Search
Search

Baru 3% Pelaku Usaha Bersertifikat Halal, LPH LPPOM Sebutkan Faktor X-nya 

  • Home
  • Berita
  • Baru 3% Pelaku Usaha Bersertifikat Halal, LPH LPPOM Sebutkan Faktor X-nya 
Baru 3% Pelaku Usaha Bersertifikat Halal, LPH LPPOM Sebutkan Faktor X-nya

Meski hanya 3% pelaku usaha yang telah bersertifikat halal, Direktur Utama LPH LPPOM Muti Arintawati mengajak publik untuk optimis. Ia mengungkapkan bahwa inilah momen penting untuk bangkit bersama. Dengan mengandalkan kesadaran konsumen, edukasi yang masif, dan kepastian regulasi, Indonesia bisa menjadikan angka 3% ini sebagai titik awal lompatan menuju ekosistem halal yang inklusif dan mendunia. 

Di tengah dorongan masif pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia, sebuah angka mencuat dan memantik perhatian: hanya sekitar 3% pelaku usaha di Indonesia yang telah memiliki sertifikat halal. Data dari KADIN ini menjadi pembuka diskusi hangat dalam Kumparan Halal Forum 2025 yang berlangsung pada 27 Mei 2025 di Hotel Artotel Mangkuluhur, Jakarta. 

Dengan tema “The X Factor to Accelerate Your Halal Certification Process,” forum ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan di sektor halal, termasuk Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM, Muti Arintawati, yang memberikan pandangan tajam namun membangun atas rendahnya adopsi sertifikasi halal di Indonesia. 

“Kalau menurut pandangan kami, faktor pertama memang masih belum tersosialisasikan dengan baik tentang wajibnya sertifikasi halal. Baik untuk produsen maupun konsumen,” ujar Muti.  

Menurutnya, dua sisi ini, produsen dan konsumen, memiliki peran penting yang saling mendorong. “Dengan memahami dengan ini halal, maka tentunya pelaku usaha akan segera melakukan sertifikasi halal. Dan penting sekali juga kesadaran konsumen untuk mendorong para pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikasi halal,” tambahnya. 

Namun, tantangan tak berhenti di sana. Bagi pelaku usaha yang sudah mengetahui kewajiban sertifikasi halal, justru muncul kendala lain. Salah satunya, menurut Muti, adalah konsistensi penerapan regulasi. Ia menyebutkan bahwa ketidakpastian tenggat waktu dan kebijakan relaksasi menjadi faktor penyebab banyak pelaku usaha akhirnya mengambil sikap wait and see

“Ternyata juga punya halangan. Konsistensi penerapan regulasi. Ada tenggat waktu yang ternyata ada beberapa relaksasi atau perpanjangan masa penahapan, sehingga kami rasakan sendiri tahun lalu, Oktober 2024, terasa sekali pendaftaran itu meningkat. Karena semua takut kalau sampai terkena deadline, maka akan kena sanksi. Tapi kemudian sanksi belum diberlakukan,” jelasnya. 

Lebih lanjut, ia menyoroti keputusan pemerintah yang memperpanjang masa kewajiban bagi UMKM serta memberikan relaksasi bagi produk impor. “Kemudian ternyata mundur. Jadi yang tadinya semangat, kemudian akhirnya wait and see, apakah betul akan diterapkan dengan tegas atau bagaimana. Ini menjadi bagian yang challenging juga,” ungkapnya. 

Tantangan lainnya datang dari persepsi UMKM terhadap prosedur sertifikasi yang dinilai masih rumit. Tak hanya itu, keterbatasan akses terhadap informasi yang valid turut menjadi kendala tersendiri.  

“Ada keluhan dari UMKM yang menyebutkan bahwa prosedur masih agak rumit. Kemudian akses informasi yang masih terbatas yang dirasakan. Meskipun jika kita kulik lagi, sebenarnya tidak benar juga,” ujarnya sambil menekankan pentingnya edukasi yang lebih masif dan terbuka. 

Namun di balik berbagai tantangan tersebut, Muti tetap optimis. Ia menegaskan bahwa angka 3% bukanlah alasan untuk patah semangat, melainkan batu loncatan awal menuju capaian yang lebih besar. “Jadi beberapa hal yang menyebabkan angka tersebut masih rendah, tapi rasanya tidak menjadi kemudian kita berkecil hati. Ini merupakan langkah awal di mana kita berusaha bersama untuk terus mencapai target apa yang sudah dicanangkan pemerintah,” tegasnya. 

Pernyataan tersebut disambut hangat oleh peserta forum yang berasal dari berbagai sektor, mulai dari pelaku industri halal, akademisi, hingga regulator. Forum ini menjadi bukti nyata bahwa akselerasi sertifikasi halal memerlukan kerja kolaboratif, bukan hanya dari pemerintah, tetapi juga dari pelaku usaha, konsumen, dan lembaga pemeriksa halal seperti LPH LPPOM. 

Dengan semangat kolaboratif dan pemahaman yang semakin luas, industri halal Indonesia diyakini dapat melangkah lebih cepat dan lebih kuat—menuju cita-cita besar sebagai pemain utama di pasar halal global.  

LPH LPPOM senantiasa membuka ruang diskusi bagi setiap pelaku usaha yang produknya belum melakukan sertifikasi halal melalui layanan Customer Care pada Call Center 14056 atau WhatsApp 0811-1148-696. Selain itu, pelaku usaha juga dapat mendalami alur dan proses sertifikasi halal dengan mengikuti kelas Pengenalan Sertifikasi Halal (PSH) yang diselenggarakan secara rutin setiap pada minggu ke-2 dan ke-4 setiap bulannya https://halalmui.org/pengenalan-sertifikasi-halal/.    

Jadi, bagi Anda yang memiliki produk kemasan makanan dan minuman belum memiliki sertifikasi halal, segera pilih LPH LPPOM sebagai mitra Anda dalam proses sertifikasi halal. Anda juga dapat mengecek daftar produk bersertifikat halal yang diperiksa oleh LPH LPPOM melalui website www.halalmui.org, aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore, serta informasi secara menyeluruh pada website BPJPH https://bpjph.halal.go.id/. (YN)