Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk dan jasa yang beredar di Indonesia. Bakso, yang selama ini menjadi konsumsi hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk dalam kategori makanan dan minuman yang wajib sertifikasi.
Selain daging sebagai bahan baku yang harus dipastikan kehalalannya, penggilingan daging bakso menjadi salah satu titik krusial yang kerap menjadi batu sandungan bagi pedagang bakso di Indonesia yang ingin mendapatkan sertifikat halal. Sebab hingga saat ini belum ada penggilingan khusus untuk menggiling daging dan bahan-bahan halal.
Tidak berlebihan jika persentase sertifikasi halal pedagang bakso baru sekitar 1,5 persen. Padahal, 70 persen daging sapi di pasaran diserap oleh pedagang bakso. Dari sekian penggilingan daging yang tersebar di Indonesia, satu pun belum memiliki sertifikasi halal,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO), Lasiman.
Oleh karena itu, Lasiman menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas implementasi regulasi tersebut. Untuk menggali informasi lebih jauh tentang sikap APMISO terhadap ketentuan wajib halal tersebut, berikut keterangan Ketua APMISO, Lasiman yang dihimpun oleh reporter Jurnal Halal, Saeful melalui wawancara langsung dan keterangan lain dari Lasiman. Berikut ringkasan kutipannya:
Pemerintah telah menetapkan bahwa produk yang beredar di Indonesia harus bersertifikat halal, termasuk penggilingan bakso. Sebagai Ketua Umum APMISO bagaimana tanggapan Anda tentang hal ini?
Kami ingin menyampaikan terkait sertifikasi halal khususnya penggilingan daging. Bakso itu unik, menyenangkan dan menyeramkan. Unik, kita harus melihat ke belakang bakso itu ada sejak kapan?
Saya mengikuti jejak ayah saya berjalan bakso sejak tahun 1980. Saat itu belum ada mesin, hanya telenan besi utnuk melunakan daging sebelum dicampurkan dengan pati kanji, diadon menjadi bakso. Jadi belum ada halal haram waktu itu. Baru pada tahun 1990 ada mesin giling daging. Pabrik mesin giling itu milik pengurus APMISO di Wonogiri. Kami menyediakan mesin giling kepada teman-teman pedagang bakso.
Terkait dengan sertifikasi halal, pada dasarnya kami mendukung setiap kebijakan pemerintah, termasuk sertifikasi halal. Namun, aturan main di sertifikasi halal itu harus jelas, apakah unit proses penggilingannya atau mesin gilingnya? Yang seharusnya bersertifikasi halal itu jasa penggilingannya karena berhubungan dengan proses pembuatan bakso.
Mungkin agar dalam proses penggilingan dagingnya tidak tercampur dengan daging yang haram, sehingga harus ada mesin giling khusus yang halal…
Menurut saya, segala sesuatu itu harus tertulis. Harus ada di dalam peraturan-peraturan, karena hal ini menyangkut banyak orang. Selama ini yang namanya bakso, kecuali bakso pabrikan belum ada yang halal. Sebagai pedagang, sejak sertifikasi halal dikelola oleh Mejelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menginginkan agar dapat sertifikasi halal. Namun, banyak tantangan yang dihadapi.
Apa saja tantangannya?
Belum tersedianya penggilingan di pasar-pasar. Padahal hal ini sangat dibutuhkan oleh pedagang bakso di Indonesia, khususnya yang termasuk dalam sektor usaha mikro dan kecil. Kenyataanya, hampir 90% pedagang bakso seluruh Indonesia itu menggiling daging bakso ya di pasar. Hal ini salah satunya karena ada risiko cemaran daging yang non-halal, seperti celeng, yang diduga berpotensi turut digiling di penggilingan daging yang berada di pasar.
Padahal, itu sebenarnya tidak ada, hanya isu-isu saja. Celeng itu hanya untuk makanan singa, buaya, harimau. Tapi kalau untuk makan manusia tidak ada. Memang bangsa Indonesia itu kan majemuk, ada yang masih makan daging celeng atau daging lain yang diangap boleh. Tapi di daerah-daerah tertentu, untuk produk-produk bakso itu hampir tidak ada yang menggunakan daging celeng.
Adakah tantangan lainnya?
