Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam perlu memiliki sistem jaminan kehalalan yang dapat menjamin ketenteraman batin masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan yang beredar, baik produk pangan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Diantara produk pangan yang ada, pangan asal hewan terutama daging yang berasal dari jenis hewan halal, seperti ruminansia dan unggas, memiliki risiko tinggi menjadi pangan tidak halal akibat proses produksi dan/atau pencampuran bahan tambahan pangan yang tidak halal.
Salah satu titik kritis yang dapat menyebabkan daging ruminansia dan unggas menjadi tidak halal adalah proses penyembelihan hewan yang tidak sesuai dengan syari’at agama Islam. Peran juru sembelih halal menjadi sangat penting dalam menentukan hal ini.
Tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPH-R) dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant), setiap RPH-R wajib memiliki seorang juru sembelih halal yang memiliki kompetensi tidak hanya dari aspek syari’at Islam, namun juga dari aspek teknis kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan (animal welfare).
“Di Indonesia terdapat dua macam RPH-R (sapi), yaitu RPH-R yang tidak dan menerapkan stunning (pemingsanan). Adapun pemingsanan menjadi hal yang dibolehkan, dan tercantum pada Fatwa MUI Tahun 1976 tentang Penyembelihan Hewan secara Mekanis,” papar Henny Nuraini, dosen Departemen Ilmu Produksi & Teknologi Peternakan IPB sekaligus Tenaga Ahli LPPOM MUI.
Adapun yang dimaksud pada Fatwa tersebut dengan penyembelihan hewan secara mekanis adalah secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan.
Sementara itu, lanjut Henny, Rumah Pemotongan Hewan Unggas (RPH-U) di Indonesia dibagi berdasarkan skala produksi dan fasilitas. RPH-U tradisional dengan skala produksi 200-300 ekor dan peralatan terbatas.
RPH-U semi modern dengan kapasitas di atas 5.000 ekor sudah disiapkan peralatan conveyor untuk menggantung ayam. Kapasitas conveyor sekitar 5.000 ekor per jam, yang akan membantu proses pemotongan.
Pada RPH-U modern kapasitas lebih besar dengan peralatan yang lebih lengkap, seperti conveyor, alat pemingsanan, alat pemotong bagian tubuh (parting) hingga dilakukan proses pembekuan.
“Untuk proses menyembelih, baik pada RPH-R maupun RPH-U dengan semua skala, tetap dilakukan secara manual oleh juru sembelih halal (juleha) menggunakan pisau setiap ekornya,” jelas Henny.
Di samping itu, berdasarkan aspek keamanan pangan, daging termasuk kategori pangan yang memiliki potensi membahayakan (potentially hazardous food) karena dapat mengandung bahaya biologis, kimiawi dan fisik yang mengancam kesehatan konsumen. Konsep keamanan pangan asal hewan di Indonesia adalah Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).
Sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia, Indonesia merupakan tujuan pasar utama negara produsen daging di dunia. Dalam rangka menjamin daging yang masuk ke Indonesia memenuhi persyaratan ASUH, maka daging tersebut harus berasal dari Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah disetujui Pemerintah Indonesia antara lain setelah dipenuhinya persyaratan keamanan pangan maupun kehalalan pangan yang ditetapkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pemotongan hewan halal harus memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan, dan syari’at Islam. Adapun standar penyembelihan sudah diatur dalam Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal. (*)