Siapa yang tak tergoda dengan aroma buah-buahan segar yang berpadu sempurna dengan adonan kue renyah dan lembut? Cobbler, hidangan penutup asal Amerika Latin, menawarkan sensasi tersebut dalam setiap suapannya. Dengan rasanya yang memikat dan cara pembuatannya yang sederhana, cobbler telah menjadi favorit di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Namun, di balik kelezatannya, ada pertanyaan penting yang patut kita renungkan. Apakah cobbler halal?
Cobbler. Pernah dengan hidangan penutup dengan nama ini? Dilansir dari tastingtable.com, makanan ini adalah hidangan penutup manis yang berasal dari Amerika Selatan dan khas daerah Selatan Amerika Serikat. Hidangan ini bermula pada awal tahun 1800, ketika koloni Inggris di Amerika tidak mampu membuat puding tradisional mereka, karena kurangnya bahan yang cocok dan peralatan memasak sehingga perlahan mulai memadukan buah-buahan dengan bahan-bahan yang tersedia.
Asal usul nama cobbler berasal dari kata kuno “cobeler” yang berarti mangkuk kayu. Hal ini karena bagian atas kue menyerupai bentuk mangkuk atau wadah yang cekung. Istilah cobbler berasal dari bahasa Inggris yang berarti memperbaiki atau menambal. Ini mengacu dari cara adonan yang diletakkan di atas buah, seolah-olah menambalnya. Dilihat sepintas, hidangan ini memiliki kemiripan dengan pie. Perbedaan yang paling mencolok dari kue ini adalah dua lapisan utama dalam satu loyang. Cobbler dipadukan dengan topping seperti buah yamg sudah dipanggang.
Kue yang juga disebut sebagai Pie Ala Amerika Latin ini menggabungkan buah-buahan yang sudah dipanggang seperti apel, peach, stroberi, atau blueberry dengan adonan kue yang lembut di bagian dalam dan renyah di bagian atas. Bahan-bahan seperti tepung terigu, mentega, gula, dan susu menjadikan dessert ini mudah disesuaikan dengan selera lokal. Bahkan, Anda bisa menambahkan topping favorit seperti es krim atau sirup buah untuk memperkaya cita rasanya.
Popularitas cobbler tidak hanya terletak pada rasanya, tetapi juga pada fleksibilitasnya. Resepnya dapat dengan mudah disesuaikan dengan bahan-bahan yang tersedia di dapur. Namun, meski terlihat sederhana, bagi umat Muslim, kehalalan cobbler adalah aspek yang tak boleh diabaikan. Bagaimana kita memastikan bahwa setiap bahan yang digunakan sesuai dengan syari’at Islam? Seperti apa titik kritis yang perlu dicermati dalam hidangan manis ini?
Sebagai umat Muslim, penting untuk selalu teliti terhadap bahan-bahan dalam makanan, termasuk dessert yang belum akrab seperti cobbler. Halal Post Audit Management LPPOM, Ahmad Faizin, S.TP, menjelaskan beberapa poin penting terkait bahan-bahan yang digunakan:
- Tepung Terigu. Pada dasarnya, tepung terigu gandum halal. “Namun, proses fortifikasi untuk menambah vitamin sering melibatkan bahan tambahan yang berpotensi berasal dari sumber tidak halal, seperti protein hewan yang tidak disembelih sesuai syari’at,” jelas Faizin yang juga sebagai auditor halal.
- Perisa dan Topping. Penambah rasa seperti selai atau cokelat sering mengandung lemak atau emulsifier. Lesitin, misalnya, bisa berasal dari sumber hewani atau nabati. Jika dari hewan, perlu dipastikan bahwa sumbernya halal.
- Mentega. Bahan yang menjadi utama dalam pembuatan cobbler ini adalah produk emulsi yang sering menggunakan enzim seperti rennet atau pepsin. “Enzim ini bisa berasal dari babi, meski tidak semuanya. Oleh karena itu, penting untuk memverifikasi kehalalan produk mentega,” tambah Faizin.
- Kuas Oles. Kuas yang digunakan untuk mengoles mentega ke loyang atau adonan sering dibuat dari bulu hewan. “Jika kuas tersebut berasal dari babi, tentu tidak halal. Maka, kuas sintetis adalah pilihan aman,” katanya.
- Ekstrak Vanila. Ekstrak vanila sering mengandung alkohol dengan kadar tinggi, mencapai 40%. Meskipun begitu, menurut Fatwa MUI No. 10 Tahun 2018, alkohol dalam produk intermediate seperti flavoring diperbolehkan jika tidak membahayakan secara medis dan tidak diminum langsung.
- Gula. Proses produksi gula sering melibatkan bahan dekolorisasi seperti arang aktif, yang terkadang dibuat dari tulang hewan. “Jika tulang tersebut berasal dari babi atau hewan yang tidak disembelih sesuai syariat, maka penggunaannya menjadi tidak halal,” jelas Faizin.
Cobbler memang menggoda, tapi sebagai umat Muslim, penting untuk kritis terhadap kehalalan bahan-bahannya. Dengan memanfaatkan layanan dari LPPOM dan BPJPH, kita dapat menikmati cobbler dengan rasa aman dan penuh kenikmatan. Salah satu layanan yang LPPOM bagi masyarakat adalah Cari Produk Halal yang dapat diakses di situs resmi LPPOM www.halalmui.org dan aplikasi Halal MUI di Playstore. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) juga memberikan layanan serupa di situs resminya. Selamat mencoba dan tetap jaga kehalalan di setiap sajian Anda! (ZUL)