Search
Search

Halal Positive List of Materials, Apa Untungnya bagi Perusahaan?

  • Home
  • Berita
  • Halal Positive List of Materials, Apa Untungnya bagi Perusahaan?

Untuk memberikan panduan dan memudahkan kalangan pelaku usaha, LPPOM MUI telah mengeluarkan daftar bahan yang tidak perlu dilakukan sertifikasi halal (halal positive list of materials). Bagaimana produsen makanan dan minuman menyikapi kebijakan tersebut?

Sebagai upaya efisiensi dan efektivitas dalam proses sertifikasi halal, sekaligus memberikan panduan kepada kalangan pelaku usaha yang hendak mengurus sertifikasi halal, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan keputusan tentang Daftar Bahan Tidak Kritis (Halal Positive List of Materials).

Halal Positive List of Materials, yang dalam bahasa keseharian sering disebut positive list, adalah daftar bahan yang tidak kritis (non-critical materials) dari aspek kehalalan yang umumnya digunakan pada industri pengolahan. Kebijakan penyusunan daftar tersebut, menurut Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si, untuk memudahkan pelaku industri makanan dalam memilih bahan.

“Sebab, pada kenyataannya ada bahan yang tidak mengandung hal kritis baik dari asal bahannya maupun proses produksi. Hal ini diperoleh berdasarkan kajian ilmiah yang didasarkan kajian literatur maupun berdasarkan pengalaman audit,” kata Muti.

Menurut Muti, positive list dapat mempermudah proses sertifikasi halal karena industri atau perusahaan cukup fokus menyiapkan dokumen pendukung kehalalan dan proses seleksi bahan yang kritis saja. Setidaknya ada tiga kemudahan bagi perusahaan yang menggunakan bahan-bahan yang terdapat dalam positive list.

Pertama, pada proses seleksi bahan baru, LPPOM MUI mewajibkan setiap bahan baru yang digunakan perusahaan harus ada pengajuan persetujuan dari LPPOM MUI sebelum digunakan. Sedangkan bahan yang termasuk dalam positive list sudah mendapatkan persetujuan penggunaan bahan dari LPPOM MUI secara otomatis tanpa perlu membuat pengajuan persetujuan.

Kedua, pada proses penerimaan bahan datang, bahan yang termasuk dalam positive list tidak perlu dilakukan pemeriksaan kesesuaian nama bahan, nama produsen dan negara asal versus daftar bahan existing yang dimiliki perusahaan. Daftar bahan existing ini memang dibuat untuk mengontrol supaya bahan yang datang tidak keluar dari daftar bahan yang disetujui oleh LPPOM MUI (yang menghendaki pemeriksaan nama bahan, nama produsen, dan negara asalnya). Untuk bahan tidak kritis, tidak perlu pemeriksaan kesesuaian tiga informasi tersebut.

Ketiga, pada proses registrasi produk, bahan yang termasuk dalam daftar bahan tidak kritis tidak memerlukan dokumen pendukung. Jika bahan tersebut menggunakan nama dagang yang tidak sama dengan nama bahan, maka dokumen spesifikasi bahan tetap diperlukan. Saat proses audit, auditor masih akan memeriksa dokumen pendukung bahan jika diperlukan.

Dengan kemudahan yang diberikan, positive list LPPOM MUI mendapat apresiasi dari perusahaan atau produsen. “Karena mereka bisa fokus untuk menyeleksi bahan yang kritis dan menyediakan dokumen yang sesuai. Kami juga bekerja sama dengan asosiasi industri dalam proses penyediaan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan daftar ini,” ungkap Muti.

Muti melanjutkan, dalam praktek sertifikasi halal modern, penyediaan positive list merupakan hal yang lumrah. Sejumlah lembaga halal luar negeri juga mengimplementasikan hal serupa, meski dengan nama yang berbeda-beda. Positive list ini juga telah menjadi acuan atau rujukan lembaga sertifikasi halal lainnya di dunia.

Halal Positive List of Materials menjadi dokumen penting yang dijadikan acuan lembaga halal di berbagai negara dalam melakukan proses sertifikasi halal,” ujar Muti. (*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *