Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat diramaikan oleh pemberitaan mengenai Susu Kental Manis (SKM), yang ditengarai tidak mengandung susu, dan karenanya tidak cocok dikonsumsi oleh anak-anak.
Berbahan baku susu, berwarna putih kecoklatan, kental dan terasa manis tapi bukan susu. Ini bukan tebak-tebakan, melainkan penjelasan atas produk yang kini sedang ramai diperbincangkan. Produk yang selama ini dikenal oleh masyarakat sebagai Susu Kental Manis (SKM), itu ternyata tak bisa disebut susu. Kok bisa?
Coba kita periksa label kemasan pada sejumlah merek SKM. Meski tercantum menggunakan susu sebagai salah satu bahan baku, pada label kaleng tersebut tidak dicantumkan kata susu. Karena itu, namanya menjadi agak janggal. Produk dari Indomilk, misalnya, hanya tertera tulisan “kental manis”. Di bagian bawah kaleng ada tambahan tulisan “krimmer kental manis”.
Hal yang sama juga bisa ditemukan pada kemasan produk keluaran Frisian Flag, yang hanya menuliskan “bendera kental manis”. Ada pula produk dari Indofood, yang juga ditulis”kental manis cap enak”. Apanya yang kental manis? Tak ada penjelasan spesifik tentang produk tersebut.
Padahal, dalam label kemasan tentang komposisi, para produsen jelas-jelas mencantumkan susu sebagai bahan baku. Ada yang menyebutkan bubuk whey, susu skim bubuk bahkan ada yang jelas-jelas mencantumkan susu sapi segar sebagai bahan baku dalam komposisinya.
Kehebohan tentang SKM bermula dari keluarnya Surat Edaran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang ‘Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3). Surat ini dikeluarkan pada akhir Mei 2018 lalu. Intinya, SKM pada dasarnya bukan susu, karenanya tidak boleh divisualisaikan seperti layaknya susu.
Seperti dikutip CNNIndonesia.com, Kepala BPOM Penny Lukito menyebut surat edaran itu dikeluarkan untuk melindungi konsumen, khususnya anak-anak. Penny mengatakan surat edaran itu juga dilakukan agar tak terjadi lagi kekeliruan konsumsi SKM kalengan yang banyak diiklankan sebagai produk susu. “Terkait kental manis ini mesti disosialisasikan karena banyak persepsi yang keliru di masyarakat dalam mengonsumsi sebagai produk susu,” kata Penny.
Dia juga menjelaskan terbitnya surat edaran itu tak berarti produk kental manis lalu dilarang diproduksi atau dikonsumsi. Hanya saja, konsumen maupun produsen dianjurkan untuk lebih bijak menggunakan produk tersebut. “Tidak dilarang, tapi kita harus bijak dalam mengonsumsinya,” kata dia.
Dalam surat edaran tersebut ditegaskan, ada empat hal utama yang harus diperhatikan oleh produsen, importir serta distributor produk kental manis itu. Pertama, produk kental manis dilarang menampilkan anak-anak berusia kurang dari lima tahun dalam bentuk iklan televisi, maupun iklan lainnya. Kedua, produk kental manis juga dilarang memvisualisasikan produknya dengan produk susu lain yang setara sebagai pelengkap gizi. Produk susu itu antara lain susu sapi, susu yang dipasteurisasi, susu yang disterilisasi, susu formula, serta susu pertumbuhan.
Ketiga, produk kental manis ini juga dilarang memvisualisasikan gambar susu cair atau susu dalam gelas dan disajikan dengan cara diseduh atau dikonsumsi sebagai minuman. Keempat, untuk produk jam tayang yang biasa dikonsumsi anak-anak atau disandingkan dengan tayangan anak-anak.
Tahun 2017, terdapat 3 iklan yang tidak memenuhi ketentuan karena mencantumkan pernyataan produk berpengaruh pada kekuatan/ energi, kesehatan dan klaim yang tidak sesuai dengan label yang disetujui. “Iklan tersebut sudah ditarik dan tidak ditemukan di peredaran,” tegasnya.
