Halal bukan sekadar label di kemasan, melainkan hak kemerdekaan bagi setiap muslim yang harus dijaga. Sejak awal berdirinya, LPPOM menjadi benteng kepercayaan umat yang memeriksa kehalalan sebuah produk dengan sangat hati-hati, teliti, dan menyeluruh. Sertifikat halal menjadi wujud nyata perlindungan terhadap konsumen muslim yang harus dijaga bersama.
Kemerdekaan bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik. Kemerdekaan juga berarti bebas dari rasa khawatir, bebas dari keraguan, dan bebas untuk hidup sesuai keyakinan. Bagi seorang muslim, salah satu hak kemerdekaan yang paling mendasar adalah hak untuk memilih dan menggunakan produk yang halal, aman, dan berkualitas.
Direktur Utama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM, Muti Arintawati, menyampaikan bahwa menjaga halal bukanlah pekerjaan yang berhenti pada selembar sertifikat. “Komitmen implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) yang ditandai dengan terbitnya sertifikat halal ini perlu dijaga bersama, mulai dari pelaku usaha sebagai produsen, hingga regulator dan konsumen yang berperan dalam aspek pengawasan,” tegasnya.
Sejak awal berdirinya, pada 1989, LPPOM menjadi benteng kepercayaan. Sejumlah lebih dari 77.000 perusahaan di 70 negara telah ditangani dengan sangat hati-hati, teliti, dan menyeluruh—memeriksa dokumen, menelusuri rantai pasok, memeriksa fasilitas produksi, hingga menguji di laboratorium berstandar internasional. Semua itu dilakukan demi satu tujuan, yakni memastikan label halal bukan sekadar tinta di atas kertas, melainkan komitmen yang bisa dipegang teguh.
Hingga saat ini, LPH LPPOM masih terus berupaya untuk memberikan pelayanan yang praktis dan mudah bagi pelaku usaha dalam memenuhi pengurusan sertifikasi halal. Oleh karenanya, ruang diskusi terbuka luas. Salah satunya melalui program Halal on 30 yang bisa diakses melalui tautan https://bit.ly/HalalOn30. Program ini merupakan forum diskusi intensif yang dirancang untuk membantu pelaku usaha memahami tahapan dan persyaratan sertifikasi halal sesuai karakteristik masing-masing bisnis.
Bagi konsumen, melihat logo halal pada kemasan bukan hanya soal mematuhi aturan agama. Itu adalah momen di mana hati berbisik lega, “Ini aman. Ini sesuai keyakinan saya.” Itulah kemerdekaan yang sesungguhnya—kemerdekaan untuk memilih tanpa ragu, untuk menikmati tanpa khawatir, dan untuk menjalani hidup sesuai prinsip yang diyakini.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 mempertegas bahwa negara hadir melindungi hak tersebut. Aturan ini mewajibkan seluruh produk yang beredar di Indonesia bersertifikat halal, kecuali bagi produk non-halal. Namun, aturan saja tidak cukup. Tantangan terbesarnya adalah menjaga konsistensi—hari ini, besok, dan seterusnya. “Konsistensi halal harus dijaga setiap saat,” pesan Muti.
Di balik sebuah sertifikat halal, ada kerja keras yang jarang terlihat. Ada pelaku usaha yang dengan penuh komitmen memastikan setiap bahan yang digunakan memenuhi standar halal, menata proses produksi agar bersih dan sesuai syariat, serta membuka diri terhadap setiap pemeriksaan. Ada tim auditor yang memeriksa bahan satu per satu, mengurai alur produksi hingga ke titik terkecil, dan menguji di laboratorium dengan ketelitian ilmiah. Ada pula regulator yang memastikan aturan berjalan, mengawasi dengan konsisten, dan menindak jika ditemukan pelanggaran. Semua ini adalah mata rantai yang saling terhubung.
Dengan sinergi bersama berbagai pihak, kemerdekaan dalam halal bukan lagi sekadar cita-cita. Ia hadir nyata dalam setiap produk yang kita pilih. Karena halal adalah hak kemerdekaan yang tak boleh direbut, bukan oleh waktu, bukan oleh kelalaian, dan bukan oleh siapa pun. (***)