Oleh:

– Dr. Ir. Muslich, M.Si

   Direktur Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI

– Irma Rosiana Elisabeth, S.Si

  Product & Process Development Assistant Manager LPPOM MUI

Pada era digital saat ini, internet rasanya sudah sangat mudah diakses dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam mendapatkan informasi terkait status kehalalan suatu produk melalui media sosial. Memeriksa kebenaran informasi tersbeut menjadi tantangan tersendiri, termasuk memeriksa keabsahan informasi terkait dengan kandungan babi dalam suatu produk.

Akhir-akhir ini banyak pembahasan di media sosial berkaitan dengan kata-kata yang berarti daging babi pada label produk pangan asal Korea Selatan. Beberapa akun di Instagram membahas keharaman suatu produk karena adanya informasi pada label tersebut. Namun, apakah hal ini tepat untuk menjustifikasi kehalalan suatu produk berdasarkan informasi tersebut? Dalam artikel ini akan dibahas asal usul tercantumnya daging babi pada label produk pangan asal Korea Selatan.

Di Indonesia label pangan olahan diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018. Bila di Indonesia ada BPOM, badan yang berotoritas untuk mengatur label di Korea adalah Ministry of Food and Drug Safety (MFDS). MFDS saat ini menetapkan standar untuk pelabelan pangan No. 2016-45, 13 Juni 2016. Standar ini menjadi acuan bagi produsen pangan di Korea.

MFDS mempersyaratkan label pangan harus dapat memuat informasi seperti nama produk, jenis produk, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor, tanggal produksi, keterangan kedaluwarsa, daftar bahan yang digunakan dan sebagainya. Selain informasi tersebut, alergen menjadi hal yang penting untuk dicantumkan dalam label pangan, karena dapat menimbulkan reaksi imunitas bila dikonsumsi oleh konsumen yang alergi terhadap bahan pangan tertentu. Reaksi imunitas ini dapat bergejala ringan seperti gatal-gatal pada kulit namun dapat juga bergejala serius seperti penyempitan saluran pernafasan, bahkan menyebabkan kematian.

Regulasi alergen antara suatu negara dengan negara lain dapat berbeda, bila kita bandingkan antara Indonesia dan Korea. Indonesia menetapkan bahan yang termasuk alergen adalah serealia yang mengandung gluten (gandum, rye, barley, oats, spelt, atau strain hibrida), telur, ikan, krustase (udang, lobster, kepiting, tiram), moluska (kerang, bekicot, atau siput laut), kacang tanah, kedelai, susu (termasuk laktosa); kacang pohon (tree nuts) termasuk kacang kenari, almond, hazelnut, walnut, kacang pecan, kacang Brazil, kacang pistachio, kacang Macadamia atau kacang Queensland, kacang mede, dan sulfit dengan kandungan paling sedikit 10 mg/kg. Namun demikian, di Korea selain bahan-bahan tersebut, daging babi, daging ayam, daging sapi, gurita, buah tomat dan buah peach juga dikategorikan sebagai alergen (MFDS 2016).

Oleh karena daging babi menjadi salah satu bahan alergen, maka penulis akan membahas lebih lanjut bagaimana regulasi di Korea mengatur deklarasi daging babi pada label produk pangan di Korea. Secara umum, dasar penetapan label alergen dapat dibagi dua.

Pelabelan Alergen Bila Pangan Mengandung Bahan Alergen

Berdasarkan standar pelabelan produk dari MFDS No. 2016-45, 13 Juni 2016, bila:

a. Alergen digunakan sebagai bahan,

b. Bahan merupakan hasil ekstraksi dari bahan alergen yang diatur,

c. Menggunakan bahan tambahan pangan yang mengandung bahan alergen dengan kondisi seperti yang dijelaskan dalam point A dan B.

Maka pada label harus dibuat area/kotak khusus dengan warna latar belakang berbeda, yang berdekatan dengan daftar bahan berisi informasi misalnya “contain eggs, pork, milk, shrimp, ….” contohnya pada label berikut ini:

Bila konsumen menemukan label seperti Gambar 1, yaitu dalam daftar bahan terdapat satu baris berwarna kuning. Konsumen harus berhati-hati karena terdapat kata-kata (berarti contain atau mengandung)

(berarti daging babi). Kalaupun jenis produk seperti ini masuk ke pasar Indonesia maka BPOM akan mempersyaratkan produsen untuk menggunakan symbol, seperti:

Pelabelan Alergen sebagai Pernyataan Kehati-Hatian

(Precautionary Alergen Labelling – PAL)

Produk Korea melalui standar pelabelan produk oleh MFDS No. 2016-45, 13 Juni 2016, juga menggunakan sistem Precautionary Allergen Labelling (PAL) dalam deklarasi alergen pada label pangan. Pertimbangan adanya kebijakan PAL ini adalah sebagai upaya kehati-hatian karena pangan bisa terkontaminasi dengan sisa pangan yang mengandung alergen di banyak titik di sepanjang rantai makanan seperti dari pekerja, peralatan, lini produksi, penyimpanan bahan, dan sebagainya.

