• Home
  • Berita
  • MUI dan IHW: Jangan Hapus Wajib Sertifikat Halal

JAKARTA — Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan halal sudah menjadi gaya hidup masyarakat. Masyarakat dikatakan Kyai Cholil sudah nyaman dengan halal.

“Masyarakat kita ini sudah nyaman dengan halal. Mereka sudah merasakan manfaatnya halal,” kata Kyai Cholil saat menyampaikan tausyiah pada acara tasyakuran milad ke-7 Indonesia Halal Watch (IHW), di Kantor IHW, Wisma Bumiputera Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah mengatakan kewajiban sertifikasi halal merupakan kesepakatan bangsa yang tertuang pada Undang-undang Jaminan Produk Halal (JPH).

“Perjalanan UU JPH ini panjang, 10 tahun di parlemen hingga ditetapkan kewajiban sertifikasi halal. Menjadi kesepakatan bangsa. Jadi, ketika ada pihak yang ingin menghapus kewajiban sertifikasi halal ini, maka ini bertentangan dengan kesepakatan bangsa,” kata Ikhsan.

Saat ini masyarakat terusik dengan beredarnya draf RUU Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja yang berisi penghapusan kewajiban sertifikasi halal dalam UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Menurut Kyai Cholil, beredarnya draf ini ditentang oleh masyarakat. Kyai Cholil meminta agar pemerintah tidak melawan kehendak rakyat.

“Masyarakat membutuhkan sertifikasi halal. Orang marah dan jengkel kalau sampai dihapus. Oleh karena itu, pemerintah atau DPR jangan pernah berpikir untuk menghapus UU yang telah disahkan untuk kewajiban sertifikasi halal,” kata Kyai Cholil. 

Beredarnya draf ini tidak diketahui sumbernya. Ikhsan yang juga pengacara publik sempat melakukan pengecekan ke sesama advokat dan unsur terkait draf ini. Dari pengecekan ini diketahui bahwa tidak ada penghapusan pasal kewajiban registrasi halal suatu produk dalam UU JPH.

Ikhsan meminta agar media tidak provokatif dengan memberitakan draf Omnibus Law yang tidak jelas sumbernya tersebut.

“Ternyata tidak ada penghapusan Pasal 4 UU JPH. Media jangan provokatif tapi sebaiknya membangun. Tidak ada satu kata dalam draft bahwa sertifikasi halal itu dicabut,” tegas Ikhsan.

Meski begitu, Kyai Cholil setuju jika pada Omnibus Law tersebut mempermudah proses sertifikasi halal. “Seperti apa yang disampaikan Kyai Ma’ruf (Wakil Presiden), kita bukan menghapus, tetapi mempermudah. Kalau itu tujuan untuk investasi dan menciptakan lapangan kerja adalah dengan cara mempermudah cara sertifikasi,” ujar Kyai Cholil.

Pada kesempatan ini, Kyai Cholil juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan subsidi biaya sertifikasi halal bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “UMKM harus disubsidi pemerintah. Jangan disamakan pengusaha yang sudah survive dengan pengusaha yang masih kecil,” tegas Kyai Cholil.

Sementara itu, Ikhsan menyarankan agar pemerintah tidak menggratiskan biaya sertifikasi halal untuk UMKM. “Saya tidak setuju menggratiskan. Jangan gratis, sebaiknya tetap dikenakan biaya. Hal ini agar pelaku usaha menghargai dan tetap memelihara sistem jaminan halal, setelah sertifikat halal terbit,” ujar Ikhsan.

Selain itu, jika digratiskan 100 persen maka ini dapat membebani negara. Saat ini jumlah produk UMKM yang belum sertifikasi halal ada 1,6 juta produk yang dibagi 5 tahun. Berarti ada 320 ribu produk UKM yang harus dibiayai.

Dengan biaya sertifikasi halal Rp 2 juta dikalikan 320 produk maka negara harus menyediakan dana Rp 640 miliar per tahun. Nilai ini tentu sangat memberatkan keuangan negara. (IBN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.