Pada era saat ini, kita akrab dengan penggunaan kosmetik. Salah satunya yang selalu digunakan sehari-hari adalah sabun. Akrabnya produk satu ini dengan keseharian kita, perlu menjadi perhatian khusus. Pasalnya, meski tidak dikonsumsi atau tidak masuk ke dalam tubuh secara langsung, tapi penggunaan sabun tetap bersentuhan langsung dengan kulit. 

Bagaimana proses pemeriksaan kehalalan produk tersebut? Apakah sama dengan produk lainnya? 

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang efektif berlaku pada 17 Oktober 2019 mengamanatkan bahwa seluruh produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk-produk tersebut, menurut ketentuan Pasal 1 UU JPH adalah  barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dengan demikian, jelas bahwa berdasarkan UU tersebut sabun dan produk pembersih wajah lainnya termasuk ke dalam produk yang harus dilakukan sertifikasi halal. Selain itu, secara substansi, sabun sangat perlu dilakukan sertifikasi halal karena sabun mandi merupakan produk yang bersentuhan langsung dengan kulit, penggunaannya dimaksudkan untuk membersihkan. Oleh karena itu, produk pembersih seperti sabun dan pembersih wajah, atau kulit harus terbebas dari zat yang najis. 

Drs. Chilwan Pandji Apt Msc., Dewan Pengawas LPPOM MUI, menjelaskan bahwa sabun, khususnya sabun wajah, mengandung bahan tambahan activated carbon atau arang aktif. Bahan ini dipercaya dapat menyerap dan mengangkat kotoran dari permukaan sampai ke dalam pori-pori.

Ada beragam sumber arang aktif. Beberapa di antaranya kayu arang yang biasa digunakan untuk pemucat, tempurung kelapa yang efektif digunakan untuk obat diare, dan batu bara digunakan untuk pemutih gula. Sementara itu, arang aktif yang digunakan pada sabun biasanya diambil dari tulang hewan.

“Jika arang aktif yang digunakan dari tulang babi sudah pasti hukumnya haram bagi umat Islam yang memakainya. Jika tulang hewan lain dari jenis binatang halal yang digunakan, penting untuk menelusuri proses penyembelihannya. Bila prosesnya berseberangan dengan kaidah penyembelihan syari, ini bisa berdampak pada keharamannya, papar Chilwan. 

Untuk sabun muka bentuk gel, tambahnya, bahan yang perlu diperhatikan ialah emulsifier yang berfungsi untuk menyatukan dua fasa (cair dan lemak) serta gliserin atau gliserol (komponen utama dalam pembuatan sabun). Kedua bahan tersebut dapat berasal dari hewan. Ketika bahan berasal dari hewani maka perlu diperhatikan sumber hewan harus berasal dari hewan halal. Selain itu juga harus diperhatikan cara penyembelihannya harus sesuai syariat Islam.

Terkait proses pengujian produk halal untuk komoditas seperti sabun mandi, pemeriksaan atau pengujian terhadap produk tersebut pada dasarnya tidak berbeda dengan pemeriksaan terhadap produk lainnya yang secara umum meliputi pemeriksaan atas bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, proses produksi hingga fasilitas produksi, serta implementasi Sistem Jaminan Halal (SJH). (*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.