Obat dan suplemen kesehatan merupakan produk yang banyak dikonsumsi masyarakat. Namun, mengingat produk tersebut menggunakan bahan baku yang sebagian besar masih impor, maka perlu dicermati kehalalannya.
Suplemen kesehatan telah menjadi tren gaya hidup. Dengan iklan yang sangat massif dan diklaim mampu meningkatkan stamina dan menjaga kesehatan tubuh, suplemen kesehatan kini menjadi konsumsi harian bagi siapa saja yang menghendaki kesehatan dan kebugaran. Harus dicermati, tak semua suplemen kesehatan telah bersertifikat halal.
Pola hidup yang kurang sehat dari kebanyakan orang, diantaranya nutrisi tidak seimbang (tinggi lemak, garam, gula, kalori dan miskin nutrisi), makanan instan yang tinggi kandungan BTP (bahan tambahan pangan) seperti pewarna makanan, pengawet, pemanis buatan. Selain itu juga, stress, kurang istirahat, lingkungan yang tercemar polusi, paparan bahan kimia (obat) tanpa petunjuk dokter, kontaminasi kuman dan bakteri.
Dengan mengubah gaya hidup sehat saja, tubuh belum mampu menetralisir radikal bebas yang sudah terlanjur masuk ke dalam tubuh. Di sinilah pentingnya mengonsumsi suplemen kesehatan. Para ahli kesehatan menyarankan, untuk mencegah sindrom metabolik bisa dilakukan dengan menjalani gaya hidup sehat dan mengonsumsi suplemen kesehatan secara teratur.
Konsumsi suplemen makanan diharapkan dapat membantu masyarakat mendapatkan hidup yang lebih baik sehingga bisa terhindari dari berbagai macam penyakit yang membutuhkan penggunaan obat. Dewasa ini, obat muncul dengan berbagai varian untuk mengobati berbagai penyakit.
Di sisi lain, ada produk yang bahan dan proses produksinya relatif sama namun berbeda peruntukannya, yakni obat. Obat dan suplemen adalah dua produk yang berbeda dan manfaat berbeda juga apabila dikonsumsi. Suplemen makanan adalah produk yang mengandung satu atau kombinasi bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecupukan gizi (AKG) yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, serta asam amino. Suplemen makanan bisa berbentuk tablet, tablet hisap, serbuk, kapsul, serta produk cair berupa sirup atau larutan.
Adapun obat lebih berfungsi untuk mengatasi, meredakan atau menyembuhkan suatu penyakit. Secara proses produksi dan bahan baku, obat dan suplemen kesehatan relatif sama. Obat dan suplemen disusun dengan berbagai bahan baku, bahan pembantu dan bahan penolong. Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2017, sekitar 90 persen bahan baku industri farmasi di Indonesia berasal dari impor.
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang, impor terbesar bahan baku farmasi saat ini adalah dari China yaitu sekitar 60 persen. Sisanya dari India sekitar 25 persen, dan selebihnya dari Eropa dan Amerika. Kesemua negara pengimpor notabene negara non-muslim yang kurang peduli akan status kehalalan obat. Oleh karena itu, perlu kita memahami kandungan di dalam obat dan suplemen, agar bisa terhindar dari obat dan suplemen yang belum tentu halal.
Menurut Chilwan Pandji Drs., Apt, MSc., Dosen pengajar di Fakultas Teknologi Industri, Institut Pertanian Bogor (IPB), jika dilihat dari sumbernya, obat dan suplemen terbagi menjadi dua, yaitu herbal dan kimiawi.
Obat dan suplemen herbal mempunyai kandungan ekstrak tumbuhan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran bahan-bahan tersebut yang diproses sedemikian rupa sehingga berubah bentuk menjadi pil atau serbuk tanpa adanya campuran bahan-bahan kimia. Sedangkan obat atau suplemen kimiawi mempunyai kandungan bahan-bahan yang dicampur dan diproses dengan sintesa kimiawi, sehingga didapat senyawa dengan khasiat farmakologis tertentu.
Pada prosesnya, baik herbal maupun kimiawi, suplemen dan obat melibatkan berbagai bahan utama dan bahan penolong lainnya, salah satunya pelarut yang berfungsi melarutkan zat lain yang umumnya berbentuk padatan tanpa mengalami perubahan kimia. Dalam bidang farmasi, pelarut yang biasa digunakan adalah polar (larut dalam alkohol dan air), semi polar (kurang larutair dan alkohol) maupun non polar (yang bisa melarutkan minyak).
Cermati Kehalalannya
Dari segi kehalalannya, menurut Chilwan Pandji obat dan suplemen mempunyai beberapa titik kritis haramnya, baik dalam bentuk herbal maupun yang kimiawi. Titik kritis yang harus dicermati, antara lain:
Bahan baku
Merupakan bahan utama pembuat obat maupun suplemen. Dari segi asalnya, bahan baku bisa berasal dari hewani dan nabati. Apabila bahan baku berasal dari babi atau turunannya, ataupun hewan yang belum tentu halal, maka sudah jelas, produk yang dihasilkannya pasti akan haram. Adapun apabila berasal dari hewan halal, maka harus dipastikan bersumber dari hewan yang disembelih secara syar’i.
Bahan pembantu
Sama halnya dengan bahan baku, bahan pembantu juga harus dipastikan halal, meskipun perannya tidak sebanyak bahan baku. Pada obat dan suplemen sintesis, titik kritis pada bahan pembantu perlu diperhatikan. Misalnya pelapis tablet yang mungkin berasal dari gelatin yang harus dipastikan berasal dari hewan halal dan disembelih secara syar’i.
Sama halnya dengan zat kimia yang berbentuk cair, ketika harus disimpan dalam cangkang kapsul, perlu diperhatikan apakah berasal dari gelatin atau bahan asal tumbuhan. Penggunaan emulsifier juga perlu diperhatikan berasal dari nabati atau hewan halal yang disembelih secara syar’i.
Bahan Penolong
Salah satunya adalah pelarut. Jika pelarutnya adalah alkohol maka perlu dipastikan bahwa sumbernya bukan berasal dari khamr.
Cangkang Kapsul
Cangkang kapsul biasanya terbuat dari gelatin. Teknologi kapsul gelatin dipilih oleh para produsen farmasi karena unggul dalam ketersediaan hayatinya, selain lebih mudah dimodifikasi dari sisi biofarmasetiknya.
Bahan baku gelatin adalah kulit dan tulang dari hewan mamalia, seperti sapi dan babi. Secara garis besar, sumber gelatin untuk pembuatan kapsul dibagi atas gelatin tipe A yang berasal dari kulit babi dan gelatin tipe B yang berasal dari kulit dan tulang sapi.
Proses Produksi
Untuk obat dan suplemen sintesis, karena hanya melibatkan reaksi kimiawi, maka kecil kemungkinan adanya kontaminasi produk yang tidak halal. Namun, pada obat herbal, proses ekstraksi sangat perlu diperhatikan kehalalannya, terutama apabila ekstraksi tersebut berasal dari hewan harus dipastikan berasal dari hewan halal.
Sumber : Jurnal Halal No. 130