Sektor wisata adalah salah satu penggerak utama perekonomian di Yogyakarta. Selain sebagai kota pelajar, kota ini juga merupakan destinasi utama bagi wisatawan asing maupun domestik. Bagaimana Daerah Istimewa Yogyakarta mempersiapkan diri menuju kota wisata halal terkemuka?

Ada dua hal yang paling menonjol di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pertama, banyaknya pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang menuntut ilmu di kota tersebut. Kedua, eksotika daerahnya yang selalu menggoda para wisatawan, baik wisata budaya maupun wisata alam.

Berdasarkan rangkuman HalalMUI, dua alasan itu pula yang membuat Jogja kerap dikunjungi banyak orang, baik sebagai wisatawan maupun sebagai mahasiswa. Data dari Dinas Pariwisata Provinsi DIY mencatat,  hingga akhir tahun 2017 lalu, terdapat 4,7 juta wisatawawan domestik berkunjung ke Yogyakarta atau yang sering disebut Jogja.

Sedangkan untuk wisatawan asing jumlahnya mencapai 397.000 orang.  Jumlah tersebut melampauai target 4,5 juta untuk wisatawan domestik dan 387.000 wisatawan asing. Dari sisi pendapatan, kontribusi dari wisatawan domestik mencapai Rp 7,2 triliun,  sedangkan wisatawan mancanegara menyumbang sekitar Rp 3,2 triliun.

Melihat potensi itu, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) pun mendorong agar DIY  melebarkan sayap melalui pengembangan wisata wisata halal. Langkah ini untuk mengimbangi pengembangan ekonomi syariah yang ada saat ini, yang terkesan hanya terkonsentrasi melalui pengembangan lembaga keuangan syariah. Padahal, ekonomi syariah juga dapat dikembangkan melalui sektor wisata halal.

Aneka Obyek Wisata

Selama ini Jogja memang sudah dikenal sebagai destinasi utama wisata di Indonesia.  Budaya dan alam yang ada di Jogja sangat menarik wisatawan. Begitu pun aneka kuliner khas di daerah itu seperti gudeg, bakpia, dan makanan lainnya. Sektor budaya, alam, dan kuliner khas itulah yang kini sedang digarap oleh pemerintah Provinsi DIY.  

Berdasarkan rangkuman HalalMUI dari Merdeka.com, saat ini setidaknya ada 32 destinasi wisata alam unggulan di Jogja yang layak dikunjungi. Misalnya, The World Landmark Merapi Park. Ini adalah surga spot selfie kekinian yang berada di kilometer 25 Jalan Kaliurang, Desa Pakembinagun, Kabupaten Sleman. Di sini ada berbagai miniatur landmark dari seluruh dunia, termasuk Menara Eiffel.

Ada pula Jogja Bay Waterpark. Ini adalah kompleks wahana air di atas lahan seluas 7,7 hektare yang mengusung konsep bajak laut. Selain berbagai wahana air, di sini juga diselenggarakan pertunjukan bertema bajak laut. Berfoto dengan latar kapal bajak laut, menjadi hal yang sering dilakukan wisatawan di sini.

Bagi yang suka alam terbuka, di Jogja ada Kebun The Nglinggo, berlokasi di daerah Samigaluh, tepatnya di Dusun Nglinggo, Desa Pagerharjo, Kulon Progo. Katanya dulu pernah menjadi salah satu markas Pangeran Diponegoro, tetapi sekarang sudah berubah fungsi menjadi perkebunan dan tempat wisata.

Atau ke Tebing Breksi. Sesuai namanya, di daerah Tebing Breksi kita bisa menikmati keindahan tebing berukir yang sangat fotogenik. Relief-relief yang menghias tebing memang baru dibuat. Tetapi tebing batuan breksinya sendiri terbentuk sejak jutaan tahun yang lalu. Sedangkan yang menyukai pantai, bisa menikmati keindahan tiga pantai sekaligus, yakni pantai Krakal, Baron dan pantai Kukup, yang berada dalam satu deret.

