Daging giling merupakan salah satu bahan makanan yang sangat populer dan serbaguna dalam dunia kuliner. Banyak produk olahan yang menggunakan daging giling sebagai bahan utama. Apa saja? Bagaimana mencermati kehalalannya?
Teksturnya yang mudah dibentuk dan cepat matang menjadikan daging giling bisa digunakan sebagai bahan pembuatan aneka makanan. Ketersediaannya yang mudah didapatkan di pasaran juga menjadi salah satu alasan daging giling laris menjadi bahan olahan makanan.
Pertanyaannya, sudahkah kita memastikan bahwa semua olahan berbahan dasar daging giling yang kita konsumsi halal? Bagi konsumen Muslim, kehalalan produk makanan yang dikonsumsi adalah hal yang tidak bisa ditawar. Daging giling, meskipun tampak sederhana, menyimpan potensi risiko tinggi terhadap ketidaksesuaian dengan hukum syariat Islam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tahapan dalam proses pengolahan yang memungkinkan terjadinya kontaminasi dengan bahan haram atau najis, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami beberapa titik kritis kehalalan dalam rantai produksi daging giling. Dengan mengetahui titik kritis kehalalan halal yang efektif, konsumen dapat lebih bijak dalam memilih produk. Kesadaran dan kehati-hatian dalam hal ini akan menjamin bahwa makanan yang dikonsumsi tidak hanya sehat dan aman, tetapi juga sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam bentuknya yang sudah tak lagi utuh, daging giling menyimpan potensi besar untuk bercampur dengan bahan haram dan najis baik secara sengaja maupun tanpa disadari. Sebagai seorang Muslim, kehati-hatian bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Memastikan kehalalan bukan hanya sekadar persoalan label, tetapi juga pemahaman terhadap proses panjang yang dilalui daging tersebut sebelum sampai ke tangan konsumen.
Berbagai makanan dari daging giling
Seperti diketahui, saat ini daging giling bisa dioleh menjadi berbagai makanan yang lezat. Misalnya sebagai bahan pembuatan nugget daging, yakni berupa olahan daging yang dicincang dan dicampur dengan bahan lain, seperti tepung roti, rempah-rempah, dan bumbu-bumbu lainnya. Campuran ini kemudian dibentuk menjadi potongan-potongan kecil dan digoreng atau dipanggang.
Daging giling juga bisa dipakai untuk campuran sosis, yaitu daging yang dihaluskan dengan lemak, garam, dan bumbu lainnya. Berhati-hatilah, karena sosis bisa dibuat dari berbagai jenis daging, seperti ayam, sapi, atau babi.
Kecermatan konsumen juga diperlukan ketika mengonsumsi bakso, makanan yang terbuat dari daging yang dicincang halus dan dicampur dengan tepung tapioka atau bahan pengikat lainnya. Ada pula Patty Burger, daging giling yang dibentuk menjadi patty dan kemudian dibekukan atau dipanggang. Patty ini biasanya digunakan sebagai isi burger.
Walau terbuat dari daging hewan yang halal dikonsumsi, tetapi terdapat peluang daging giling berubah menjadi haram. Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam mengkonsumsi makanan olahan berbahan daging giling, Auditor Halal Senior LPPOM, Dr. Ir. H. Joko Hermanianto, M.Sc., membagikan lima aspek yang menjadi titik kritis kehalalan sebuah makanan yang berasal dari daging giling.
1. Daging
Titik kritis pertama adalah jenis hewan dan cara penyembelihannya. Daging yang digunakan harus berasal dari hewan yang halal seperti sapi, kambing dan ayam, serta harus disembelih sesuai syariat Islam.
2. Tempat Penyembelihan
Proses penyembelihan hewan harus dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) yang bersertifikat halal. Di RPH non-halal, meskipun hewannya halal, potensi tercemar silang (cross contamination) dengan bahan haram sangat tinggi, terutama jika digunakan untuk memotong hewan haram seperti babi.
3. Penggilingan dan Peralatan
Setelah proses penyembelihan, daging digiling menggunakan mesin. Di sinilah titik kritis yang sangat penting muncul. “Apakah alat tersebut milik sendiri atau jasa penggilingan. Jika milik jasa penggilingan harus dipastikan mesin giling yang digunakan tidak dipakai untuk menggiling daging babi atau non-halal lainnya (halal dedicated). Jika mesin tidak halal dedicated harus dibersihkan sesuai standar thaharah (penyucian) apabila sebelumnya digunakan untuk bahan haram. Mesin yang tercemar oleh sisa-sisa daging babi atau bahan haram lain bisa membuat produk akhir menjadi tidak halal,” jelas Joko.
4. Bahan Tambahan (Additive)
Dalam proses pembuatan produk olahan berbasis daging giling, sering ditambahkan bahan-bahan seperti, pengikat (binder) yang berfungsi mengikat daging giling saat dimasak atau diolah, sehingga menghasilkan produk yang lebih menyatu dan tidak hancur seperti gelatin dan lemak yang bisa berasal dari babi. Adapun bahan penambah rasa (flavouring) dan penyedap rasa, bisa berasal dari hewan, tumbuhan, atau sintetik. Titik kritis muncul jika bahan tersebut tidak jelas asal-usulnya, seperti dari bahan najis dan haram atau tidak bersertifikat halal.
5. Penyimpanan dan Distribusi
Daging giling yang halal bisa menjadi haram jika disimpan bersama atau berdekatan dengan bahan haram dan Najis, seperti penyimpanan dalam lemari pendingin bersama daging babi, penggunaan alat atau wadah bekas bahan haram tanpa pencucian sesuai syariat, dan distribusi dengan kendaraan atau kontainer bekas produk haram. Proses ini harus diawasi ketat agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Daging giling sebagai bahan makanan memiliki banyak titik kritis kehalalan yang harus diperhatikan. Mulai dari sumber hewan, proses penyembelihan, penggilingan, bahan tambahan, hingga distribusi, semuanya harus memenuhi standar Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Oleh karena itu, bagi konsumen Muslim, penting untuk selalu memilih produk yang bersertifikat halal dan berasal dari produsen yang terpercaya. Pengawasan dan kesadaran ini menjadi kunci untuk menjaga sesuatu yang dikonsumsi sesuai dengan syariat Islam. (ZUL)
Source : https://halalmui.org/jurnal-halal/173/