Oleh: Prof. Dr. Hj. Ir. Purwantiningsih M.S. Auditor Senior LPPOM MUI
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) masih menemukan penggunaan bahan berbahaya untuk pewarna makanan, salah satunya Rodamin B. Apa alasannya? Bagaimana regulasinya?
Pewarna berperan memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Namun, di balik warna makanan dan minuman itu sejatinya terkandung bahan yang harus dicermati kehalalan dan keamanannya.
Tak jarang masih ada pengusaha nakal yang menggunakan pewarna bukan difungsikan untuk pewarna makanan (non-food grade) untuk menambah daya tarik makanan dan minuman yang mereka jajakan. Praktek semacam ini dilakukan oleh pedagang yang hanya ingin mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan aspek kesehatan dan keamanan pangan.
Pada akhir tahun 2020 lalu, dalam sebuah razia di toko swalayan di Semarang, Jawa Tengah, petugas menemukan berbagai jenis makanan, antara lain manisan mangga yang sudah kedaluwarsa, krupuk dan permen yang mengandung Rodamin B. Bahan ini merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal dan berwarna hijau atau ungu kemerahan.
Pewarna ini biasanya digunakan untuk mewarnai tekstil, kertas, dan produk kosmetik. Rodamin B termasuk golongan pewarna xanthenes basa, terbuat dari metadietilaminofenol dan ftalat anhidrida, yaitu suatu bahan yang tidak bisa dimakan serta sangat berfluoresensi (Purnamasari 2013). Struktur senyawa Rodamin B sebagai berikut:
Menurut WHO, Rodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rodamin B mengandung senyawa klorin (Cl), cincin bensena yang bersifat karsinogenik, gugus alkilasi (seperti -CH3) yang dapat menjadi radikal karena panas dan dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.
Penggunaan pewarna Rodamin B dalam produk pangan dilarang keras karena bersifat karsinogenik kuat, dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati hingga kanker hati (Syah et al. 2005) dan di Eropa sudah dilarang sejak 1984.
Bagaimana di Indonesia? Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pelarangan penggunaan Rodamin B dalam obat, makanan dan kosmetik melalui Peraturan Meneteri Kesehatan No. 239/MenKes/Per/V/Tahun 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya. Khusus untuk pangan, Peraturan Menteri No. 722/Menkes/Per/IX/Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Pangan mengatur pelarangan penggunaan senyawa Rodamin B sebagai pewarna pangan.
Di dalam peraturan tersebut, untuk pewarna produk pangan disarankan menggunakan pewarna alami atau pewarna sintetik yang diatur sesuai dengan peraturan tersebut. Permenkes tahun 1988 telah diperbaharui menjadi Permenkes RI No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. (*)
Referensi:
- Pearce, E. 2009. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.
- Purnamasari, D. S. 2013. Pengaruh Rhodamine B Peroral Dosis Bertingkat selama 12 Minggu terhadap Gambaran Histomorfometri Limpa. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
- Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pangan IPB.