Ada 5 (lima) tips dalam mencegah pemalsuan pangan bagi pelaku usaha: Tinjau rantai pasok, gunakan konsep HACCP, periksa barang masuk, buat rantai pasok yang transparan, dokumentasi.
Pemalsuan pangan (food fraud) tidak hanya merugikan masyarakat sebagai konsumen, tapi juga pelaku usaha. Beberapa tindakan oknum pemalsuan pangan yang merugikan pelaku usaha kerap terjadi, seperti tindakan meniru nama merek, konsep kemasan, resep, atau metode pemrosesan (counterfeiting).
“Sistem manajemen keamanan pangan (food safety) merupakan hal penting yang diperlukan untuk menghindari pelaku usaha dari tindakan pemalsuan pangan,” terang Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman.
Terdapat tiga pendekatan umum yang dapat dilakukan pelaku usaha untuk mencegah penipuan makanan, yakni:
1. Melakukan penilaian kerentanan, meliputi:
- Bahan dan risiko (histori, faktor ekonomi, asal geografis, keadaan fisik, masalah yang muncul);
- Pemasok (produsen, histori);
- Rantai pasokan (panjang, kompleksitas, pengaturan penawaran dan permintaan, kemudahan akses);
- Terapkan langkah-langkah pengendalian yang sudah dibentuk.
2. Merancang strategi mitigasi dan mengimplementasikannya.
3. Memvalidasi dan memverifikasi langkah-langkah mitigasi, terus meninjau sistem manajemen penipuan makanan.
Dalam webinar halal bertema “Food Fraud Prevention, dari Izin Edar hingga Label Halal” yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama PT Pamerindo Indonesia beberapa waktu lalu, Adhi membagikan sejumlah tips cepat pencegahan penipuan atau pemalsuan pangan untuk pelaku usaha.
- Tinjau seluruh rantai pasokan dengan mempertimbangkan risiko penipuan.
- Gunakan konsep Hazard Analisys and Critical Control Point (HACCP) untuk menganalisis risiko penipuan makanan.
- Periksa kembali barang yang masuk.
- Buat seluruh rantai pasokan setransparan mungkin.
- Dokumentasikan semua catatan.
“Di samping itu, komitmen pelaku usaha juga harus dijaga dengan baik. Saya rangkum dalam 4K, yaitu kesadaran, kemauan, kebijakan, dan ketertelusuran,” ungkap Adhi.
Pertama, kesadaran. Pelaku usaha harus menyadari bahwa nilai pangan menjadi modal untuk menjaga kepercayaan dari masyarakat sehingga usaha dapat berjalan secara berkelanjutan dan terus berkembang.
Kedua, kemauan. Pelaku usaha perlu memiliki kemauan untuk terus melakukan berbagai perbaikan guna mencapai sistem manajemen terbaik. Adapun terkait dengan kebijakan, pelaku usaha harus memiliki kebijakan yang jelas dalam melakukan manajemen keamanan pangan.
Dan yang terakhir, ketertelusuran. Upayakan pelaku usaha memanfaatkan teknologi industri 4.0 seoptimal mungkin dalam monitoring dan inspeksi agar terhindar dari tindakan pemalsuan pangan. (YN)