• Home
  • Berita
  • Fatwa MUI Sebagai Ilzam Syar’i dan Ilzam Tanfidzi

Oleh: Prof. DR. (HC) KH. Ma’ruf Amin

Wakil Presiden Republik Indonesia

Sebagai lembaga umat yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengemban amanah sekaligus misi di antaranya Khidmatul-Ummah dan Ri’ayatul-Ummah. Yakni melayani serta melindungi umat Muslim dengan tuntunan syariah.

Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. DR. (HC) KH. Ma’ruf Amin, menyampaikan bahwa fungsi Ri’ayatul-Ummah dilakukan dengan membuat dan menetapkan fatwa, taushiyah, rekomendasi maupun himbauan bagi umat Islam, khususnya, dan berbagai pihak maupun kalangan masyarakat, serta perorangan, termasuk juga instansi pemerintah, agar berjalan sesuai dengan kaidah syariah. Sebagai perwujudan aplikatif dari sila pertama Pancasila yang menjadi landasan dan filosofi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Iltizam Syar’i dan Iltizam Tanfidzi

Dalam kaidah syariah, fatwa itu sebagai Iltizam Syar’i, berarti mengikat secara syariah bagi umat Muslim. Namun, berbagai produk MUI berupa fatwa dan berbagai rekomendasi itu ada pula yang kemudian berfungsi menjadi Iltizam Tanfidzi. Yakni menjadi acuan bahkan diimplementasikan dalam pembuatan peraturan pemerintah secara formal. Seperti perundang-undangan, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan berbagai peraturan daerah.

Di antara bentuk konkretnya adalah peraturan perundang-undangan tentang haji, zakat dan wakaf, ekonomi dan keuangan syariah, perbankan syariah, asuransi syariah. Termasuk juga ketentuan tentang istitho’ah atau kemampuan dalam hal kesehatan bagi para calon jamaah haji, dll.  Bahkan Pemerintah telah pula membentuk lembaga khusus Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS). Sehingga diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai global hub dari global islamic finance.

Implementasi UU JPH

Berikutnya lagi, tokoh umat yang kini menjadi Wakil Presiden menjelaskan perkembangan mutakhir tentang fungsi Fatwa dan Rekomendasi MUI sebagai Iltizam Tanfidzi dalam bentuk Undang-undang tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) beserta peraturan pemerintah sebagai implementatifnya. Seperti ketentuan tentang akreditasi dalam pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), penilaian aspek syar’i dalam kompetensi auditor halal, dan tentu juga penetapan fatwa halal untuk produk-produk konsumsi; makanan, minuman, kosmetika dan obat-obatan, serta barang-barang gunaan.

Sebelumnya, telah dilakukan Rakornas Komisi Fatwa MUI. Acara itu secara spesifik mengangkat tiga agenda utama. Yaitu unifikasi atau penyatuan format penetapan fatwa terbaru, sosialisasi dan koordinasi fatwa terbaru khususnya terkait dengan standard produk halal, serta terakhir, tentang tata kelola fatwa terkait dengan implementasi UU Jaminan Produk Halal dalam Peraturan Pemerintah yang telah ditanda-tangani Presiden beberapa waktu lalu.

Dengan realitas yang mengemuka itu, karena menyangkut hajat kehidupan masyarakat luas, maka MUI selalu terbuka dengan berbagai masukan bahkan juga kritikan yang bersifat konstruktif. Sehingga kehidupan masyarakat secara umum, dan umat Muslim pada khususnya, dapat terus meningkat lebih baik dan lebih baik lagi. (USM)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.