Demi alasan kepraktisan, kini muncul gerakan wakaf uang. Sesuai namanya, wakaf ini ditunaikan dengan objek berupa uang atau surat berharga. Bagaimana hukumnya menurut MUI? Apa saja kelebihannya, dan bagaimana cara menunaikannya?
Banyak jalan meraih pahala dan menggapai ridho Allah Swt. Salah satunya adalah dengan wakaf, sebagai salah satu ibadah yang bertujuan untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Dengan berwakaf, seorang pewakaf (wakif), akan mendapatkan pahala yang terus mengalir sekalipun ia sudah meninggal dunia.
Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2002 tentang Wakaf, yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram).
Wakaf juga diartikan sebagai perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Benda wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam.
Ada beberapa jenis wakaf yang bisa dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga, maupun badan hukum. Objek wakaf dapat berupa bangunan, tanah, uang tunai maupun menyangkut surat-surat berharga yang bernilai tinggi. Nilai pokok uang yang diwakafkan tersebut, harus dijaga sesuai dengan kehendak wakif dan dimanfaatkan oleh penerima sesuai dengan syariah.
Keutamaan Wakaf
Banyak keutamaan yang terkandung di dalam wakaf. Hal tersebut telah dinyatakan dalam Firman Allah Swt. dan hadist Rasulullah saw. Allah berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran [3]: 92).
Di dalam ayat yang lain, Allah Swt. berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.”
“Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Baqarah [2]: 261-262).
Hadis Nabi saw. diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, dan Abu Daud).
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Umar bin al-Khathab memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya?’”
Nabi SAW menjawab: “Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-nya.” Ibnu Umar berkata, “Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma’ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.”
Potensi Wakaf Uang
Dalam beberapa tahun terakhir muncul kecenderungan baru dalam hal wakaf, yakni wakaf uang. Wakaf uang adalah pengembangan dari konsep wakaf selama ini, di mana wakaf yang berasosiasi dengan aset tidak bergerak (tanah dan bangunan) menjadi aset bergerak atau tunai yaitu dalam bentuk uang.
Di Indonesia, wakaf dalam bentuk uang sudah sering dipraktikkan dan memiliki peraturan perundang-undangan. Bahkan, sejak tanggal 25 Januari 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU).
Dukungan pemerintah terhadap wakaf uang juga dibuktikan melalui peluncuran program Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yang menempatkan dana wakaf pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Penyalurannya digunakan untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat.
MUI sendiri turut membentuk Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (LWMUI) sebagai nazhir wakaf uang dan wakaf aset. Institusi ini terdaftar dan berijin dari Badan Wakaf Indonesia (BWI). LWMUI berdiri pada 23 Mei 2018 berdasarkan Keputusan Dewan Pimpinan MUI Nomor: Kep-720/DP-MUI/2018.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. Amirsyah Tambunan menyebut bahwa potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Mengutip data dari Badan Wakaf Indonesia (BWI), Amirsyah menyebutkan, ada potensi aset wakaf sebesar Rp2.000 triliun, dimana potensi wakaf uang sebesar Rp188 triliun, dan 420 ribu hektare lahan.
Dari besarnya jumlah tersebut, menurut Amirsyah, gerakan wakaf di Indonesia belum optimal. Ada sejumlah alasan yang membuat gerakan wakaf di Indonesia masih relatif rendah.
Pertama, karena literasi wakaf yang masih rendah. Kedua, karena program wakaf belum inovatif dan kreatif. Ketiga, karena belum terjalin kolaborasi yang strategis dalam mengoptimalkan potensi dana sosial seperti program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi program wakaf.
Pengurus BWI Bambang Pamungkas, seperti dikutip koran.pikiran-rakyat.com mengungkapkan, saat ini realisasi wakaf Rp 1 triliun. Namun, angka tersebut setiap tahunnya terus tumbuh, meski persentase realisasi wakaf dari keseluruhan nazir (pengemban tugas mengelola wakaf) atas potensi masih begitu kecil. “Perlu terjadi peningkatan literasi wakaf guna menaikkan angka realisasi,” ujarnya.
Fatwa MUI tentang Wakaf Uang
Amirsyah Tambunan menambahkan, untuk terus meningkatkan partisipasi umat dalam program wakaf, MUI terus melakukan berbagai program sesuai peran strategis MUI. Pertama, penguatan dakwah MUI mengenai wakaf, khususnya wakaf uang dan wakaf produktif.
Kedua meningkatkan literasi dan sosialisasi wakaf ke berbagai kalangan melalui pengurus tingkat provinsi hingga pengurus kabupaten bahkan kecamatan. Ketiga, memperkuat posisi Lembaga Wakaf MUI sebagai role model pengelolaan wakaf uang dan wakaf produktif di Indonesia.
Peran strategis MUI itu semakin memiliki landasan kuat karena MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 2 tahun 2002 mengenai Wakaf Uang sebagai panduan. Dalam fatwa tersebut ditegaskan beberapa hal sebagai berikut:
- Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
- Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
- Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh).
- Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
- Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.
Program yang dilakukan LWMUI antara lain tambak modern budidaya udang vaname seluas 5 hektare dan RUMAH UMKM HALAL selaku pusat pengembangan, pemasaran, promosi, dan pengemasan produk-produk UMKM halal. Informasi lebih lanjut terkait program LWMUI dapat diakses di https://wakafmui.org/. (***)