Bogor – Isu peredaran daging sapi yang dipalsukan dari daging babi membuat resah masyarakat. Hal ini berawal dari adanya temuan pemalsuan daging sapi dengan daging babi menjelang hari raya Idul Fitri 1441 H di beberapa wilayah, seperti Bandung pada tanggal 11 Mei 2020 dan di Pasar Bengkok, Kota Tangerang beberapa waktu lalu.
(Baca juga : Kenali Perbedaan Daging Sapi dan Daging Babi)
Hal ini mendorong Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bekerja sama dengan beberapa dinas/instansi pemerintah menginisiasi pengambilan sampel (Sampling) daging sapi di sejumlah tempat di wilayah Jakarta, Bogor, Kabupaten/Kota Tangerang, Depok, Bekasi (Jabodetabek). Hal ini untuk menjamin kepastian daging sapi dari pemalsuan dengan daging babi bagi masyarakat muslim Indonesia. Sampling dilakukan pada periode 16 Mei 2020 s.d. 21 Mei 2020.
Dari laporan sampling tersebut, didapatkan hasil bahwa semua sampel tidak terdeteksi adanya cemaran daging babi. Sampel yang diambil telah diuji dengan menggunakan pork detection kit (PDK) dan metode uji identifikasi DNA babi dilakukan dengan real-time PCR pada Laboratorium LPPOM MUI di Bogor dan Laboratorium LPPOM MUI Cikarang. Sampling dilakukan terhadap 115 pedagang daging sapi di 33 pasar tradisional yang berada di kawasan Jabodetabek.
Adapun ke-33 pasar tradisional tersebut antara lain: Pasar Rawasari, Senen, Cikini, Sukapura, Kelapa Gading, Teluk Gong, Kramat Jati, Pulogadung, Cakung, Kebayoran Lama, Tebet, Rumput, Warung Buncit, Slipi, Cengkareng, Jelambar (DKI Jakarta). Pasar Bogor, Anyar (Kota Bogor). Pasar Cibinong, Ciawi, Cisaru (Kabupaten Bogor). Pasar Agung, Kemiri Muka, Cisalak (Kota Depok). Pasar Cikupa (Kabupaten Tangerang). Pasar Anyar (Kota Tangerang). Pasar Ciputat (Kota Tangerang Selatan). Pasar Baru Bekasi, Kranji Baru, Wisma Asri (Kota Bekasi). Pasar Tambun, Setu, Cikarang (Kabupaten Bekasi).
Menurut Direktur LPPOM MUI, Dr. Lukmanul Hakim, M.Si., pengambilan contoh (sampling) untuk pengujian kandungan daging babi pada sampel dilakukan dengan metode yang benar agar hasil yang diperoleh dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya.
“Diharapkan laporan ini dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya mengenai pemalsuan daging babi yang ada di pasar tradisional, khususnya di wilayah Jabodetabek,” lanjut Lukmanul.
LPPOM MUI menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan kegiatan sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan (purposive sampling). Pedagang yang di-sampling dalam suatu pasar dipilih berdasarkan ciri khusus dari daging sapi yang sudah tidak dikenali, seperti:
– Bentuk daging yang sudah tidak dikenali sebagai daging sapi seperti daging giling atau daging cincang,
– Warna daging yang tidak sama dengan daging sapi,
– Daging beku yang sudah tidak dikenali,
– Posisi penjual yang sulit dikontrol oleh dinas pasar, atau
– Hal-hal lain yang berpeluang melakukan pengoplosan.
Sampling ini, menurut Lukmanul, merupakan bentuk komitmen LPPOM MUI dalam memberikan ketenteraman bagi masyarakat atas keresahan pemalsuan daging babi yang beredar. Selain itu, kegiatan ini merupakan bukti kuat adanya kolaborasi dan sinergi yang kuat antara LPPOM MUI dan Dinas/Instansi Pemerintah setempat.
“Kami menyampaikan apresiasi yang setingginya-tingginya kepada seluruh dinas/instansi pemerintah atas kerjasama dalam kegiatan sampling ini. Antara lain: Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya, DKI Jakarta, Sekretaris Daerah Kota Bogor, PD. Pasar Tohaga, Kabupaten Bogor. Disperindag Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, serta Kota dan Kabupaten Bekasi,” tutup Lukmanul. (*)
Hasil Pengujian
Pengujian sampel dilakukan di dua tempat, yaitu di Laboratorium LPPOM MUI di Bogor dan Laboratorium LPPOM MUI Cikarang yang telah menerapkan standar SNI ISO/IEC 17025:2017. Metode uji yang digunakan adalah identifikasi protein spesifik babi dan identifikasi DNA babi. Metode uji identifikasi protein spesifik babi dilakukan dengan menggunakan porcine detection kit (PDK), sedangkan metode uji identifikasi DNA babi dilakukan dengan real-time PCR. Kedua metode uji ini telah tercakup dalam akreditasi laboratorium oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi LP-1040-IDN dengan ruang lingkup sampel daging dan daging olahan. Metode uji PDK umum digunakan pada pengujian sampel hasil inspeksi sebagai pengujian awal (screening). Jika hasil positif atau meragukan, maka dilakukan pengujian lanjut menggunakan real-time PCR.
Pengambilan sampel dilakukan dengan didampingi oleh dinas pasar terkait ataupun diambil sendiri oleh petugas pengambil sampel LPPOM MUI. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan PDK diperoleh hasil negatif pada semua sampel yang diambil di wilayah Jabodetabek. Sampel yang diambil mencakup daging sapi, daging giling, adonan bakso, bakso dan daging soto yang dijual di area pasar. Selain pasar, daging juga diambil dari penjual di daerah Cimanggu, Kota Bogor berdasarkan laporan bahwa daging yang diperoleh dibeli dengan harga murah, yaitu Rp 55.000,- per kg. Hasil pengujian sampel ini baik menggunakan PDK maupun real-time PCR tidak terdeteksi adanya cemaran babi. Berdasarkan hasil sampling, harga ini jauh berada di bawah harga normal daging lokal di pasar, yaitu Rp 120.000 s.d 140.000 per kg. Daging lokal umumnya diperoleh dari rumah potong hewan terdekat. Di sisi lain, harga daging beku yang dijual di wilayah Bogor berkisar pada harga Rp 80.000 per kg hingga Rp 130.000 s.d 150.000 per kg yang bergantung pada jenis daging yang dijual.