Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat halal dunia, namun mengapa justru masih berada di peringkat kedelapan? Melalui digitalisasi layanan dan kolaborasi lintas sektor, BPJPH optimis target 7 juta produk dengan sertifikat halal BPJPH yang diproses dengan cepat dan mudah akan tercapai, demi menjadikan Indonesia nomor satu di dunia dalam industri halal.
Komitmen Indonesia untuk menjadi pusat halal dunia bukan lagi sekadar mimpi. Namun, untuk mewujudkannya, dibutuhkan lebih dari sekadar potensi: harus ada ketertiban, kolaborasi, dan integritas. Hal inilah yang disampaikan oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ahmad Haikal Hasan, dalam seminar Indonesia International Halal Festival (IIHF) beberapa waktu lalu di Jakarta International Convention Center.
Pihaknya juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga pemeriksa halal untuk mendorong percepatan dan kemudahan sertifikasi halal, terutama menjelang target tujuh juta produk bersertifikat halal pada akhir 2025.
Dalam paparannya, Ahmad Haikal Hasan menyampaikan data yang cukup mengejutkan. Indonesia, yang dikenal sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, justru menempati posisi kedelapan dalam peringkat ekosistem halal global. Padahal, Indonesia menyumbang mayoritas dari 20 perusahaan makanan dan minuman halal terbesar di dunia.
“Indonesia sebenarnya terbanyak memiliki makanan minuman produk halal. Kontradiksi dengan data yang dikeluarkan oleh DinarStandard. Ada 20 company terbesar di dunia, 15-nya dari Indonesia,” jelasnya.
Namun, menurut Haikal Hasan, peringkat rendah Indonesia ini bukan karena minimnya potensi, melainkan ketidaktertiban dalam pelaksanaan sertifikasi halal. Dari sekitar 60 juta pelaku UMKM di Indonesia, sekitar 50 persennya bergerak di bidang kuliner. Sayangnya, dari 30 juta UMKM kuliner, baru sekitar 2,4 juta yang memiliki sertifikat halal (SH).
“Oleh karena itu, BPJPH berkolaborasi dengan sejumlah stakeholder untuk bersama-sama menyerukan halal. Ini baru bicara soal kuliner. Masih ada 40-an juta lagi di sektor kosmetik, obat-obatan, barang gunaan, dan lain-lain,” tambah Haikal.
“Kalau semua ber-SH maka, saya jamin Indonesia is number one in the world for halal.” Untuk mencapai target tujuh juta produk halal, BPJPH mencanangkan kecepatan penerbitan 10 ribu sertifikat halal per hari hingga akhir tahun.
Menjawab tantangan percepatan sertifikasi, LPPOM sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) tak tinggal diam. Direktur LPH LPPOM, Muti Arintawati, menyampaikan bahwa digitalisasi adalah langkah krusial untuk mendukung proses sertifikasi halal yang transparan, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami sangat mendukung BPJPH, bahwa digitalisasi merupakan salah satu yang sangat penting dan utama untuk mendukung berlangsungnya proses sertifikasi halal,” ujarnya. Melalui sistem digital, seluruh tahapan mulai dari pendaftaran pelaku usaha, pemeriksaan oleh LPH, hingga penetapan fatwa oleh Komisi Fatwa MUI dapat dipantau secara real-time.
“Dengan platform digital, semua pihak itu akan bisa mengetahui, saya prosesnya sampai mana, kalau ada masalah itu masalahnya ada di mana, sehingga tidak ada kemudian saling menyalahkan,” jelas Muti.
Lebih jauh, Muti juga menyinggung potensi teknologi blockchain dan kecerdasan buatan (AI) untuk melacak asal bahan baku, memastikan kehalalan dari hulu ke hilir, hingga menyederhanakan proses pemeriksaan.
“Dengan perkembangan AI saat ini, tentu kita bisa mencari informasi untuk mengetahui satu bahan ini berasal dari mana, dibuatnya dari apa. Itu akan sangat mempermudah proses yang diharapkan tadi menjadi lebih sederhana, lebih mudah, lebih tidak rumit,” tuturnya.
Namun, teknologi dan regulasi saja tidak cukup. Integritas para pemangku kepentingan halal adalah fondasi utamanya. Menutup pernyataannya, Muti menekankan bahwa semua pihak yang terlibat dalam ekosistem halal wajib menjunjung tinggi kejujuran dan tanggung jawab moral.
“Setiap stakeholder halal harus menjunjung tinggi integritas. Karena halal adalah integritas, halal adalah amanah. Kalau kita tidak bisa menjaga itu, maka halal akan ternodai, sehingga tidak akan ada harganya lagi,” tegasnya.
Potensi Indonesia untuk menjadi pusat industri halal dunia sangat besar, tetapi hanya akan terwujud bila seluruh elemen – dari regulator, pelaku usaha, hingga konsumen – saling menguatkan dalam satu barisan. Dengan percepatan sertifikasi halal melalui digitalisasi, dorongan kebijakan wajib halal dari BPJPH, serta semangat integritas yang dijaga oleh lembaga seperti LPPOM, harapan “Indonesia is number one in the world for halal” bukan lagi sekadar slogan, melainkan misi bersama yang kian nyata di depan mata.
Untuk mewujudkan hal itu, LPH LPPOM mengajak seluruh pelaku usaha segera melakukan sertifikasi halal. Ruang diksusi terbuka lebar melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mengikuti kelas tak berbayar Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap pada minggu ke-2 dan ke-4 setiap bulannya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/.
LPH LPPOM juga mengajak konsumen musim untuk cerdas dalam memilih produk dengan mengecek secara cepat dan mudah terkait daftar produk yang sudah bersertifikat halal BPJPH yang diperiksa oleh LPH LPPOM melalui website www.halalmui.org, atau aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore. Adapun informasi menyeluruh dapat diakses cepat diwebsite BPJPH https://bpjph.halal.go.id/. (YN)