Search
Search

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM Sertifikasi Halal

  • Home
  • Artikel Halal
  • Bisa Jadi Batu Sandungan, Ini Alasan Pentingnya Selektif Pilih Jasa Maklon Kosmetik 
Bisa Jadi Batu Sandungan, Ini Alasan Pentingnya Selektif Pilih Jasa Maklon Kosmetik

Industri kosmetik halal sedang naik daun, namun ada satu tantangan besar yang jarang disadari pelaku usaha: maklon. Di balik kemudahan produksi melalui pihak ketiga, tersembunyi risiko yang dapat menggagalkan sertifikasi halal sebuah produk. Bukan hanya soal bahan, proses produksi di fasilitas maklon juga menentukan apakah sebuah kosmetik bisa lolos sertifikasi halal atau justru tertahan di tengah jalan.

Industri kosmetik di Indonesia tengah berkembang pesat. Permintaan akan produk perawatan kulit dan make up meningkat seiring kesadaran konsumen terhadap bahan yang aman, ramah lingkungan, dan sesuai prinsip syariat Islam. Namun, di balik peluang besar ini, ada satu isu yang sering kali luput dari perhatian produsen: maklon kosmetik. 

Banyak brand kosmetik di Tanah Air tidak memproduksi sendiri produknya. Mereka menggunakan jasa pihak ketiga atau yang dikenal dengan istilah maklon. Model ini memang efisien, terutama bagi pelaku usaha yang belum memiliki fasilitas produksi. Namun, di sinilah letak tantangan besar ketika berbicara tentang sertifikasi halal. 

Risiko Maklon terhadap Sertifikasi Halal 

“Jangan sampai produk sudah oke, bahan-bahannya halal, tetapi ternyata pabrik maklon yang digunakan juga menerima produksi dari perusahaan lain yang menggunakan bahan najis,” ujar Muti Arintawati, Direktur Utama LPPOM. Fenomena ini sangat umum di industri kosmetik. Pabrik maklon biasanya melayani berbagai merek dengan aneka formula, termasuk yang mengandung bahan yang dilarang dalam syariat Islam. 

Menurut Muti, bahan adalah aspek utama dalam kehalalan produk. Kosmetik disebut halal jika tidak mengandung bahan yang najis seperti yang berasal dari babi, bangkai, atau turunan minuman keras. Namun, memastikan bahan saja tidak cukup. Proses produksinya juga harus memenuhi standar. “Dalam satu fasilitas yang sama, tidak boleh ada bahan-bahan najis yang digunakan untuk memproduksi produk lain. Itu salah satu persyaratan agar kosmetik bisa disertifikasi halal,” tegasnya. 

Skenarionya sederhana, tetapi risikonya besar. Jika satu pabrik maklon terbukti menggunakan bahan najis untuk produk lain, maka semua produk yang dibuat di fasilitas itu berpotensi tidak lolos sertifikasi halal. Dampaknya bisa merugikan banyak merek sekaligus. “Kalau satu produk tidak lolos karena maklon, berarti hampir semua produk yang dibuat di situ juga terkena dampaknya,” jelas Muti.

Pentingnya Verifikasi Tempat Maklon Sejak Awal 

Hal ini menjadi pengingat penting bagi pemilik merek kosmetik: verifikasi tempat maklon sejak awal adalah keharusan, bukan pilihan. Sayangnya, banyak pelaku usaha kurang memperhatikan hal ini. Mereka fokus pada formula produk dan branding, tetapi mengabaikan audit fasilitas produksi. “Kadang orang kalau mau membuat produk tidak memverifikasi dulu tempat maklonnya, tidak dicek. Ini bisa menghambat proses sertifikasi sehingga menjadi lama,” kata Muti. 

Maklon kosmetik juga membawa konsekuensi pada proses audit. LPPOM, sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), wajib melakukan pemeriksaan langsung ke lokasi produksi. Ini berarti audit tidak hanya dilakukan pada pemilik merek, tetapi juga pada fasilitas maklon yang digunakan. Bagi penyedia jasa maklon yang menangani banyak merek, kepatuhan terhadap persyaratan halal harus menjadi komitmen, bukan sekadar tambahan layanan. 

Dalam praktiknya, memastikan fasilitas maklon bebas kontaminasi najis bukan hal mudah. Sistem manajemen yang ketat harus diterapkan. Mulai dari pemisahan jalur produksi, pembersihan menyeluruh, hingga pencatatan bahan baku yang detail. Semua ini harus diverifikasi oleh auditor halal. “Proses pemeriksaan memastikan dalam satu fasilitas yang sama, tidak ada bahan-bahan najis yang digunakan untuk memproduksi produk lain,” tegas Muti. 

Dalam konteks ini, LPH LPPOM siap membuka ruang diskusi melalui program Halal On 30 yang dapat diikuti melalui tautan bit.ly/HalalOn30, di mana proses sertifikasi halal dapat dipahami secara lengkap hanya dalam 30 menit. Program ini menjadi solusi praktis bagi pelaku usaha untuk mengerti alur sertifikasi tanpa mengorbankan banyak waktu.  

Maklon sebagai Nilai Tambah 

Tren maklon mungkin akan terus meningkat seiring dengan maraknya bisnis kosmetik lokal. Namun, kesadaran akan pentingnya memilih jasa maklon yang sesuai standar halal harus menjadi prioritas. Bagi brand kosmetik, mengabaikan aspek ini bisa berarti kehilangan kepercayaan konsumen muslim yang kini semakin kritis. 

Industri kosmetik halal bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan. Di pasar global, posisi Indonesia sebagai salah satu konsumen kosmetik halal terbesar adalah peluang emas. Tetapi peluang ini hanya bisa dioptimalkan jika semua pihak, termasuk penyedia jasa maklon, memahami dan mematuhi persyaratan halal. Sebagaimana ditegaskan Muti, “Kalau tidak diperhatikan dari awal, selain bahan, tentu saja maklon juga penting, karena sekarang maklon sangat umum.”

Ke depan, maklon kosmetik yang mampu menjamin proses halal akan memiliki nilai tambah di mata brand dan konsumen. Mereka bukan hanya sekadar mitra produksi, tetapi penjaga integritas halal yang menjadi fondasi utama kepercayaan dalam industri ini. (YN)