Peran LPPOM MUI

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) DIY Prof. Dr. Ir. H. Trijoko Wisnu Murti, DEA, mengatakan, sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia, Jogja memang pantas dikembangkan sebagai destinasi wisata halal.  “LPPOM MUI DIY yang menangani bidang sertifikasi halal untuk resto, makanan, minuman, dan fasilitas penunjang lainnya sudah memulai langkah perintisan sejak beberapa tahun lalu,” ujar Trijoko kepada HalalMUI.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh LPPOM MUI DIY terkait wisata halal di Jogja. Pertama adalah pembekalan dan sosialisasi terhadap para pelaku usaha kuliner di Jogja tentang pentingnya produk halal. Kedua, tersedianya fasilitas penginapan atau hotel yang berkonsep syariah.

Khusus untuk kuliner, “Pendekatannya lebih kepada demi kepentingan bisnis mereka, bahwa dengan mengantongi sertifikat halal MUI maka produk yang mereka jajakan akan semakin diminati konsumen,” katanya. Upaya tersebut terus menerus dilakukan, baik dalam bentuk seminar, pelatihan maupun sarana sosialisasi dan edukasi lainnya. Misalnya penyelenggaraan Halal Bussiness  Gathering diikuti oleh 108 peserta dari para pengusaha.

Langkah berikutnya adalah memetakan sektor bisnis yang perlu dilakukan sertifikasi halal, yakni kuliner yang selama ini menjadi unggulan di Jogja. Di daerah ini, kuliner yang paling popular adalah gudeg dan bakpia. Oleh karena itu, sasaran sertifikasi halal yang dilakukan LPPOM MUI DIY adalah produk gudeg dan bakpia. Kini, ratusan pengusaha gudeg dan bakpia di Jogja sudah mengantongi sertifikat HalalMUI.

Kini, untuk menikmati kuliner halal di Jogja memang relatif lebih mudah. Selain tersedia sentra-sentra kuliner dan jajanan khas, wisatwan di Jogja juga bisa dengan mudah menemukan gudeg atau bakpia di beberapa tempat di kota tersebut.

Di kawasan Wijilan, misalnya, terdapat aneka penjaja gudeg dari sejumlah pedagang gudeg terkenal di Jogja. Ada Gudeg Yu Djum, Bu Slamet, Bu Rini serta sederet nama penjual gudeg terkenal. Sedangkan untuk kelas resto yang lebih besar, ada Gudeg Bu Tjitro, yang produk gudeg kalengnya sudah diekspor ke sejumlah negara. Semuanya sudah mengantongi sertifikat HalalMUI.

Adapun jajanan sejenis bakpia, wisatawan bisa menemukan di beberapa tempat strategis seperti bandara, stasiun, maupun pusat oleh-oleh khas Jogja. Misalnya di sepanjang kawasan Janti, banyak terdapat penjual bakpia dan sejenisnya yang sebagian besar juga sudah bersertifikat halal.    

Setelah melakukan edukasi dan sertifikasi halal di bidang kuliner, tahap selanjutnya masuk ke sarana pendukung utama, yakni perhotelan. Seperti diketahui, tingkat kunjungan wisatawan ke Jogja relatif tinggi. Ada wisatawan nasional, ada juga wisatawan dari mancanegara.

Mereka butuh penginapan yang nyaman. Baik sebagai tempat beristirahat maupun dalam menjalankan peribadatan. “Penginapan merupakan komponen utama di bidang wisata. Itulah sebabnya, perlu dilakukan edukasi dan promosi yang berkesinambungan agar pihak pengelola hotel mengadopsi konsep wisata halal,” tukas Trijoko.

Hotel Bersertifikat Halal

Dalam penelusuran Jurnal Halal di Jogja beberapa waktu lalu, di kota ini memang telah ada sejumlah hotel yang menamakan diri sebagai hotel syariah. Namun, ketika HalalMUI menggali informasi lebih lanjut, beberapa pengelola hotel belum mengantongi sertifikat halal dari MUI, maupun fatwa syariah dari Dewan Syariah Nasional (DSN).

Adapun hotel yang telah memiliki sertifikat halal, tercatat hanya dua, yakni Hotel Cakra Kusuma Hotel, di Jalan Kaliurang Km 5 dan Hotel Grand Dafam Rohan, berlokasi dekat Bandara Adi Sucipto. 

Hotel Cakra Kusuma Hotel (bintang 3) secara resmi mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI DIY pada tanggal 24 Mei 2016.  Sertifikat halal yang diraih  Hotel Cakra Kusuma diperuntukkan bagi bahan-bahan dan proses pembuatan makanan pada 453 jenis makanan yang tersedia. Pihak Hotel Cakra Kusuma tertarik memperoleh sertifikasi halal, karena halal itu sehat dan menyehatkan. Dengan kelebihan ini membuat wisatawan Muslim tak perlu risau dalam memikirkan urusan sholat, mengaji, dan juga tak perlu khawatir karena semua makanan halal.

