• Home
  • Berita
  • Perhatikan Hal Ini Sebelum Melakukan Ekspor Impor Produk Halal
2022-09-06-Perhatikan Hal Ini Sebelum Melakukan Ekspor Impor Produk Halal

Salah satu penunjang kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan negara adalah dengan melakukan kegiatan ekspor dan impor. Hal tersebut dapat ditafsirkan sebagai hambatan tarif dan non-tarif. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si dalam acara Kongres Halal Indonesia beberapa waktu lalu.

“Dalam hal ekspor, penolakan produk dikarenakan ada ketidaksesuaian dengan sistem akreditasi suatu negara, seperti di Uni Emirate Arab (UEA) dengan akreditasi Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA). Saat ini, LPPOM MUI sudah diakui lembaga sertifikasi halal luar negeri ESMA pada standar UAE 2055:2-2016. Akreditasi ini dapat menjadi pintu masuk pelaku usaha Indonesia untuk memperluas pasar global, khususnya di negara,” jelasnya.

Muti menekankan bahwa persyaratan halal sebuah produk harus sesuai dengan regulasi halal yang dipakai di negara tujuan dan harus memenuhi kebutuhan importir dalam tujuan pemasaran. Negara tujuan juga perlu mengetahui bahan halal apa saja yang digunakan dalam proses produksi.

Dari aspek administrasi, pelaku usaha juga perlu memenuhi beberapa dokumen halal yang dibutuhkan dalam proses ekspor ke negara tujuan, diantaranya: pernyataan halal dari perusahaan/ produsen, sertifikat halal yang didapat dari lembaga sertifikasi yang berwenang, serta sertifikat halal dari lembaga sertifikasi halal yang telah diakui.

Bicara soal impor ke Indonesia, Muti menjelaskan bahwa ada enam hal yang perlu diperhatikan pelaku usaha.

  1. Adanya pengakuan sertifikat halal. Dalam hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 yang menyebut bahwa pengakuan lembaga sertifikasi halal berada di bawah kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang dilaksanakan mulai Oktober 2019.
  2. Tanda halal pada label produk retail. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI hanya mengakui sertifikat halal BPJPH berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Direktur Pendaftaran Makanan Olahan no. HM.01.52.522.03.22.73 (11 Maret 2022). Sementara itu, PP 39 Tahun 2021 Pasal 127 Ayat 2 membatasi pengakuan sertifikat halal asing untuk bahan baku, bahan tambahan, bahan pembantu pengolahan, dan rumah potong hewan bukan untuk produk eceran.
  3. Dilarang melakukan penyalahgunaan sertifikasi halal. Misalnya, sertifikat halal yang digunakan sudah valid, namun bukan ditujukan untuk produk ekspor.
  4. Serifikat halal yang digunakan harus sesuai terhadap label produk, seperti pada tanggal pengemasan dan nama produk.
  5. Persyaratan Kementerian Perdagangan & Kementerian Pertanian. Untuk produk turunan hewan yang diimpor, Permendag No. 29 tahun 2019 pasal 13 ayat 1-3 mewajibkan pendaftaran elektronik yang dilampirkan rekomendasi Menteri Pertanian. Sementara itu, Peraturan Menteri Pertanian No 23 tahun 2018 mensyaratkan sertifikasi halal yang sesuai untuk hewan dan produk impor turunan hewan (bila berlaku).
  6. Penggunaan materi halal yang diperbarui dalam suatu produk juga harus diperhatikan karena sering kali menimbulkan kekhawatiran terhadap produk halal. Dalam hal ini, tidak hanya bahan, zat aditif dan alat bantu pemrosesan saja yang perlu diperhatikan dalam proses impor. Namun terdapat beberapa materi halal yang diperbaharui dan diperhatikan di Indonesia yakni, kemasan utama, pengemulsi, alat pembersih serta media validasi yang bersentuhan langsung dengan materi atau produk.

Demikianlah persyaratan yang harus dipenuhi suatu produsen untuk melakukan kegiatan ekspor dan impor. Menurut Muti, hal ini sangat penting karena pemenuhan persyaratan akan meningkatkan aktivitas perdagangan. (AI/YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.

//
Assalamu'alaikum, Selamat datang di pelayanan Customer Care LPPOM
👋 Apa ada yang bisa kami bantu?