Search
Search

Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia

Permintaan produk halal oleh konsumen global mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan perkiraan penduduk muslim dunia mencapai 2,2 jiwa pada tahun 2030, maka angka perekonomian industri halal juga akan terus melesat. Ini merupakan peluang yang sangat besar yang harus dimanfaatkan oleh Indonesia, dengan memenuhi kebutuhan global produk halal dengan ekspor dari Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr.(Hc) KH. Ma’ruf Amin dalam sebuah webinar strategis nasional bertajuk Indonesia Menuju Pusat Produsen Halal Dunia yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) beberapa waktu lalu.

Untuk menjadi eksportir produk halal terbesar dunia, Indonesia memerlukan langkah-langkah strategis yang dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan terkait, antara lain melalui penguatan industri produk halal dan pembentukan kawasan industri halal maupun zona halal dalam kawasan industri yang sudah ada.

“Dengan begitu, kapasitas industri produk halal Indonesia dapat meningkat secara signifikan, terintegrasi, semakin berkualitas, dan berdaya saing global. Selain itu, kawasan industri halal yang tumbuh dan berkembang diharapkan dapat menarik investor global untuk menjadikan Indonesia sebagai global hub produk halal dunia,” papar Ma’ruf Amin.

Terbitnya regulasi Peraturan Pemerintah Kementerian Perindustrian Nomor 17 Tahun 2020 tentang Tata Cara Memperoleh Surat Keterangan Dalam Rangka Pembentukan Kawasan Industri Halal merupakan langkah awal berkembangnya kawasan halal terpadu di Indonesia. Di mana seluruh rangkaian untuk menghasilkan produk halal berada dalam satu layanan, yakni one stop service.

Sampai saat ini, sudah ada dua kawasan industri halal di Indonesia, yakni Modern Cikande Industrial Estate di Serang, Banten dan Safe n’ Lock Industrial Park di Sidoarjo, Jawa Timur. Meski begitu, Ma’ruf Amin mengatakan bahwa kawasan industri halal ini tidak dapat berdiri sendiri karena merupakan bagian dari ekosistem industri halal nasional dan global.

Adapun data industri halal di Indonesia juga belum terefleksi dengan jelas, sehingga diperlukan adanya kodefikasi yang bisa mengintegrasikan antara sertifikasi produk halal dengan data perdagangan dan data ekonomi. Dengan begitu, statistik data perdagangan produk Indonesia serta dana APBN untuk mendukung pengembangan produk halal ke depannya dapat dilakukan dan termonitor dengan baik.

Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian adalah program sertifikasi halal produk ekspor. Apabila diimplementasikan secara kuat, maka akan menjadikan produk Indonesia diperhitungkan dan memiliki daya saing global, membuka akses pasar leih luas, serta menarik permintaan dari negara tujuan ekspor.

“Sertifikasi produk halal ekspor diharapkan dapat dimaknai oleh para eksportir sebagai nilai tambah produk mereka yang berujung pada meningkatnya permintaan produk halal Indonesia, sehingga akan berdampak terhadap neraca perdagangan Indonesia,” jelas Ma’ruf Amin.

Untuk mempermudah sertifikasi halal, kita memerlukan suatu sistem dan proses sertifikasi halal yang mudah, efisien, dan efektif, serta dapat memiliki nilai kualitas yang tinggi. Hal-hal ini menjadi faktor produk Indonesia dapat bersaing dengan standar produk lainnya, secara nasional bahkan global.

“Hal ini harus dimulai dengan membangun traceability kepada raw material produk hewan, perikanan, produk setengah jadi, sampai produk akhir yang siap dipakai konsumen,” kata Ma’ruf Amin.

Traceability (ketertelusuran) baru dapat terlaksana dengan semua pihak yang terkait dalam halal supply chain, yakni meliputi produksi, pengemasan, pengangkutan, dan jaringan pemasaran yang mengikuti standar Sistem Jaminan Halal (SJH).

LPPOM MUI telah menerapkan traceability dalam proses sertifikasi halal selama 31 tahun ke belakang. Prinsip ini memastikan suatu produk berasal dari bahan yang halal dan proses yang bebas dari najis atau haram. Hal ini dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang dapat menunjukkan sumber bahan dan prosesnya.

Selain traceability, otentifikasi dan jaminan menjadi dua prinsip lainnya yang selalu LPPOM MUI lakukan dalam proses sertifikasi halal. Hal ini guna memberikan rasa tenteram kepada masyarakat, khususnya muslim, dalam mengonsumsi sebuah produk. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *