Kosmetika merupakan perlengkapan yang tidak dapat dipisah dari kehidupan perempuan dan kesehatan kulit. Baik sifatnya kosmetika yang berfungsi untuk perawatan maupun untuk mempercantik penampilan. Itu sebabnya sebagai konsumen, perempuan dituntut cerdas dalam memilih produk kosmetika yang berkualitas. Mengingat Islam sebagai agama yang diyakini, kosmetika yang berkualitas berarti tidak cukup yang berasal dari bahan alami saja. Namun, halal atau tidaknya sebuah produk juga tidak kalah penting untuk diketahui. Lalu seperti apa caranya untuk memilih kosmetika halal
1. Menggunakan produk kosmetika yang dijamin halal
Periksa logo halal diluar kemasannya ketika ingin membeli sebuah produk kosmetika. Pastikan berlogo halal MUI. Dengan adanya logo ini, maka produk tersebut telah dilakukan pemeriksaan dan penelitian oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sehingga dipastikan terbebas kontaminasi dari bahan najis atau non halal. Saat ini, sudah banyak kosmetika yang telah bersertifikat halal MUI.
2. Memperhatikan Komposisi Bahan Utama
Tidak ada cara mudah untuk membedakan halal dan nonhalal. Bahan-bahan turunan yang digunakan sudah sedemikian kompleks, sehingga selain bahan halal dan nonhalal, ada bahan-bahan yang dikategorikan sebagai mashbooh, atau perlu ditelusuri lebih lanjut (questionable). Namun, secara umum bahan utama dari tumbuhan atau Botanical ingedient, (herbs, roots, flowers, fruits, leaves, seeds) secara natural adalah halal, kecuali yang telah tercampur dengan enzim dari hewan.
3. Tidak selamanya produk 100% alami itu halal
Produk yang diklaim 100% berasal dari bahan alami, juga tidak menjamin kehalalan produk tersebut, karena ekstrak hewan juga termasuk alami. Terlebih, sekarang produsen kosmetika semakin lihai menggunakan istilah tersembunyi, seperti “protein”, untuk menggantikan “plasenta”. Berikut ini beberapa nama teknis dan nama paten yang biasa terdapat dalam komposisi kosmetika. Secara umum bahan-bahan ini dikategorikan mashbooh, karena biasanya berasal dari hewan; allantoin (alantoin), asam amino, cholesterol, kolagen, colours/dye, cystine (sistina), elastine, gelatine (gelatin), glycerine (gliserin), hyaluronic acid (asam hialuronat), hydrolysed animal protein, keratin, lanolin, lypids, oleic acid (asam oleat), stearic acid (asam stearat), stearyl alcohol, tallow (lemak hewan), vitamin A.
4. Bersertifikat legal
Pilihlah produk kosmetika yang legal, hal ini ditunjukkan dengan dicantumkannya nomor pendaftaran di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kode pendaftaran untuk produk kosmetika lokal adalah CD, sedangkan untuk produk impor memiliki kode CL
5. Memperhatikan nama dan alamat produsen
Nama dan alamat jelas produsen harus jelas tercantum dalam label kemasan yang mengindikasikan mudahnya akses bagi konsumen untuk memperoleh informasi lanjutan mengenai produk bersangkutan. Termasuk mempertanyakan halal tidaknya produk yang mereka produksi.
6. Hindari produk yang komposisinya terindikasi non-halal
Walaupun pada dasarnya kosmetika dan produk perawatan tubuh sifatnya berbeda dengan makanan (tidak masuk ke dalam tubuh secara langsung), namun hukumnya tetap non halal (mashbooh/haram). Terutama produk perawatan kulit seperti serum atau pelembap, karena 60 persen produk tersebut bekerja pada kulit dan masuk ke aliran darah. Apabila produk tersebut mengandung alkohol, gliserin yang berasal dari hewan, atau bahan kimia berbahaya, maka bahan-bahan tersebut akan terserap ke dalam tubuh.
Tetapi ada juga yang bersifat melapisi bagian luar kulit, sehingga mungkin tidak terserap ke dalam tubuh, dan perlakuannya tetap sama. Bahan yang sebaiknya dihindari (telah dinyatakan haram oleh LPPOM MUI) adalah Sodium Heparin dan Plasenta. Sodium heparin berasal dari babi, sedangkan plasenta biasanya berasal dari manusia, kambing atau sapi.
Sumber: Hery Sucipto & Fitria Andayani. 2014. Wisata Syariah : Karakter, Potensi, Prospek dan Tantangannya. Jakarta (ID): PT Grafindo Media Pratama.