Mesin penggilingan daging itu mahal, bisa mencapai sekitar 60 juta rupiah. Jika Pedagang bakso skala mikro dna kecil harus beli mesin penggiling sendiri, tentu ini akan sangat memberatkan. Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan kondisi penggilingan di pasar-pasar, banyak yang sudah terlalu tua sehingga perlu adanya peremajaan mesin. Apakah itu dalam dengan bentuk bantuan atau pinjaman? Dari sini, kita bisa menemukan solusi. Bisnisnya masuk, halalnya juga masuk.
Jadi, bagaimana sikap APMISO mengenai program sertifikasi halal?
Jadi saya menginginkan sertifikasi halal ini ditangani dengan baik, pemerintah harus turun tangan. Kemudian perlu diketahui bahwa bakso itu ada tiga kategori, yaitu pedagang bakso kelas restoran, kelompok pedagang kaki lima, dan yang paling bawah adalah pedagang bakso dorong atau keliling. Kalau yang besar-besar kelas restoran, dengan program sertifikasi halal reguler itu saya yakin tidak masalah, mereka mampu membayar.
Tapi yang pedagang kali lima ini harus diperhitungkan, apakah mampu? Saya yakin tidak mampu untuk biaya seperti ini. Jangankan untuk mengeluarkan biaya sertifikasi halal, untuk dapat untung 100 ribu rupiah sehari saja sudah sulit.
Jadi, apa langkah APMISO mengenai wajib sertifikasi halal ini?
Pertama, mari kita dukung program pemerintah, terutama bahwa produk-produk makanan di seluruh Indonesia harus bersertifikat halal. Kita harus dukung, karena masyarakat Indonesia itu 80% itu beragama Islam yang tentunya mengutamakan prinsip halal untuk setiap makanan yang dikonsumsi. Ini harus kita dukung. Namun, dukungan dari pedagang ini tentunya harus dilaksanakan dengan tidak memberatkan.
Kedua, kami memberikan edukasi kepada para pedagang bahwa harus mencari solusi. Misalnya, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang punya program pemberdayaan dan tanggung jawab sosial, Corporate Social Responsibility (CSR). Kami dibantu oleh Pegadaian tidak hanya mesin gilingnya, tetapi juga sertifikasi halalnya. Jadi mesin giling yang diberikan dari Pegadian itu menurut saya jumlahnya cukup banyak. Itu ada puluhan mesin giling yang kami berikan kepada masing-masing provinsi. Kami berharap perusahan-perusahaan lain juga menyisihkan dananya untuk memberikan solusi penggilingan daging yang halal.
Ketiga, kami minta bantuan supaya para pedagang bakso keliling bisa mengurus sertifikasi halal tanpa biaya.
Bukankah program bantuan sertifikasi halal untuk pedagang bakso sudah pernah dilakukan?
Sudah, misalnya di Yogyakarta, waktu itu didampingi oleh UIN Yogyakarta. Ada 60 pedagang yang dibantu sertifikasi halalnya. Di Jakarta dibantu oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) untuk sekitar 40 pedagang. APMISO juga sudah melakukan pendekatan dengan perusahaan BUMN. Di Semarang kami dibantu oleh Bank Indonesia.
Oleh karena itu, untuk sertifikasi halal kami ingin memperoleh informasi sejelas jelasnya. Kalau memang ada biaya tidak masalah. Kebetulan kami akan bekerja sama dengan BSI, secara nasional. Kami sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan LPPOM, baik di DKI maupun daerah lain untuk berdiskusi.
Terakhir, apa harapan APMISO tentang program sertifikasi halal ini?
Saya mohon kepada semua pihak agar sertifikasi halal ini dilakukan tanpa memberatkan anggota pedagang bakso. APMISO sudah membentuk kelompok-kelompok supaya penggilingan daging itu dilakukan secara berkelompok. Andaikata di pasar, kelompok APMISO ini yang menangani, sehingga bisa mendeteksi sumber dagingnya. Kelompok ini harus diawasi, kalau tidak diawasi dengan kelompok-kelompok lewat asosiasi rasanya sulit. Kehadiran APMISO akan membantu program percepatan sertifikasi halal. Selain itu, perlu ada edukasi menyeluruh. Kemudian penanganannya juga betul-betul difokuskan.
Saya mengharapkan pedagang bakso yang jumlahnya ratusan ribu, bahkan bisa mencapai jutaan orang, harus menjadi perhatian semua pihak. Kalau pedagangnya saja sangat banyak, berarti konsumennya juga sangat banyak. Pemikiran masyarakat tertentu yang meragukan kehalalan bakso, ini bisa menjadi polemik, dan seharusnya bisa dihindari. (***)
Source : https://halalmui.org/jurnal-halal/173/