Adapun fasilitas yang tersedia di hotel tersebut, antara lain kitab suci Al-Qur’an di setiap sudut ruangan kamar dan penunjuk arah kiblat, kolam renang terpisah untuk laki laki dan perempuan, serta kelengkapan fasilitas untuk ibadah, seperti tempat sholat dan peralatannya, hingga tempat wudhu.

Hotel berikutnya adalah Grand Dafam Rohan, hotel bintang empat yang berlokasi di Jalan Janti-Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul, persis di depan Jogja Expo Center. Hotel ini tertarik mengurus sertifikat halal MUI halal untuk meyakinkan bahwa hotel tersebut telah memenuhi syarat halal.

Muhammad Rayhan Janitra, selaku Dewan Pengawas Syariah Hotel Grand Dafam Roha Jogja menjelaskan bahwa keputusan manajemen untuk masuk ke segmen hotel syariah didasarkan pada tren wisatawan di Jogja yang menghendaki kenyamanan. “Karena itu, sejak beberapa bulan yang lalu kami terus berkonsultasi dengan LPPOM MUI DIY untuk mengurus sertifikat halal MUI, dan alhamdulillah pada 26 April 2018 kami berhasil meraih sertifikat halal tersebut. Kami merupakan satu-satunya hotel bintang 4 di Jogja yang sudah bersertifikat halal,” kata Rayhan.

Tampilan Hotel Grand Dafam Rohan ini memang sedikit berbeda dengan hotel lain pada umumnya. Selain terlihat megah dan bersih, karena relatif baru, sejak di pelataran hotel sudah terlihat unsur Islaminya. Di depan hotel terdapat replika tugu Monumen Jogja Kembali, yang sangat meleganda. Di tugu tersebut terdapat kutipan kata mutiara dari sahabat Rasulullah, yakni Abu Bakar Asyiddiq: “Ya Allah letakkanlah dunia di tanganku, jangan Kau letakkan dunia di hatiku”.

Memasuki lobi, kesan Islami semakin menonjol. Selain disambut salam, pengunjung bisa melihat mushola di lobi hotel, yang berkapasitas 50 orang jamaah. Setiap memasuki waktu sholat, dari masjid tersebut berkumandang adzan. Masjid ini bisa dipergunakan untuk tamu dan karyawan. Di setiap kamar juga terdapat fasilitas untuk beribadah seperti mukena, sajadah, al-quran dan terdapat ruang wudhu. Ada pula tahajud call bagi tamu menginap yang hendak melaksanakan salat tahajud.

“Dengan konsep syariah, kami optimis Insyaallah akan semakin banyak tamu yang berkunjung ke hotel ini, dan Jogja bisa menjadi salah satu destinasi wisata halal unggulan di Indonesia,” ujar Rayhan.  

Meski sarat dengan nuansa Islami, hotel-hotel berkonsep syariah ternyata juga digemari oleh tamu yang bukan pemeluk Islam. Salah satunya adalah wisatawan asal India yang mengaku bernama Chand Khumar Sharma. Ia mengajak keluarganya menginap di Grand Dafam Rohan dan mengaku tidak terganggu dengan lantunan lagu-lagu Islami ataupun suara adzan. “Kami justru menikmati suasana dan kebersihan hotel ini,” ujarnya.   

Widyarini, pengamat wisata halal dari Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjelaskan, hotel syariah dipandang memberi kenyamanan kepada para tamu, termasuk yang bukan pemeluk Islam karena pada konsep tersebut terdapat ketentuan yang secara norma sosial juga sangat bagus.

Misalnya, melarang tamu berlainan jenis dalam satu kamar, kecuali bisa dibuktikan suami-istri atau kakak-beradik (muhrim). Juga tersedianya tempat untuk berolah raga (kolam renang, fitness centre) agar dibedakan untuk kaum laki-laki dan perempuan. Karyawan pun menggunakan busana muslim yang sopan dan rapi.  (FMS)

Sumber: Jurnal Halal No. 133

(Untuk pemesanan Jurnal Halal lainnya, bisa klik: bit.ly/OrderJurnalHalal)

(HalalMUI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.