Oleh: Dr. KH. Asrorun Niam Sholeh, M.A.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. wb.
Seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat, ada sekelompok masyarakat dan rumah makan yang memanfaatkan bekicot sebagai salah satu menu untuk pangan. Dengan teknik tertentu mereka bisa mengolah bekicot darat yang semula berlendir dan mengandung racun menjadi masakan yang siap disantap.
Sebagai muslim, saya pribadi masih merasa jijik jika harus menyantap bekicot darat tersebut. Terlebih lagi, belum ada kejelasan mengenai kehalalannya. Oleh karena itu, melalui forum ini kami mohon penjelasan dari ustad mengenai hukum mengonsumsi bekicot darat tersebut. Terima kasih atas jawaban dan penjelasannya.
Wassalamualaikum wr. wb.
Hasyim Azhar
Rejang Lebong, Bengkulu
Jawaban:
Waalaikumsalam wr. wb.
Firman Allah Swt. memerintahkan untuk memakan yang baik, serta mengharamkan segala hal yang buruk. “….dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” QS. Al-A’raf (7): 157.
“Hai Rasul-Rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mu’minun 23: 51).
Allah Swt. juga menegaskan larangan memakan jenis barang tertentu seperti bangkai. “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan) yang disembelih untuk berhala…” (QS. Al-Ma’idah [5]: 3).
Hadits Nabi saw., antara lain: “Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
“Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).” (HR. Ahmad)
“Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah adalah tayyib (baik), tidak akan menerima kecuali yang tayyib (baik dan halal); dan Allah memerintahkan kepada orang beriman segala apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia berfirman, ‘Hai Rasul-Rasul! Makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ (QS. Al-Mu’minun [23]: 51).
Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh AlMuhadzab Maktabah Syamilah, Juz 9, hal. 13 dan hal. 16 menyatakan, “Tidak halal memakan binatang kecil di bumi seperti ular, kalajengking, tikus, kumbang, binatang lembut, kecoa, laba-laba.”
Pendapat Imam Ibn Hazm dalam Kitab al-Muhalla (6/76-77): “Tidak halal hukumnya memakan bekicot darat, dan tidak halal juga memakan segala jenis hasyarat seperti tokek, kumbang, semut, tawon, lalat, lebah, ulat, –baik yang bisa terbang maupun yang tidak–, kutu, nyamuk, dan serangga dengan segala jenisnya, didasarkan pada firman Allah “Diharamkan atas kamu bangkai”… dan firman-Nya “…kecuali apa yang kalian sembelih”.
Dari penjelasan di atas, maka bekicot darat termasuk khabits. Pengertian khabits di sini adalah setiap hal yang dianggap kotor (menjijikkan) oleh kebiasaan (‘urf). Bekicot juga merupakan salah satu jenis hewan yang masuk kategori hasyarat. Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut jumhur Ulama (Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, Zhahiriyyah).
Dengan demikian, hukum memakan bekicot adalah haram.
Begitu juga membudidayakan dan memanfatkannya untuk kepentingan konsumsi.
Wassalamualaikum wr. wb.