Untuk mendukung terwujudnya kawasan wisata halal di berbagai daerah di Indonesia, LPPOM MUI melalui jaringannya di seluruh provinsi memetakan berbagai program. Tujuannya, agar produk makanan dan minuman di daerah tujuan wisata benar-benar terjamin kehalalannya.
Penataan beberapa destinasi wisata unggulan di Indonesia terus dilakukan oleh pemerintah bersama dengan para pemangku kepentingan. Bahkan, untuk lebih meningkatkan kualitas dan peran serta berbagai pihak, pemerintah melalui Kementerian Pariwisata telah merancang standar Indonesia Moslem Travelers Index (IMTI).
Ketua Tim Percepatan Pariwisata Halal, Kementerian Pariwisata, Anang Sutono menjelaskan bahwa penerapan standar IMTI kepada destinasi wisata halal di Indonesia bertujuan sebagai pemantik semangat daerah-daerah di Indonesia untuk terus konsisten mengembangkan wisata halal. “Karena wisata halal adalah sebuah keniscayaan dan Indonesia punya potensi besar di bidang ini,” tutur Anang.
Pada pertemuan ini, sebanyak 16 pemimpin daerah yang termasuk dalam destinasi wisata unggulan dan Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Kemenpar Ni Wayan Giri Adnyani menandatangani Memorendum of Understanding (MoU). Langkah ini diambil sebagai bukti dari komitmen para pemimpin daerah tersebut untuk mengembangkan wisata halal di daerah mereka masing-masing.
Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar Lokot Ahmad Enda Siregar menjelaskan bahwa konsep wisata halal dimaksudkan agar para wisatawan merasa nyaman dalam memenuhi kebutuhan mereka dalam berwisata. “Kita ingin Danau Toba menjadi destinasi wisata dunia yang ramah buat siapa saja. Dan bisa dinikmati siapa saja,” kata Lokot saat membuka pelatihan pengembangan wisata kuliner di wilayah Danau Toba, Tapanuli Utara, beberapa waktu lalu.
Lokot menambahkan, Danau Toba harus menjadi destinasi wisata kelas dunia, dan karenanya harus terbuka buat wisatawan mancanegara dari mana saja. Fasilitas yang dimiliki harus lengkap dan merangkul semua. Itu jadi salah satu syarat untuk membuat betah wisatawan,” tukasnya.
Menurut Lokot, mayoritas wisatawan yang datang ke Sumatera Utara dan Danau Toba berasal dari Malaysia. Penerbangan internasional ke Bandara Silangit pun terhubung ke KL (Kuala Lumpur). Karena itu, Danau Toba harus menjadi destinasi wisata yang muslim friendly. “Kita juga ingin Danau Toba menjadi destinasi yang ramah buat semua wisatawan. Termasuk buat wisatawan muslim. Jadi saya minta tidak ada salah pengertian. Kemenpar ingin mengembangkan wisata belanja dan kuliner di Danau Toba. Dan kita ingin hal itu juga muslim friendly. Dan itu juga penting,” kata Lokot, sambil mewanti-wanti, jangan sampai wisatawan muslim yang ada di Samosir misalnya, harus ke Parapat untuk mencari makan.
Seperti diketahui, Danau Toba adalah destinasi super prioritas, bersama Labuan Bajo, Borobudur (Yogyakarta) dan Mandalika. Sampai tahun 2024 empat kawasan wisata tersebut merupakan kawasan wisata super prioritas yang harus terus dikembangkan.
Keterlibatan LPPOM MUI
Untuk mempercepat program pengembangan tersebut, Kemenpar menggandeng LPPOM MUI sebagai lembaga halal yang akan memberikan bimbingan, pelatihan sekaligus melakukan sertifikasi halal.
Wakil Direktur LPPOM MUI Osmena Gunawan menyatakan, dalam mengembangkan wisata halal atau pengelolaan wisata yang membuat wisatawan muslim merasa nyaman, Indonesia jauh tertinggal dengan negara-negara lain seperti Vietnam, Thailand, Korea, dan Jepang. Negara-negara tersebut telah menggarap sektor wisata halal dengan sangat baik. “Mereka memandang, wisata halal memang sangat menguntungkan dari sisi bisnis. Sebab, selain sangat dibutuhkan oleh wisatawan muslim, makanan dan minuman halal sebenarnya juga baik buat seluruh masyarakat, termasuk yang bukan pemeluk Agama Islam,” ujar Osmena.
Meski mengakui terlambat, Osmena mengapresiasi langkah pemerintah yang dalam beberapa tahun terakhir sangat gencar menggarap sektor wisata, termasuk wisata halal. “LPPOM MUI akan terus mengawal program ini, karena dampaknya sangat bagus baik bagi masyarakat pelaku usaha di sektor wisata maupun bagi pemasukan devisa negara,” tambahnya.
Komitmen serupa juga disampaikan oleh pimpinan LPPOM MUI di berbagai wilayah di Indonesia. “Makanan dan minuman merupakan komponen utama di bisnis wisata. Itulah sebabnya, perlu dilakukan edukasi dan promosi yang berkesinambungan agar pihak pengelola wisata dan perhotelan mengadopsi konsep wisata halal, dengan menyediakan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya,” tukas Direktur LPPOM MUI DIY Prof. Dr. Ir. H. Trijoko Wisnu Murti, DEA.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia, Jogja memang pantas dikembangkan sebagai destinasi wisata halal. “LPPOM MUI DIY yang menangani bidang sertifikasi halal untuk resto, makanan, minuman, dan fasilitas penunjang lainnya sudah memulai langkah perintisan sejak beberapa tahun lalu,” ujar Trijoko.
Osmena Gunawan menyatakan, dalam mendukung program wisata halal, ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Pertama adalah pembekalan dan sosialisasi terhadap para pelaku usaha kuliner tentang pentingnya produk halal. Kedua, tersedianya fasilitas penginapan atau hotel yang berkonsep syariah.
Khusus untuk kuliner, pendekatannya lebih kepada demi kepentingan bisnis mereka, bahwa dengan mengantongi sertifikat halal MUI maka produk yang mereka jajakan akan semakin diminati konsumen. Sebab, setiap wisatawan muslim pasti membutuhkan makanan, minuman dan sarana pendukung yang halal. Upaya tersebut, tambah Osmena, harus terus-menerus dilakukan, baik dalam bentuk seminar, pelatihan, maupun sarana sosialisasi dan edukasi lainnya.
Langkah berikutnya adalah memetakan sektor bisnis yang perlu dilakukan sertifikasi halal, yakni kuliner yang selama ini menjadi unggulan di setiap daerah tujuan wisata. Di Jogja, misalnya, kuliner yang paling popular adalah gudeg dan bakpia. Oleh karena itu, sasaran sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI adalah produk gudeg dan bakpia.
Dengan melakukan berbagai pendekatan tersebut, Osmena menegaskan bahwa upaya untuk lebih meningkatkan keberadaan kawasan wisata halal di berbagai daerah bakal segera tercapai. “Dunia sudah mengenal akan keindahan Indonesia. Tinggal kita mengolah dan menyajikannya dengan baik,” kata Osmena. (***)