Daging kalengan menjadi alternatif pengemasan. Selain untuk pengawetan, daging kalengan juga sangat bermanfaat ketika terjadi ketersediaan daging yang melimpah. Metode ini mampu mengawetkan daging dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, penyajiannya yang praktis dan rasanya yang lezat juga membuat produk ini diminati banyak kalangan.

Umumnya, daging yang dikemas dalam bentuk kaleng adalah olahan daging sapi dan ikan. Jurnal Halal edisi 144 akan mengupas titik kritis kehalalan salah satunya, yakni daging sapi kalengan atau yang akrab kita sebut daging kornet.

Bicara soal titik kritis halal, ada tiga hal yang patut disoroti pada daging kalengan. Pertama, proses pengemasan dengan teknik pengalengan. Yakni, suatu cara pengawetan bahan-bahan makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan.

Pada teknik ini, daging dipanaskan dalam wadah yang ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikoorganisme, dan mengubah daging dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan. Produk yang dikemas dengan penutup yang sangat rapat tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Inilah yang membuat daging memiliki ketahanan yang lebih lama.

Pada setiap proses pengemasan dan sterilisasi harus dipastikan alat dan wadah yang digunakan tidak tercemar oleh najis. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus, mengingat tidak hanya daging sapi yang dapat dikemas dalam kaleng, melainkan daging lainnya, termasuk hewan haram seperti babi.

Kedua, bahan baku daging kalengan. Daging yang digunakan harus dipastikan murni berupa daging sapi. Ini perlu menjadi perhatian khusus karena sampai hari ini masih banyak kasus daging sapi halal yang dioplos dengan daging dari hewan haram, seperti babi.

“Semua daging yang didistribusi, baik impor maupun lokal harus dinyatakan halal. Kalau bahan utamanya sudah meragukan, kehalalannya pun diragukan,” tegas Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Periode 2009 – 2020, Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.Si.

Tak hanya kemurniannya saja yang menentukan kehalalan daging, proses penyembelihan hewan juga harus dipastikan sesuai dengan syariat Islam, salah satunya dengan menyebut nama Allah Swt. Selain itu, penanganan daging pasca disembelih juga harus dipastikan tidak tercampur atau tercemar dengan hal-hal yang diharamkan.

“Dalam konteks dukungan penelitian untuk sertifikasi halal, sampai sekarang belum ditemukan suatu teknik atau metode laboratoris yang bisa membedakan antara penyembelihan secara syar’i dengan membaca Basmalah dengan penyembelihan non syar’i tanpa membaca Basmalah atau penyembelihan untuk sesembahan kepada berhala,” ujar Prof. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. PhD, Guru Besar Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, Kepala Pusat Kajian Sains Halal IPB, dan Koordinator Tenaga Ahli LPPOM MUI.

Lebih lanjut diterangkan bahwa pada proses sertifikasi halal, Rumah Pemotongan Hewan harus mengimplementasikan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang salah satu kriterianya mensyaratkan adanya Tim Manajemen Halal. Tim ini berfungsi untuk mengawasi penerapan penyembelihan halal secara internal. Lebih luas lagi, tim ini berperan dalam audit internal untuk mengevaluasi penerapan SJH secara berkala demi menjamin konsistensi dan kesinambungan penerapan standar penyembelihan secara syar’i pada RPH tersebut.

Ketiga, bahan campuran atau bumbu yang digunakan pada daging kalengan. Semua bumbu yang digunakan harus dipastikan halal. Ini bisa berarti bumbu termasuk dalam daftar bahan tidak kritis, seperti rempah-rempah. Bisa juga berarti bahwa bumbu didapatkan dari supplier yang sudah mendapatkan sertifikasi halal pada produknya.

Sebagai konsumen muslim, kita wajib untuk memperhatikan hal-hal berikut ini. Lukmanul menyampaikan bahwa kini sudah ada cara mudah dan aman untuk memilih daging kalengan halal, yaitu dengan memilih produk bersertifikat halal MUI. Hal ini dapat dilihat pada daftar produk halal yang ada di laman resmi LPPOM MUI, Jurnal Halal, dan aplikasi mobile Halal MUI.

“Saat membeli, jangan lupakan aspek kehalalannya. Pastikan agar produk yang Anda beli sudah mengantongi sertifikat halal yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang,” ungkap Lukmanul. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.