Eksistensi kembang gula atau popular disebut permen tak pernah lekang dari waktu ke waktu. Bahkan saat ini, bentuk permen semakin beragam. Para produsen permen semakin kreatif menciptakan beragam bentuk, tekstur, dan warna yang menarik. Bentuk yang menarik, ditambah rasa yang enak sungguh memikat banyak masyarakat untuk mengonsumsinya, khususnya kalangan anak-anak. (HalalMUI)
Secara umum, permen terdiri dari dua jenis, yaitu hard candy dan soft candy. Adapun hard candy memiliki tekstur yang keras, biasanya dikonsumsi dengan cara diisap—misalnya lolipop dan permen berbentuk kristal. Sedangkan soft candy cenderung empuk (chewy), lengket, mudah dikunyah, dan lembut—misalnya permen jeli, marshmallow, dan permen karet.
Bahan–Bahan Permen
Secara umum, permen mengandung bahan dasar berupa gula, perisa, dan pewarna. Ketiganya memiliki titik kritis haram masing-masing. (HalalMUI)
Untuk membuat gula menjadi lebih putih, biasanya gula harus melalui proses pemurnian terlebih dahulu. Proses ini membutuhkan bahan dekolorisasi yang menggunakan arang aktif. Bahan ini dapat terbuat dari tulang, kayu, atau bambu. Perlu dikaji lebih lanjut apabila menggunakan arang aktif dari tulang karena ada kemungkinan berasal dari tulang babi atau hewan yang disembelih tidak sesuai syar’i.
Perisa bisa mengandung bahan-bahan yang berasal dari senyawa sintetis kimia, tumbuhan, dan hewan. Apabila perisa mengandung bahan asal hewan, maka harus dipastikan bahwa perisa ini berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i. Selain itu, perisa yang mengandung etanol juga perlu diperiksa, jangan sampai etanol tersebut bersumber dari zat-zat yang termasuk khamar. Perisa yang menggunakan aroma atau rasa tertentu mirip dengan barang haram (babi dan minuman keras) memang tidak diharamkan, meski begitu perisa sejenis ini tetap tidak boleh digunakan dalam produk.
Begitu pun dengan pewarna (colorings) makanan yang juga dapat berasal dari bahan sintetis dan alami. Pewarna sintetis disukai produsen makanan karena memiliki tingkat kestabilan warna yang cukup baik serta harga yang relatif murah. Meskipun tidak mengandung bahan haram, penggunaan yang berlebihan dapat berdampak tidak baik pada kesehatan manusia yang mengonsumsinya. “Beberapa pewarna berbahan alami menggunakan gelatin sebagai penstabil. Dalam hal ini, sumber gelatin harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syar’i,” papar Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur Lembaga Penelitian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). (HalalMUI)
Selain bahan umum di atas, hard candy dan soft candy juga mengandung komposisi bahan dan cara pengolahan khusus yang membuat tekstur dan rasa keduanya menjadi berbeda. Bahan-bahan ini juga membuat kita harus lebih cermat dan berhati-hati terhadap titik kritis keharamannya.
Bahan lain yang terkandung dalam hard candy adalah isian permen, entah itu cokelat, selai, atau sejenisnya. Beberapa permen menjadikan campuran rum, alkohol, atau khamar sebagai isian permen. Ini perlu menjadi perhatian serius, terutama bagi para orangtua.
Sementara itu, hal-hal yang perlu disoroti dalam soft candy adalah bahan-bahan yang membentuk tekstur chewy pada jenis permen ini. Biasanya, tekstur chewy dihasilkan dari campuran lemak, gelatin, emulsifier, dan bahan tambahan pangan lain. Lemak, gelatin dan emulsifier bisa berasal dari babi atau hewan yang disembelih tidak sesuai syariat Islam.
Mendeteksi Halal dan Haram Permen
Untuk mendeteksi halal atau haram suatu produk, kita bisa melihat label pada kemasan yang mencantumkan bahan-bahan produk. Salah satu istilah popular yang sering tercantum dalam permen adalah whey dan lactose. Keduanya berbahan dasar susu. Hal yang menjadi titik kritis haram adalah prosesnya, karena bisa merupakan produk samping industri keju yang menggunakan enzim tertentu selama proses pembuatannya. Enzim tersebut bisa bersumber dari hewan maupun mikrobial. (HalalMUI)
Sayangnya, memperhatikan label kemasan saja tidaklah cukup. Bahkan, kemasan permen mungkin tidak mencantumkan informasi tentang bahan. Kalaupun tercantum pada kemasan, kemungkinan besar label tersebut tidak menjelaskan asal usul bahan yang terkandung dalam produk.
Prof. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. PhD, Kepala Pusat Kajian Sains Halal (Halal Science Center) IPB dan Koordinator Tenaga Ahli LPPOM MUI menjelaskan bahwa dalam konteks sertifikasi halal, fasilitas produksi juga menjadi hal penting untuk dicermati. “Bisa jadi permen berbahan halal diproduksi dengan fasilitas yang sama dengan permen berbahan haram atau permen yang tidak jelas kehalalannya. Dengan begitu, permen berbahan halal bisa tercampur dengan atau terkontaminasi oleh bahan haram dan/atau najis,” jelasnya.
Cara paling mudah untuk mengenali halal dan haram suatu produk adalah dengan melihat label atau logo halal. Produk yang sudah berlogo atau berlabel halal MUI insya Allah dapat dipastikan halal, baik dilihat dari segi bahan maupun fasilitas produksi. Proses keluarnya sertifikat halal pada suatu produk oleh LPPOM MUI dilakukan melalui proses audit yang ketat, cermat, dan teliti.
Selain kandungan bahan, hal lain yang perlu dicermati adalah bentuk dan nama produk. Dalam kriteria produk pada Sistem Jaminan Halal (SJH), suatu produk tidak boleh berbentuk atau dinamai dengan sesuatu yang diharamkan oleh agama Islam. Misalnya, permen atau cookies yang dibentuk menyerupai hewan tertentu atau hal lain yang diharamkan. “Hal ini merupakan suatu tindakan preventif agar umat Islam tidak dibiasakan atau terbiasa dengan hal-hal yang haram, sebagaimana peribahasa ‘Alah bisa karena biasa’,” ungkap Prof. Khaswar. (YN)
(HalalMUI)