Memicu Reaksi
Surat Edaran BPOM itu akhirnya memicu reaksi. Anggota Komisi Kesehatan DPR (Komisi IX) Okky Asokawati mengusulkan kata ‘susu’ dihapus pada produk kalengan susu kental manis. “Dikhawatirkan ketika masih ada kata ‘susu’ di situ, persepsi masyarakat yang tidak well-informed itu mereka mempunyai pendapat bahwa itu susu pendamping makanan utama. Kata ‘susu’ mungkin diganti minuman kental manis atau apa, gitu,” ujar Okky kepada para wartawan.
Okky mengatakan BPOM berwenang menghilangkan kata ‘susu’ di SKM, seraya menegaskan bahwa SKM sebagai produk yang tak terlalu dianjurkan dikonsumsi anak usia di bawah 5 tahun. Penghilangan kata ‘susu’, menurut Okky, bertujuan agar para ibu tak salah memberi nutrisi kepada anak mereka.
Okky menjelaskan kandungan SKM memang berbeda dengan susu jenis lain. Susu sebenarnya diperuntukkan sebagai pendamping makanan utama anak. Susu harus penuh gizi, sedangkan SKM didominasi gula yang, jika dikonsumsi terlalu banyak, dapat menimbulkan efek samping bagi perkembangan anak.
“SKM ini memang kandungan gulanya sangat banyak. Dan ketika kita berbicara mengenai susu, itu masyarakat terutama ibu, itu mempunyai persepsi bahwa semua susu itu bisa sebagai penyempurna gizi bagi anak-anaknya. Padahal susu-susu yang punya persyaratan tertentulah yang bisa menyempurnakan gizi bagi anak anaknya. Susu-susu tertentu itu seperti yang dikatakan Badan POM, yaitu susu-susu yang sudah disterilisasi, susu formula, atau susu pertumbuhan. Dan susu itu sendiri kan harusnya komplementer (melengkapi) saja, hanya pendamping saja bagi makanan utama anak-anak,” urai Okky.
Pakar nutrisi juga angkat bicara. Meskipun bernama susu kental manis, menurut Leona Victoria Djajadi MND, Master of Nutrition and Dietetics (Ahli Gizi) dari University of Sydney, produk ini kandungannya berbeda dengan susu sapi. Banyak orang yang masih salah kaprah tentang susu kental manis. “Susu kental manis ada kandungan susunya tapi lebih rendah daripada kandungan gulanya,” katanya seperti dikutip detikFood.com.
Menurut Victoria, SKM tidak bisa disebut sebagai sumber kalsium maupun sumber susu. Susu kental manis juga tidak boleh diberikan sebagai konsumsi harian anak karena bukan sumber kalsium sesungguhnya. “Tingginya kandungan gula dalam susu kental manis bisa membuat dasar rasa manis yang tinggi karena terbiasa minum yang bisa mengakibatkan overweight dan obesitas dan kandungan
gula tinggi juga bisa merusak gigi si kecil dan kebutuhan kalsium si kecil tidak tercukupi,” ungkap Victoria.
Ditambahkan, orang dewasa juga harus membatasi konsumsi susu kental manis. Menurut Victoria, pria dewasa konsumsi maksimal gula adalah 9 sdt (37,5 gr) dan wanita 6 sdt (25 gr). “Jadi 1 porsi susu kental manis sudah mengandung 22 gram, sudah hampir batas maksimum. Belum lagi dihitung kandungan gula yang didapatkan dari makanan lain,” pungkasnya.
Victoria pun tidak merekomendasikan orang untuk konsumsi susu kental manis setiap hari. Ini sebaiknya dimasukkan ke dalam kategori “extra food” sama seperti minuman bersoda, kue, es krim dan keripik-keripik. “Jadi 1-2 kali saja dalam sebulan,” tutup Victoria.
