Ketika sedang berada di sebuah wilayah yang mayoritasnya bukan muslim, restoran vegetarian umumnya menjadi alternatif pilihan muslim. Alasannya, restoran tersebut tidak menyajikan menu berbahan daging yang diragukan kehalalannya. Namun, benarkah aneka hidangan vegetarian itu terjamin kehalalannya?
Meski terbuat dari sayuran atau bahan nabati, menu vegan memiliki aroma, tekstur, dan rasa yang mendekati daging sesungguhnya. Kalangan veganisme biasanya menyebut makanan ini dengan sebutan vegan meat.
Kini, veganisme telah menjadi gaya hidup. Menu vegan dianggap menjadi solusi untuk mengurangi risiko terkena penyakit yang disebabkan oleh menu hewani, seperti gangguan obesitas, tinggi kolestrol, atau darah tinggi.
Namun ternyata sebagian vegetarian masih memperbolehkan penggunaan bumbu perasa daging, kaldu daging, gelatin, serta produk olahan susu dalam menu makanan dan minumannya. Jika ditelusuri lebih dalam, bahan-bahan tersebut memiliki titik kritis keharaman yang cukup tinggi. Hal ini perlu menjadi perhatian muslim.
Penggunaan flavour, misalnya. Menurut Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si., satu jenis flavour bisa terdiri dari 70 bahan. Tentu hal ini tidak dapat dilihat secara kasat mata, sehingga perlu pengetahuan tentang proses dan materialnya melalui pengujian laboratorium.
Selanjutnya, kaldu. Umumnya kaldu dibuat dengan cara merebus daging atau tulang hewan, bisa berasal dari sapi, ayam, ikan, atau babi. Karena itu, sumber kaldu harus dipastikan dari hewan halal yang disembelih sesuai syariah.
Kemudian ada gelatin. Bahan ini merupakan senyawa turunan protein yang diperoleh dengan cara mengekstrak kolagen hewan. Sayangnya, sampai saat ini, belum ada produsen yang memproduksi kolagen secara komersial di Indonesia.
“Hampir 60% penggunaan kolagen dan gelatin di dunia berasal dari babi,” ujar Dr. Mala Nurimala, S.Pi., M.Si., Dosen Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, IPB University sekaligus peneliti di Halal Science Center IPB.
Yang menjadi titik kritis keharaman selanjutnya adalah produk olahan susu. Keju, misalnya, berasal dari susu sapi, domba, kambing, atau unta. Kemudian dibutuhkan mikroorganisme (seperti: enzim rennet, pepsin, renin, renilasi) dalam proses penggumpalan susu.
“Enzim rennet yang dipakai bisa berasal dari proses mikrobial atau lambung anak sapi. Jika berasal dari proses mikrobial, maka harus dipastikan media yang dipakai untuk pertumbuhan mikrobanya tidak mengandung bahan yang diharamkan. Sementara jika berasal dari lambung anak sapi, cara penyembelihan menjadi penentu kehalalannya,” jelas Ir. Muti Arintawati, M.Si, Direktur Audit Halal LPPOM MUI.
Penggunaan minuman keras atau rum juga perlu diwaspadai. Karena, mayoritas vegetarian tidak melarang minuman keras atau sejenisnya, baik untuk diminum maupun digunakan dalam bahan tambahan masakan.
Sebagai konsumen muslim, kita perlu bersikap kritis saat memilih makanan apa pun. Setidaknya kita perlu mencari informasi apakah makanan vegetarian tersebut berpeluang menggunakan bahan-bahan yang haram dan najis atau tidak. Anda dapat mencari daftar produk halal pada website www.halalmui.org atau aplikasi HalalMUI yang dapat diunduh melalui Playstore (Android). (ZUL/YN)