Search
Search

Hukum Mengkonsumsi Daging Hiu

Diasuh oleh: Dr.K.H. Maulana Hasanuddin, M.A. (Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat); dan Drs.H. Sholahudin Al-Aiyub, M.Si. (Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat dan anggota Komisi Fatwa MUI Pusat).

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warahmatullah

Kami merasa bingung dan bimbang tentang kehalalan konsumsi ikan Hiu. Karena sebagaimana diketahui, ikan hiu itu termasuk hewan yang bertaring, buas dan ganas. Bahkan diberitakan pernah terjadi, ada orang yang dimangsa ikan hiu ketika berenang di laut. Selain itu, kami juga mendapat informasi keagamaan, ada nash atau hadits yang melarang kita memakan hewan yang bertaring, buas dan memangsa.

Maka dengan ini saya meminta penjelasan kepada pa Ustadz, bagaimana hukum memakan ikan hiu yang jelas-jelas buas dan ganas serta bertaring itu? Atas jawaban dan penjelasan dari bapak Ustadz, saya mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Wal-hamdulillahi robbil ‘alamin.

Wassalam

Andi, Makassar

Jawaban:

Memang ada Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi saw bersabda, “Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (H.R. Muslim). Dalam Hadits dari Abi Tsa’labah, disebutkan pula, “Rasulullah saw melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits yang lain dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah saw melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.” (H.R. Muslim).

Namun para ulama menjelaskan, kalau dilihat teks haditsnya, dan Asbabul Wurud hadits yang menjelaskan masalah binatang buas tersebut,maka itu berlaku terbatas hanya bagi binatang darat. Tidak termasuk binatang air/laut atau ikan atau hewan laut. Sehingga para ulama pun memahami demikian. Karena untuk kasus hewan laut, ada dalil/nash lain yang bersifat Lex Specialis, sebagai ketentuan khusus, yang menyatakan kehalalan mengkonsumsi binatang laut.

Dalam kaidah Kaidah Fiqhiyyah disebutkan satu ungkapan, “Maa min ‘aammin illa lahu khossh”. Setiap ketentuan yang bersifat umum, maka ada ketentuan khususnya. Dan ketentuankhusus itu bersifat Qoth’i, menjadi dalil yang kuat.

Apalagi di dalam Al-Quran disebutkan, sebagai dalil yang pasti, Allah berfirman yang artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut.” (Q.S. Al-Maidah: 96)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia mengatakan, “Seseorang pernah menanyakan pada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, kami pernah naik kapal dan hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu dengannya, maka kami akan kehausan. Apakah boleh kami berwudhu dengan air laut?” Rasulullah saw lantas menjawab, “Air laut itu suci dan bangkainya pun halal.” (H.R. Abu Dawud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda, “Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (H.R. Ibnu Majah).

Dalam perkatan yang masyhur dari Ibnu ‘Abbas, yang dimaksud “shoidul bahr” dalam ayat di atas adalah hewan air yang ditangkap hidup-hidup, sedangkan yang dimaksud “tho’amuhu” adalah bangkai hewan air. Yang dimaksud bangkai hewan air adalah yang mati begitu saja, tanpa diketahui sebabnya.

Ibnu Hajar Al-Asqolani mengatakan, “Tidak ada perselisihan para ulama bahwa ikan adalah jenis binatang yang dihalalkan. Yang terdapat perselisihan di antara mereka adalah hewan air yang memiliki bentuk yang sama dengan hewan darat seperti manusia, anjing, babi dan ular.”

Dari ayat dan hadits tersebut di atas, menunjukkan dan menjadi dalil bahwa binatang laut itu halal dikonsumsi. Kalaupun ada perbedaan pendapat, seperti dalam hal anjing laut atau babi laut, maka itu relatif tidak signifikan karena Jumhur Ulama sepakat berpendapat, hewan laut itu halal. Yakni dengan ciri-ciri, hewan yang hidup dan berkembang-biak di laut, bernafas dengan insang.

Maka para ulama sepakat, semua jenis ikan laut itu hukumnya halal untuk dikonsumsi, kecuali yang menimbulkan Mudhorot atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Dengan ketentuan ini, maka apakah hewan laut itu ganas, atau buas, atau berbentuk seperti anjing laut, babi laut, maka secara umum, itu semua halal hukumnya untuk dikonsumsi.

Meskipun demikian, memang ada pendapat yang menyatakan kalau ikan laut itu berbentuk babi, maka hukumnya tidak boleh. Namun itu hanya sebagai pendapat atau hasil ijtihad yang tidak didukung dengan nash atau dalil yang jelas dan shohih.

Wallahu a’lam bimurodih, wal-hamdulillahi robbil ‘alamin.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.