Salah satu industri yang menuntut serba praktis adalah sektor makanan. Untuk mengolah makanan menjadi praktis dan tahan lama, berbagai pengemasan dilakukan agar makanan tersebut tetap awet dan dapat dikonsumsi dalam jangka waktu yang relatif lama.
Berdasarkan hasil penelusuran HalalMUI, buah kalengan merupakan satu di antara banyak makanan yang diolah dan dikemas dalam kaleng dengan tujuan agar kesegaran buah asli dapat bertahan lama. Dalam prosesnya, pengalengan buah dilakukan dalam wadah tertutup rapat dan disterilkan dengan cara dipanaskan. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik.
Metode yang dilakukan untuk pengalengan buah adalah metode konvensional, dimana bahan buah yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirup, larutan dan bahan lainnya).
Setelah dipanaskan, kemudian kalengnya ditutup rapat. Selanjutnya kaleng yang sudah ditutup rapat, dipanaskan pada suhu tinggi dalam dalam autoclave atau retort selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan dalam air dingin, dikeringkan, dan akhirnya diberi label.
Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial. Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetapi cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi.
Pada umumnya, buah kalengan tersusun dari berbagai bahan baku, di antaranya, buah asli, air, gula dan asam sitrat. Terkait bahan baku buah kalengan, Kepala Bidang Auditing Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM MUI), Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, M.Si., mengungkapkan perlunya diwaspadai aspek kehalalan pada bahan-bahan tersebut dengan memperhatikan titik kritis keharamannya. (HalalMUI)
Misalnya dalam hal jenis buah yang digunakan harus buah asli. Buah asli di sini dapat berbentuk buah utuh, maupun buah yang sudah dipotong-potong, dan jenisnya pun macam-macam, di antaranya : pepaya, nenas, labu siam, bengkuang, dan lain-lain. Pada buah asli ini tidak ada titik kritis haram yang perlu dikhawatirkan, karena bahan berasal dari nabati.
Kandungan berikutnya adalah air dan gula. Seperti diketahui, air termasuk dalam daftar bahan yang tidak kritis (masuk dalam positif list). Sedangkan gula, titik kritis haramnya adalah pada bahan-bahan penolong proses pembuatan gula.
Jika digunakan pemucat gula karbon aktif, maka harus dipastikan sumber bahan karbon aktifnya. Bahan karbon aktif disebut halal jika berasal dari batu bara atau nabati, misalnya kayu. Sedangkan jika karbon aktif dari tulang, maka harus dipastikan terlebih dahulu sumber tulangnya hewan apa dan cara penyembelihannya.
Pada pembuatan gula juga, kadang digunakan bahan penolong resin penukar ion. Untuk memastikannya, maka resin tidak menggunakan gelatin dari hewan haram sebagai dispersant agent.
Berikutnya adalah asam sitrat. Asam sitrat sering ditambahkan dalam buah kaleng. Asam sitrat adalah produk mikrobial, maka harus dipastikan media dan bahan penolong bukan berasal dari bahan haram dan najis.
Demikian ulasan dari HalalMUI tentang titik kritis keharaman buah dalam kaleng yang harus dicermati. Semoga bermanfaat.
(HalalMUI)