Kopi menjadi salah satu minuman yang terus eksis dari masa ke masa. Eksistensinya kian meningkat seiring dengan semakin kreatifnya pelaku usaha dalam mengelola kopi. Kini, kopi telah dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat.

Kopi. Siapa yang tak kenal dengan sajian minuman dari hasil seduhan biji kopi yang satu ini. Aroma dan rasanya yang khas mampu memikat banyak orang. Begitu pun dengan masyarakat Indonesia yang juga sedang dilanda “demam kopi kekinian”. Dilansir dari IDN Times, penikmat kopi di Indonesia pada 2019 didominasi oleh pekerja kantoran (47,9%) dan menduduki peringkat kedua yakni mahasiswa (35,5%).

Pemrosesan bubuk kopi melalui tahapan panjang. Awalnya, biji kopi yang telah matang dipanen menggunakan mesin atau tangan. Kemudian dilakukan pengeringan sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangraian dengan tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian, biji kopi digiling atau dihaluskan menjadi bubuk.

“Cara penyangraian biji kopi hitam umumnya dilakukan dengan hanya mengatur suhu dan waktu. Dari sana dapat diketahui apakah kematangan biji kopi sudah mencapai setengah atau matang sepenuhnya. Untuk cara ini, tidak ada titik kritis halal yang perlu dikhawatirkan,” ujar Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr, dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB). 

Penyajian kopi saat ini juga sudah bervariasi. Jika dulu kebanyakan orang hanya mengenal kopi hitam dan kopi susu, saat ini racikan dan nama kopi pun semakin beragam. Ada dua teknik dalam menyeduh kopi, yaitu espresso dan manual brew. 

Kopi espresso dihasilkan dengan mengekstraksi biji kopi yang sudah digiling dengan menyemburkan air panas di bawah tekanan tinggi, beberapa di antaranya espresso, ristretto, lungo, doppio, americano, long black, latte, cappuccino, macchiato, mochaccino, affogato, con panna, dan black eye. Sedangkan manual brew merupakan teknik penyajian kopi dengan cara seduh manual tanpa mesin, seperti kopi tubruk, pour over, vietnam drip, plunger atau press, vacuum, moka pot, dan cold brew.

Menurut Sedarnawati, pada dasarnya minuman kopi halal dan baik bagi kesehatan. Apabila dikonsumsi dengan cara dan porsi yang tepat, kopi justru dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler). Namun, saat ini banyak penjaja kopi menawarkan beragam sajian kopi dengan campuran bahan lain. Inilah yang perlu diperhatikan lebih lanjut, baik dari kehalalan maupun kesehatan. 

“Untuk penyajian single origin tidak memiliki titik kritis halal karena hanya satu jenis kopi yang diseduh. Sementara campuran, titik kritis kehalalannya ada pada bahan yang dicampurkan ke dalam seduhan kopi, misalnya cappuccino dan latte yang menggunakan tambahan susu dan gula cair. Bahan-bahan tersebutlah yang perlu diperhatikan kehalalannya,” paparnya.

Berkembangnya variasi kopi, ternyata membuat para penikmat kopi rela mengeluarkan kocek cukup banyak. Ada yang sekadar ingin mencicipi rasa kopi di setiap kedai “kekinian”, ada yang membeli untuk memenuhi kebutuhan akan kafeinnya, ada juga yang rela membeli untuk menjadi sarana eksis di media sosial.

Konsumsi kopi masyarakat Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Ini juga menjadi satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Berdasarkan keterangan dari BPOM, kandungan kafein dalam secangkir kopi tidak boleh melebihi 50 mg. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang dan dengan kadar melebihi angka tersebut, akan menimbulkan gangguan kesehatan, seperti warna gigi berubah, bau mulut, meningkatkan stres dan tekanan darah, insomnia, serangan jantung, stroke, kemandulan pada pria, kecanduan, serta penuaan dini. 

“Pada wanita, minum dua cangkir kopi atau lebih per hari dapat meningkatkan risiko osteoporosis. Sementara pada ibu hamil, kafein tinggi dapat mengakibatkan keguguran, melahirkan bayi dengan berat seperempat lebih kecil, dan epilepsi. Ini karena kafein mengambil kalsium dan zat besi dari tubuh ibu hamil yang juga dibutuhkan oleh janin,” papar Sedarnawati.

Namun, hal ini bukan menjadi alasan penikmat kopi untuk berhenti mengonsumsi kopi. Untuk menikmati aroma kopi, akan lebih baik jika kopi disajikan tanpa krimer, gula, dan susu. Penggunaan krimer dan gula juga perlu dibatasi untuk menghindari konsumsi kalori yang berlebih. Selain itu, jumlah konsumsi kopi per hari juga perlu diperhatikan. 

Tak hanya itu, perhatikan juga camilan atau kue manis yang biasa menemani sajian kopi. Camilan dan kue manis mengandung kalori yang tinggi. Selain itu, titik kritis halalnya pun tinggi. “Titik kritis halal kue perlu dicermati, yakni pada bahan-bahan campurannya seperti gula, mentega, perisa, cokelat, dan tepung terigu,” kata Sedarnawati. 

Secangkir kopi akan lebih nikmat apabila kita mengetahui titik kritis kehalalannya. Tentu akan lebih baik lagi jika kita bisa membatasi konsumsinya guna menjaga kesehatan tubuh. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.