Search
Search

Dana Subsidi Jadi Solusi Biaya Sertifikasi Halal bagi UMK

  • Home
  • Berita
  • Dana Subsidi Jadi Solusi Biaya Sertifikasi Halal bagi UMK

Beberapa kalangan menyatakan biaya sertifikasi halal dianggap tinggi. Sehingga dinyatakan memberatkan, dan berdampak tidak kondusif terhadap dunia usaha. Ungkapan semacam itu agaknya merupakan pernyataan sepihak, yang cenderung berkonotasi tendensius. Relatif tanpa perbandingan yang proporsional dengan pembiayaan sertifikasi mutu lainnya.

Pada kenyataannya, proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan fatwa yang ditetapkan oleh MUI merupakan manifestasi dari peran dan misi Himayatul Ummah sekaligus juga Khidmatul-Ummah yang diemban MUI. Yakni melindungi umat dari praktek-praktek kehidupan umat yang dilarang dalam Islam, dengan layanan sertifikasi halal. Termasuk melindungi kaum Muslimin dari konsumsi produk yang tidak jelas kehalalannya dengan penelitian atau audit halal oleh para tenaga ahli LPPOM MUI, dan penetapan Fatwa Halal oleh para ulama yang mumpuni di Komisi Fatwa (KF) MUI.

Kalaupun ada beban pembiayaan untuk proses sertifikasi halal yang dianggap memberatkan bagi para Pengusaha Industri Rumah Tangga (PIRT) atau Usaha Mkro dan Kecil (UMK), maka MUI turut berupaya mencarikan solusi. Di antaranya dengan menumbuhkan semangat perjuangan dan pengorbanan bagi segenap tenaga pelaksana, serta menjalin kemitraan bersama pihak-pihak terkait yang berkepentingan dan peduli dengan da’wah halal dan amal sosial ini.

Sebagai contoh nyata, kegiatan sertifikasi halal di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) oleh LPPOM MUI Provinsi Kaltim, yang dipimpin oleh drh. H. Sumarsongko. Sekitar lebih dari 80%, kegiatan sertifikasi halal di provinsi tersebut merupakan usaha atau industri rumah tangga.

“Sehingga untuk pembiayaan proses sertifikasi halal harus didukung dan dibantu dengan dana subsidi dari pihak ketiga,” papar Sumarsongko.

Harus diakui, jelasnya lebih lanjut, pelaku usaha itu relatif tak mampu untuk membiayai proses sertifikasi halal secara mandiri. Jangankan untuk pembiayaan tambahan semisal untuk proses sertifikasi halal itu, sementara dana atau penghasilan untuk kelangsungan usahanya saja, relatif masih berat, bahkan juga megap-megap.

Yang dimaksud dengan dukungan pihak ketiga itu di antaranya adalah dana subsidi dari pihak Pemerintah Daerah (Pemda) melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), perangkat atau dinas terkait dari Pemda setempat, tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota. Sumber pendanaan untuk sertifikasi halal  sampai  tahun  2019  sebagian  besar  masih dibantu  oleh  pemerintah daerah melalui  dana  APBD  Provinsi  dan  APBD Kabupaten/Kota maupun APBN melalui Dirjen IKM  Kementerian  Perindustrian RI.

“Selain itu, dukungan dan bantuan juga diupayakan diperoleh lewat perusahaan yang peduli dengan sertifikasi halal. Seperti melalui alokasi dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan. Misalnya, PT PAMA yang bergerak di bidang tambang batubara. Perusahaan itu membantu alokasi dana untuk proses sertifikasi halal bagi para pelaku usaha industr rumahan di sekitar lokasi perusahaan. Juga perusahaan tambang PT Kideco dan PT Kaltim Prima Coal, PT Angkasa Pura I, PKT, Pertamina, bahkan juga Chevron,” paparnya lagi.

Dengan upaya sosialisasi dan edukasi halal yang intensif serta berkelanjutan oleh LPPOM MUI Kaltim kepada masyarakat luas, Alhamdulillah, banyak pihak yang kemudian mendukung gerakan halal ini. Usaha ini juga merupakan bagian dari paket bantuan dan jalinan kemitraan LPPOM MUI dengan pihak ketiga, sebagaimana telah disebutkan. Sehingga terjadi saling penguatan yang sinergis antar pemangku kepentingan.

Upaya proses sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI juga dimaksudkan untuk turut membantu pengembangan usaha PIRT dan UKM tersebut. Karena dengan memiliki SH dari MUI, produk mereka dapat dipasarkan lebih luas, dan diterima masyarakat. Yang pada gilirannya, akan dapat membantu memperbesar omzet usaha mereka, meningkatkan taraf hidup para pengusaha PIRT tersebut. Juga memperbesar potensi menyerap tenaga kerja, dan turut menyumbang pemasukan atau pendapatan asli daerah (PAD) bagi pemerintah setempat. Selanjutnya, mereka dapat secara mandiri membiayai proses perpanjangan sertifikat halal yang telah diperoleh. (USM)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *