Diasuh oleh: Dr. KH. Maulana Hasanuddin, M.A. (Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat); dan Drs.H. Sholahudin Al-Aiyubi, M.Si. (Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat).

Berdasarkan penelusuran HalalMUI, di beberapa tempat/daerah ada orang yang memanfaatkan daun ganja untuk bumbu masakan khas daerah tersebut. Dan memang masakan itu terasa lebih lezat dibandingkan kalau tidak menggunakan daun ganja. Namun, ada pula yang melarang penggunaan ganja itu secara total. Bahkan sering ada operasi oleh aparat untuk mencegah pengiriman ganja dari satu daerah ke daerah lain.

Lantas, bagaimana hukum memanfaatkan ganja? Berikut ulasan HalalMUI.

Pada dasarnya, semua Mazru’at, tumbuh-tumbuhan atau produk nabati yang ada di bumi itu halal dan boleh dimanfaatkan. Perhatikanlah makna ayat berikut: “Dan Dia (Allah) telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. 45: 13).

Tuntunan ayat semacam ini diulang beberapa kali di dalam Al-Qur’an. Di antaranya:

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu semuanya…” (QS. 2: 29).

“Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi…” (QS. 22: 65).

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)-mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS. 31: 20).

Kecuali kalau mengandung Khobaits, keburukan atau bahaya. Perhatikanlah pula makna ayat Al-Qur’an: “…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (QS. Al-A’raaf [7]:157).

Secara nash, juga tidak ada ketetapan atau larangan penggunaan daun ganja (Cannabis sativa syn., Cannabis indica). Karenanya, penggunaan daun ganja untuk bumbu masak tradisional, seperti banyak dipakai di beberapa daerah Indonesia, itu diperbolehkan. Sama halnya daun bumbu yang lain, misalnya daun salam, daun pandan, seledri, sereh, dan lain-lain. Digunakan sebagai bumbu masak juga relatif dengan takaran-dosis yang sangat kecil. Tapi kalau berlebihan sehingga menimbulkan bahaya, tentu terlarang. Di sini berlaku kaidah: semua yang berlebihan dan membahayakan itu, terlarang: “…Makan dan minumlah (kalian), tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 7: 31). Makan nasi juga, kalau sampai berlebihan, sehingga berdampak membahayakan kesehatan, tentu dilarang. Sesuai dengan Maqashid Asy-Syariah (tujuan ketetapan Syariah), di antaranya ialah Hifzhun-Nafs. Memelihara diri atau jiwa manusia, agar terhindar dari bahaya. (HalalMUI)

Disalah-gunakan

Selanjutnya, HalalMUI juga merangkum pemanfaatan daun ganja. Apabila disalah-gunakan, hukum daun ganja menjadi terlarang. Umpamanya, kalau daun ganja itu dilinting, lalu dibakar dan diisap seperti rokok, maka itu merupakan bentuk penyalah-gunaan yang dilarang. Karena dapat menimbulkan efek yang membahayakan. Sebagai Qiyash atau analogi yang sederhana: pisau atau golok dipakai untuk memotong sayuran di dapur, atau untuk menyembelih ayam, itu diperbolehkan. Tetapi kalau dipakai untuk mengancam dan merampok, maka hukumnya jadi terlarang. Apalagi penggunaan ganja untuk diisap sebagai rokok, misalnya, biasanya sangat berlebihan, sehingga membuat pemakai menjadi mabuk, hilang ingatan dan merusak akal.

Dalam hukum Islam sangat jelas kaidahnya; “Laa dhoror walaa dhiror” (tidak boleh menimbulkan atau menyebabkan bahaya bagi diri sendiri, dan tidak boleh pula membahayakan orang lain). Juga kaidah: “Adh-dhororu yuzal” (bahaya itu harus dihilangkan). Kaidah ini menjadi landasan utama untuk kemaslahatan bersama dalam kehidupan. Secara garis besar, Kaidah Fiqhiyyah ini melarang segala perbuatan yang mendatangkan Mudharat/Bahaya tanpa alasan yang benar.

Dari sini maka dapat dipahami, beda penggunaan, makan akan berbeda pula dampaknya, dan dengan demikian berbeda pula ketetapan hukumnya. Sebagai contoh perbandingan lagi, penggunaan narkotika atau morfin, dalam kedokteran itu diperbolehkan. Misalnya dalam tindakan operasi, untuk membius pasien agartidak merasa sakit saat dioperasi. Tetapi kalau untuk mabuk-mabukan, maka hukumnya menjadi haram. Dalam hal ini termasuk kategori penyalah-gunaan narkotika, dan hukumnya jelas haram.

Sedangkan ketetapan pemerintah melarang penggunaan ganja secara umum, maka dalam Kaidah Fiqhiyyah, hal itu dapat diketegorikan sebagai Saddudz-dzari’ah, tindakan preventif. Yakni mencegah keburukan, atau menutup pintu-peluang kemungkinan agar tidak menyerempet dan melangkah kepada perbuatan dosa yang dilarang/diharamkan dalam agama. Hal ini juga sesuai dengan Kaidah Fiqhiyyah yang telah disebutkan, yakni bahwa kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya itu harus dihilangkan. (HalalMUI)

Wallahu a’lam.

Sumber: Jurnal Halal 112

(Untuk pemesanan Jurnal Halal lainnya, bisa klik: bit.ly/OrderJurnalHalal)

(HalalMUI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.