Gunakan Kosmetik Saat Berhaji, Perhatikan Empat Hal Ini

Menggunakan kosmetik saat sedang melakukan ibadah haji? Bagaimana hukumnya? Apa saja yang perlu diperhatikan? Simak ulasan berikut ini. 

Haji merupakan ibadah yang dinanti oleh seluruh umat muslim. Waktu yang dibutuhkan untuk menunaikan ibadah ini pun terbilang lama. Belum lagi, cuaca ekstrem dan aktivitas yang padat menuntut seseorang yang berhaji memiliki stamina dan kondisi kesehatan yang baik. Oleh karena itu, perawatan tubuh menggunakan produk kosmetik tertentu diperlukan untuk mendukung kenyamanan saat berhaji.  

Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, menyebutkan bahwa ibadah haji membutuhkan persiapan jasmani dan rohani, yang perlu terus dijaga sampai dengan pelaksanaannya usai. Aspek jasmani atau kesehatan fisik tidak cukup dilihat dari kondisi kebugaran atau kesehatan tubuh bagian dalam, tapi juga bisa berkaitan dengan masalah bagian luar tubuh. Misalnya saja, cuaca yang saat ini ekstrem dan sangat panas menuntut seseorang untuk melakukan perawatan terhadap tubuhnya, seperti perawatan kulit agar tidak kering atau iritasi.  

“Penggunaan kosmetik untuk tujuan merawat tubuh dan menjaga kesehatan, dan bukan untuk berhias, itu diperbolehkan. Perlu diperjelas, yang dimaksud dengan kosmetik itu bukan hanya yang berkaitan dengan produk yang digunakan di wajah kita (untuk berhias), tapi produk yang digunakan sehari-hari di badan kita juga termasuk kosmetik. Sabun, misalnya, termasuk kosmetik kategori health care,” jelas Muti Arintawati. 

Sabun tentu boleh digunakan dalam keseharian, termasuk saat berhaji. Hanya saja, lanjut Muti, ada waktu-waktu tertentu dalam berhaji yang tidak memperbolehkan jemaah untuk menggunakan wewangian atau parfum. Tentu ini harus dipatuhi, sehingga penting bagi jemaah haji untuk memperhatikan kandungan produk kosmetik yang digunakan. Saat ini sudah banyak produk kosmetik muslim friendly yang diproduksi khusus tanpa kandungan parfum untuk jemaah haji.  

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih produk kosmetik untuk berhaji dari aspek bahan baku. Salah satu bahan yang banyak digunakan dalam produk kosmetik berasal dari turunan hewani. Misalnya, penggunaan turunan dari asam lemak dan kolagen yang berfungsi untuk membuat kulit lebih cerah, lembut, dan lembab. Kedua zat tersebut harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih secara syariah. Jika tidak, maka produk kosmetik akan menjadi najis, sehingga dapat membatalkan ibadah.  

Poin ketiga, terkait dengan kandungan alkohol dalam produk kosmetik. Alkohol bisa digunakan sebagai bahan penolong dalam produk kosmetik. Hanya saja, yang diperlu diperhatikan, alkohol tersebut tidak boleh berasal dari minuman keras. Hal ini sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2018 tentang Produk Kosmetika yang Mengandung Alkohol/Etanol yang menyebutkan, “Penggunaan alkohol/etanol pada produk kosmetika tidak dibatasi kadarnya, selama etanol yang digunakan bukan berasal dari industri khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia] ataupun hasil industri fermentasi non khamr) dan secara medis tidak membahayakan”.  

Yang terakhir, terkait dengan sifat tembus air pada produk kosmetik. Beberapa jenis produk kosmetik sengaja dibuat dengan sifat water resistant atau water proof agar saat digunakan produk tetap berfungsi dengan baik. Misalnya, eyeliner tidak luntur saat terkena keringat, dan lainnya. Namun, di satu sisi, produk harus mampu meresap air seketika. Oleh karena itu, produk kosmetik perlu diuji daya tembus air untuk memastikan produk tidak menghalangi air ke kulit saat berwudhu.  

“Saat ini, industri kosmetik sudah menyesuaikan diri dengan membuat formula yang tepat untuk memenuhi segala kebutuhan konsumen tersebut, termasuk menyediakan keperluan haji dan umroh. Kita harus tetap waspada mencari kosmetik yang betul-betul aman, halal, dan tidak melanggar ketentuan haji atau umroh,” ungkap Muti Arintawati. 

Pihaknya juga menegaskan bahwa kehalalan produk perlu dibuktikan melalui proses pemeriksaan, yang kemudian disahkan oleh Komisi Fatwa MUI ditandai dengan keluarnya sertifikat Ketetapan Halal (KH). Sertifikat inilah yang akan menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal (SH) dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Dalam hal ini, LPPOM sebagai salah satu Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) selalu terbuka bagi seluruh industri kosmetik yang ingin melakukan sertifikasi halal bagi produknya. 

Saat ini, sudah banyak produk kosmetik yang bersertifikat halal. Cara paling mudah memilih produk halal dengan mengecek logo halal di kemasan produk. Selain itu, konsumen juga dapat mengecek produk halal di website www.halalmui.org, aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore, dan website BPJPH. Selamat mencoba. (YN)