Wakil Direktur LPPOM MUI Bidang Sistem Jaminan Halal (SJH) dan Auditing, Muti Arintawati, menyatakan dalam melakukan pemeriksaan produk SKM yang mengajukan sertifikasi halal, auditor LPPOM MUI menemukan adanya kandungan susu dalam produk tersebut. Ada yang berupa susu segar, ataupun bubuk susu. Selain itu SKM juga mengandung whey powder, lemak, gula pasir dan air. Dan untuk menghasilkan susu kental manis yang bermutu baik, memiliki kandungan nutrisi yang memadai dan bercita rasa lezat biasa digunakan bahan penunjang berupa flavor dan vitamin.
Dalam kelompok produk susu, terdapat berbagai macam jenis susu antara lain susu segar, susu UHT (Ultra High Temperature), susu skim, susu bubuk, susu pasteurisasi dan susu evaporasi. Nah, SKM ini merupakan susu murni yang dipanaskan selama beberapa waktu, sehingga terjadi perubahan menjadi susu evaporasi (evaporated milk).
Susu evaporasi terbentuk melalui pemanasan susu dengan menggunakan pompa vakum untuk menghilangkan kira-kira 60% kadar airnya. Selain penghilangan air, dalam pembuatan SKM juga dilakukan penambahan gula sebagai bahan pemanis sekaligus pengawet. Berapa komposisi masing-masing bahan, Muti Arintawati tak bersedia menjelaskan lebih jauh. “Tugas dan peran kami adalah melakukan pemeriksaan terhadap kehalalan bahan-bahan yang digunakan dalam produk yang mengajukan sertifikasi halal, sehingga tak berwenang menjelaskan komposisi masing-masing bahan”, ujarnya.
Reaksi yang cukup keras datang dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Melalui ketua umumnya Dedi Setiadi, wadah perhimpunan para pemasok susu segar itu menyatakan bahwa jika diamati, paling tidak ada dua isu utama yang berpotensi menyesatkan dan meresahkan masyarakat ihwal susu kental manis. Yaitu, menyangkut karakteristik dasar dan regulasi pemasaran. Dari sisi karakteristik dasar, sebagian kalangan menyatakan bahwa susu kental manis tidak masuk kategori susu. Pendapat ini bertentangan dengan definisi susu kental manis yang telah diatur secara tegas melalui Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan. Aturan yang terbit pada 24 Mei 2016 ini secara jelas menempatkan susu kental manis dalam kategori pangan 01.3.1.
BPOM mendefinisikan susu sebagai cairan dari ambing sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan hewan ternak penghasil susu lainnya baik segar maupun yang dipanaskan melalui proses pasteurisasi, Ultra High Temperature (UHT) atau sterilisasi. Termasuk semua jenis produk susu yang diperoleh dari susu hewan penghasil susu (contohnya sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, dan lain- lain). Adapun susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu, atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Gula yang ditambahkan digunakanuntuk mencegah kerusakan produk. Produk lantas dipasteurisasi dan dikemas secara kedap (hermetis). Susu kental manis memiliki dua karakteristik dasar, yaitu memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 8% serta kadar protein tidak kurang dari 6,5% (plain). Defisini BPOM ini semakin menguatkan aturan-aturan sejenis lain tentang susu kental manis yang sudah terbit di tahun-tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, ihwal peredaran dan labelisasi, pemerintah juga sudah mengaturnya melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76/Men.Kes/Per/XII/75 tentang Peredaran dan Penandaan Susu Kental Manis. Beleid ini secara gamblang mengatur bahwa susu kental manis hanya tidak boleh digunakan untuk bayi, yaitu anak yang berusia satu hari sampai 12 bulan. Namun, produk ini dapat dikonsumsi oleh anak-anak dan dewasa. Dengan demikian, permintaan pengaturan peredaran dan labelisasi terhadap susu kental manis juga tidak relevan.
Mengacu pada berbagai hal tersebut, Dedi Setiadi dalam tulisannya yang beredar ke sejumlah media mengharapkan agar berbagai pihak berkepentingan menghentikan berbagai propaganda yang dapat membingungkan masyarakat. Atau, pada akhirnya publik hanya akan menilai bahwa pertentangan yang tidak perlu ini tak lepas dari perang dagang semata. FMS
Ulasan lengkapa dapat dibaca di Jurnal Halal No. 132