Dilansir dari mui.or.id, Komisi Fatwa MUI Pusat akhirnya menetapkan vaksin corona virus disease 2019 (COVID-19) produksi Sinovac Lifescience Co Ltd adalah halal dan suci. Namun penggunaan vaksin ini masih menunggu izin keamanan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini diputuskan setelah menggelar rapat pleno secara tertutup di Hotel Sultan, Jakarta pada 8 Januari 2021.
“Yang terkait aspek kehalalan, setelah dilakukan diskusi panjang berdasarkan data dan fakta yang dikumpulkan oleh tim auditor LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI, rapat Komisi Fatwa menyepakati bahwa vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Sinovac Lifescience Co Ltd, yang sertifikasinya diajukan Biofarma suci dan halal,” ujar KH. Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa.
Ivon Widiahtuti, Corporate Secretary Manager of LPPOM MUI, menekankan bahwa dokumen dan data yang diperlukan telah dikaji serta ditelusur oleh tim auditor LPPOM MUI secara mendetail dan diserahkan ke komisi fatwa MUI.
“Walaupun pengkajian dan penelusuran data produk vaksin ini tidak sesederhana produk pada umumnya. Namun, alhamdulillah, pihak perusahaan cukup kooperatif sehingga mempercayakan informasi dan data kepada tim auditor LPPOM MUI. Data yang diberikan pun cukup memberikan informasi yang diperlukan untuk penetapan fatwa. Hanya saja sekarang tinggal menunggu perizinan penggunaan vaksin dari BPOM,” ungkap Ivon.
Lebih lanjut Niam menjelaskan bahwa pada prinsipnya, halal dan thayyib berjalan beriringan. Karena itu, meskipun sudah halal dan suci, penggunaan vaksin COVID-19 produksi Sinovac ini masih menunggu keputusan BPOM terkait aspek thayyib, yang meliputi keamanan (safety), kualitas (quality), dan kemanjuran (efficacy). Setelah BPOM mengeluarkan izin, fatwa vaksin ini akan dikeluarkan secara utuh dan vaksin dapat digunakan.
Sementara itu, Penny Kusumastuti Lukito, Kepala BPOM, menjelaskan bahwa pemberian izin penggunaan vaksin oleh otoritas obat pada masa pandemi COVID-19 dapat diberikan dalam bentuk Emergency Use Authorization (EUA). Vaksin yang diberikan harus didukung khasiat dan mutu yang cukup memadai.
“Setelah pemberian EUA ini juga tetap harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap khasiat dan keamanan vaksin dalam jangka waktu yang lebih panjang. Syarat pemberian EUA adalah vaksin harus memiliki data uji klinik 1 dan 2 secara lengkap, serta data interim uji klinik 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan vaksin,” papar Penny saat konferensi pers pada 8 Januari 2021 lalu.
Lucia Rizka Andalusia, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari BPOM, menyampaikan bahwa uji klinik fase 3 yang dilakukan saat ini akan memasuki finalisasi laporan interim analisis, yaitu laporan per tiga bulan pasca penyuntikan uji klinik fase 3. Inilah yang akan menjadi dasar untuk pengajuan mendapatkan EUA. Artinya, vaksin tersebut sudah dinyatakan layak digunakan dari segi keamanan dan juga sudah memberikan efek untuk memproteksi atau kekebalan dalam tubuh orang yang medapatkan.
“Saat ini, BPOM sedang menunggu para peneliti melakukan finalisasi laporan interim analisis. Begitu selesai, BPOM akan segera me-review. Kami juga sudah melakukan evaluasi terhadap data yang sudah masuk sebelumnya (rolling submission),” ujar Lucia kepada CNN Indonesia pada 6 Januari 2020.
Data sebelumnya yang dimaksud meliputi pelaksanaan uji pre klinik fase 1 dan fase 2. Pada fase tersebut, sudah terlihat apakah vaksin tersebut dapat membentuk antibodi untuk membuat kekebalan dalam tubuh. Selanjutnya, juga harus diuji apakah antibodi tersebut dapat melawan virus COVID-19 atau tidak.
“Selain itu, kami juga mengikuti standar dari WHO yang menetapkan standar minimum interim analasis fase 3 dengan pemantauan tiga bulan. Hal ini sama dengan vaksin lain yang sudah mendapatkan EUA lebih dahulu. Karena itu, memang BPOM harus menunggu sampai mendapatkan data tiga bulan tersebut,” kata Lucia.
Sampai saat ini, Pemerintah telah melakukan distribusi vaksin COVID-19 ke beberapa daerah di Indonesia. Hal ini merupakan upaya Pemerintah untuk mempercepat proses penyiapan vaksin di daerah. Meski distribusi sudah dilakukan, tetapi untuk penyuntikan tetap harus menunggu EUA dari BPOM.
Penetapan Kehalalan Vaksin
Komisi Fatwa menetapkan kehalalan ini setelah sebelumnya mengkaji mendalam laporan hasil audit dari tim auditor LPPOM MUI dan MUI. Tim tersebut terdiri dari Komisi Fatwa MUI Pusat dan LPPOM MUI. Tim tersebut sebelumnya telah berpengalaman dalam proses audit Vaksin MR dan vaksin-vaksin lainnya.
Tim itu sebelumnya tergabung dalam tim Kementerian Kesehatan, Biofarma, dan BPOM sejak bulan oktober 2020. Mereka bersama tim lain mengunjungi pabrik Sinovac dan mengaudit kehalalan vaksin di sana.
Sepulangnya ke Indonesia, tim masih menunggu beberapa dokumen yang kurang. Dokumen itu diterima secara lengkap oleh tim MUI pada Selasa (05/01) melalui surat elektronik. Pada hari yang sama, tim juga merampungkan audit lapangan di Biofarma yang nantinya akan memproduksi vaksin ini secara masal. Tim kemudian melaporkan hasil audit tersebut kepada Komisi Fatwa MUI Pusat untuk dilakukan kajian keagamaan menentukan kehalalan vaksin. (YN)
Sumber foto: SINDOnews.com