasilkan dari bahan mikrobial, nabati, atau sintetis. Jika vitamin berasal dari mikrobial, media pertumbuhannya perlu diperhatikan agar terbebas dari unsur najis. Hal ini untuk memastikan bahwa kandungannya suci (terbebas dari najis) yang dapat mengotori tangan penggunanya.

Faktor terakhir yang menjadi pertimbangan produsen melakukan sertifikasi makanan hewan adalah terkait penyimpanan. Banyak pakan memiliki kemasan besar yang tidak sekali habis, sehingga ada yang perlu disimpan dalam kondisi dingin. Sangat jarang penyayang kucing yang memiliki kulkas terpisah, sehingga umumnya diletakkan bercampur dengan kulkas penyimpanan makanan pemilik hewan.

Banyak pecinta binatang yang khawatir makanannya terkontaminasi benda haram/najis dari pakan peliharaan yang disimpaan bersebelahan. Sertifikasi halal menjadi salah satu bukti yang digunakan produsen makanan kucing untuk menepis kekhawatiran para pembeli pakan kucing.

Atas dasar itulah, Muti menekankan pentingnya umat muslim untuk selalu berhati-hati. Sikap produsen makanan kucing mengajukan sertifikasi halal tak lain merupakan salah satu upaya preventif untuk menghindari umat muslim bersentuhan dengan hal-hal yang diharamkan maupun mengkonsumsi makanan yang bercampur najis. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.