Masa pandemi tidak menyurutkan semangat pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal. Hal ini tak hanya berlaku bagi perusahaan besar, tapi juga bagi pelaku UMKM.

Sektor kuliner menjadi salah satu favorit para pelaku usaha. Tak heran, kuliner berkontribusi sebesar 41% terhadap jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Bicara kuliner, tentu tak terlepas dari sertifikasi halal. Hal ini karena pasar produk halal di Indonesia terbilang besar.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Kumparan, saat ini 87,2 persen dari total populasi Indonesia atau setara 227 juta jiwa merupakan penduduk muslim. Namun sayangnya, Indonesia belum masuk peringkat 10 besar dunia dalam daftar negara penghasil makanan bersertifikat halal.

Juga dilansir dari Kumparan, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, mengatakan bahwa omzet UMKM dapat meningkat 8,53 persen setelah mendapatkan sertifikasi halal. Ini menjadi salah satu bukti pentingnya sertifikat halal dalam meningkatkan nilai produk.

Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati, menyampaikan bahwa pada kenyataannya sertifikat halal adalah bentuk pemenuhan hak dari konsumen, utamanya bagi konsumen di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

“Dengan memiliki sertifikat halal, perusahaan dapat mencantumkan logo halal. Inilah yang menjadi media komunikasi kepada konsumen. Artinya, konsumen tidak perlu lagi memperhatikan ingredients dan sebagainya, karena produk yang sudah ada logo halalnya sudah dapat terjamin kehalalannya dan aman untuk dikonsumsi,” terang Muti dalam acara Talkshow Festival UMKM yang diselenggarakan oleh Kumparan pada 27 Oktober 2021.

Manfaat memiliki sertifikat halal selanjutnya adalah membuka pasar baru ke pasar global atau ekspor. Saat ini, beberapa negara mulai mempersyaratkan sertifikat halal sebagai salah satu syarat masuk produk ke negaranya. Di samping itu, halal juga menjadi sebuah kewajiban, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Berdasarkan data LPPOM MUI, tren sertifikasi halal terus meningkat. Utamanya, setelah UU JPH diberlakukan. Sejak 2015 hingga September 2021, perusahaan yang sudah melakukan sertifikasi halal sejumlah 16.856 perusahaan dengan 40.732 ketetapan halal dan 1.217.328 produk.

“Masa pandemi tidak menyurutkan semangat pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal. Hal ini tak hanya berlaku bagi perusahaan besar, tapi juga bagi pelaku UMKM. Saat ini ada skema sekema gratis sertifikasi halal untuk pelaku UMKM dari pemerintah. Meski begitu, kami berharap hal ini bukan hanya bentuk pemenuhan regulasi, melainkan juga bentuk tanggung jawab atas kepastian kehalalan produknya,” tegas Muti.

Khususnya di sektor makanan, Founder Realfood, Edwin Pranata, menyebutkan bahwa saat ini halal sudah menjadi brand identity, terutama di Indonesia. “Halal memberikan karakter dan nilai yang baik dalam sebuah brand. Ini akan sangat memengaruhi keputusan seseorang dalam membeli sebuah produk,” jelasnya.

Keberadaan logo halal merupakan sebuah keuntungan tersendiri bagi sebuah produk, lanjut Edwin, namun bagaimana mengomunikasikan logo halal menjadi sebuah nilai tambah produk menjadi hal yang juga tak kalah penting.

“Saya sangat mengapresiasi LPPOM MUI. Setelah melakukan sertifikasi halal, kami baru menyadari bahwa halal sangatlah komplet. Tidak hanya bicara soal bahan saja, tapi ada serangkaian proses yang panjang untuk membuktikan sebuah produk terbeas dari haram atau najis,” ujar Edwin. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.