Ada tiga tahapan utama dalam sertifikasi halal, yakni persiapan sertifikasi halal, proses sertifikasi halal, dan pasca sertifikasi halal. Persiapan sertifikasi halal menjadi kunci keberhasilan tahapan selanjutnya. Karena itu, pelaku usaha harus memahami benar hal-hal apa saja yang perlu disiapkan sebelum melakukan proses sertifikasi halal.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si dalam virtual workshop bertajuk “Pentingnya Setifikasi Halal untuk Ekspor dalam Peningkatan Daya Saing Produk Ekspor Indonesia” beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Tingkatkan Daya Saing, Sertifikasi Halal Penting untuk Produk Ekspor Indonesia)
Terdapat enam hal yang perlu disiapkan pelaku usaha, kususnya usaha mikro dan kecil (UMK), dalam sertifikasi halal, yakni: mengetahui akses informasi terkait halal, memahami persyaratan halal, menyiapkan bahan halal, menyiapkan fasilitas produksi halal, menyiapkan system jaminan halal, serta biaya.
“Seluruhnya memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, baik dari keseriusan pelaku usaha sendiri, kami sebagai Lembaga Pemeriksa Halal(LPH), ormas/perguruan tinggi, dan pemerintah,” terang Muti.
Pertama, untuk mengetahui akses informasi terkait halal dapat dengan cara membuat perkumpulan/asosiasi sesama UMK berdasarkan jenis produk atau lokasi produksi. Misalnya bagi pelaku usaha bakso yang memerlukan penggilingan daging. Jika pelaku usaha menggunakan penggilingan umum akan sulit untuk memastikan daging apa saja yang sudah digiling, sehingga rentan tercemar.
“Sementara jika menggunakan penggilingan daging bersama, daging yang menggunakan penggilingan tersebut pun berasal dari asosiasi yang sama. Sehingga sumber daging mudah untuk dilacak dan dipastikan kehalalannya,” jelas Muti lebih lanjut.
Kedua, memahami persyaratan halal dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan oleh ormas/perguruan tinggi, komunitas penggiat halal, dan sebagainya. Dalam hal ini, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Dr. Mastuki, M.Ag mengklaim bahwa pihaknya akan memastikan pelaku usaha mendapatkan pendampingan dari ormas, lembaga keagamaan Islam, dan pemerintah (BPJPH).
Ketiga, dalam menyiapkan bahan halal, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
- Pilih bahan yang sudah bersertifikat halal (lihat logo/cek melalui website atau aplikasi Halal MUI), untuk yang bersertifikat halal dari luar negeri bisa dimintakan copy sertifikat dari supplier/penjual dan pastikan lembaga yang mengeluarkan termasuk yang diakui MUI. Daftar lembaga diakui dapat dilihat di sini.
- Pengadaan bahan-bahan halal melalui asosiasi atau koperasi untuk ketertelusuran kehalalannya.
- Perlu dukungan pemerintah dalam hal penjaminan kehalalan bahan-bahan kritis, seperti daging, produk mengandung turunan hewan, produk impor termasuk sarana produksi dan pengawasan distribusinya.
Keempat, pelaku usaha harus menyiapkan fasilitas produksi halal. Artinya, fasilitas produk hanya boleh digunakan untuk produk tersebut atau digunakan bersama dengan produk yang juga halal ditandai dengan sertifikat halal MUI.
Kelima, menyiapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) melalui pelatihan dan pendampingan. Hal ini juga dapat dibantu oleh pusat kajian halal ormas/perguruan tinggi, komunitas penggiat halal, dan sebagainya.
Keenam, terkait dengan pembiayaan. Informasi pembiayaan dapat diperoleh melalui perkumpulan/asosiasi melalui jalur dinas Pembina. Pada acara lain, Ketua UMK Bidang Makanan dan Minuman Kota Bekasi, Afif Ridwan meminta agar para pelaku UMK dapat melakukan sertifikasi halal produk-produknya. Ia menyebut saat ini hampir seluruh pemerintah daerah memiliki program sertifikasi halal UMK tanpa dipungut biaya.
(Baca juga: Alternatif Pembiayaan Sertifikasi Halal)
“Untuk UMK sudah banyak fasilitas dari pemerintah pusat melalui Kementerian Koperasi dan UKM, BPOM, atau Kementerian Agama. Untuk skala provinsi atau kota, biasanya diselenggarakan oleh dinas-dinas. Bahkan, pelaku usaha juga akan menerima penyuluhan terkait proses sertifikasi halal,” jelas Afif. (YN)