Bentuk dari pernyataaan PAL pada label sangat bervariasi seperti pada gambar 2. Namun umumnya menggunakan 3 istilah yaitu: “may contain…” (mungkin mengandung …), “produced on shared equipment…” (diproduksi di fasilitas yang sama …) dan “made in the same factory as…” (diproduksi di pabrik yang sama dengan…) (Allen et al 2014).

Namun demikian, yang perlu dikritisi, pada banyak kasus, produsen tidak melakukan penilaian risiko yang komprehensif untuk menggunakan pernyataan PAL pada label pangan. Misalnya, bila di pabrik suatu produsen memang mengandung bahan turunan babi, maka untuk mencantumkan pernyataan PAL pada label sebaiknya dilakukan penilaian risiko untuk mengukur peluang kontaminasi terhadap produk lain.

Berikut ini hasil wawancara dengan beberapa produsen di Korea yang menggunakan keterangan “mungkin mengandung/diproduksi di pabrik yang sama dengan produk mengandung daging babi” pada label kemasannya.

1. Terdapat bahan turunan babi yang digunakan untuk produk lain yang diproduksi di pabrik yang sama, walaupun dapat dipastikan diproduksi di lini fasilitas yang berbeda dan tidak ada kontaminasi silang,

2. Terdapat bahan saus dengan rasa gurih (savoury), walaupun bahan tersebut tidak mengandung bahan turunan babi.

Menurut (Allen et al 2014) sebagian besar makanan dengan label PAL tidak mengandung bukti kontaminasi alergen termasuk babi. Alih-alih PAL dilakukan untuk menyampaikan risiko kontaminasi silang alergen, dalam praktiknya penggunaan PAL menimbulkan ketidakpastian dan ambiguitas informasi bagi konsumen.

Hal ini menjadi isu yang cukup meresahkan bagi masyarakat dengan populasi mayoritas muslim seperti Indonesia, ketika media sosial membahas label bertuliskan

tanpa dijelaskan lebih lanjut bahwa pencantuman alergen (termasuk daging babi) dalam produk Korea tidak hanya bila produk menggunakan bahan babi namun juga ada regulasi PAL yang belum pasti menginformasikan apakah pangan secara pasti mengandung daging babi atau tidak.

Dalam konteks produk pangan olahan Korea yang telah disertifikasi halal, aspek peluang kontaminasi silang pasti sudah dicermati oleh auditor yang mengaudit produsen pangan tersebut. Dalam sertifikasi halal MUI produsen wajib mengimplementasikan 11 kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) yang akan dinilai oleh auditor ketika audit dilaksanakan.

Salah satu fungsi implementasi SJH adalah mencegah peluang kontaminasi silang antara produk yang disertifikasi halal dan yang tidak disertifikasi halal, bila produsen tidak mensertifikasi halal seluruh produk dalam satu lokasi.

Hal ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1) memastikan lini produksi dan peralatan pendukung yang kontak langsung dengan bahan/produk halal terpisah dengan produk mengandung turunan babi, demikian juga peralatan pendukung yang digunakan; serta 2) memastikan karyawan yang bekerja tidak menjadi sumber kontaminasi produk.

Selain itu, konsumen juga dapat mengidentifikasi kehalalan suatu produk sendiri dengan cara memperhatikan label pangan yang sudah dievaluasi oleh BPOM serta memperhatikan logo halal sebelum mengonsumsi suatu produk. (***)

Sumber: 

– Allen KJ et al. 2014. Precautionary labelling of foods for alergen content: are we ready for a global framework. World Allergy Organization Journal. 7:10 http://www.waojournal.org/content/7/1/10

– Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan

– Food Labelling Standard Public Announcement No. 2016-45 by the Ministry of Food and Drug Safety (MFDS)

Sumber Foto : IG @halalkoreamall

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.