Meraih Hidup Berkah, Meneladani Nabi Ibrahim

Sebagai orang beriman kita selalu mengharapkan hidup yang berkah. Bahkan juga sering melantunkan doa, memohon kepada Allah yang Maha Rahman agar melimpahkan rahmat keberkahan-Nya dalam setiap gerak perjalanan kehidupan. 

Apakah yang dimaksud dengan “berkah” itu? Menurut istilah, berkah/barokah itu adalah: ziyadatul khair fii tha’atillah; “bertambahnya kebaikan dalam menaati (Tuntunan Agama) Allah” (Imam Al-Ghazali, Ensiklopedia Tasawuf, hlm. 79).  

Nilai kebaikan yang terus-menerus bertambah baik terhadap dirinya maupun orang lain di sekitarnya. Keberkahan juga merupakan nilai kebaikan yang terus berlanjut, tiada terhenti. Satu kebaikan diikuti dengan kebaikan berikutnya, dst.  

Dengan diperoleh keberkahan itu bertambah pula jenis-jenis kebaikan, pahala, kenikmatan, kebahagiaan, perkembangan, kecukupan, kedamaian, manfaat, jalinan erat, dan kerukunan; terutama bagi lingkungannya.  

Dalam Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi disebutkan, berkah memiliki dua arti: (1) tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan (2) kebaikan yang berkesinambungan.  

Sebagai contoh aplikatifnya yang sederhana, keberkahan dalam rezeki yang dikonsumsi; harus berupa makanan yang halal, dan diperoleh dengan cara yang halal pula. Dan itu adalah kebaikan yang hakiki di sisi Ilahi-Robbi. Lalu, makanan itu dikonsumsi oleh keluarga, anak-istri. Anak pun memiliki energi yang positif, menjadi sehat, tumbuh berkembang untuk berbuat kebaikan yang lebih lanjut pula.  

Jelas, itu semua merupakan anugerah kebaikan dalam bingkai ketaatan kepada Allah, yang bahkan juga bernilai ibadah amat utama di sisi Allah. Sehingga mengemuka ungkapan yang indah: Baiti Jannati. Rumahku adalah surgaku.  

Sebaliknya, bila Allah tidak memberikan berkah karena dosa-maksiat yang dilakukan. Maka dari sisi kehidupan dunia apapun yang dimiliki, harta banyak sehingga dikatakan tujuh keturunan tidak akan habis, tetapi jika berasal dari sumber atau cara perolehan yang tidak halal.  

Maka sebagai orang beriman, kita berharap dapat hidup berkah, karunia Allah Maha Pemurah. Dengan merujuk, di antaranya, berupaya meneladani kehidupan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad Saw; anak dan keluarganya terbukti mendapat kebaikan yang terus bertambah, dunia maupun akhirah. Perhatikanlah bacaan Tasyahud akhir pada setiap shalat:  

“At-Tahiyyaatul Mubaarakaatush Sha la waatuth Thoyyibaatulillaah. As Salaamu’Alaika Ayyuhan Nabiyyu Wa Rahmatullaahi Wabarakaatuh, Assalaamu’Alaina Wa’Alaa Ibaadillaahishaalihiin. Asyhaduallaa Ilaaha Illallaah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasuulullaah. Allaahumma Shalli’Alaa Muhammad, Wa’Alaa Aali Muhammad. Kamaa Shallaita Alaa Ibraahiim Wa Alaa Aali Ibraahiim. Wabaarik’Alaa Muhammad Wa Alaa Aali Muhammad. Kamaa Baarakta Alaa Ibraahiim Wa Alaa Aali Ibraahiim, Fil’Aalamiina Innaka Hamiidum Majiid.” 

Artinya: “Ya Allah, limpahilah rahmat atas keluarga Nabi Muhammad, seperti rahmat yang Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya, seperti ke berkahan yang telah Engkau berikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya, Engkau-lah Tuhan yang Maha terpuji lagi sangat mulia di seluruh alam semesta.” 

Figur Mulia dan Teladan Keluarga Pilihan;  

Di antara bukti rujukan dan teladan hidup berkah Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah:  

  1. Anak keturunannya banyak yang jadi Nabi dan panutan umat  

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing),” [QS. Ali ‘Imran, 3: 33].  

“Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah).” [QS. An-Nahl, 16: 120]. 

  1. Doa Nabi Ibrahim Maqbul, diperkenankan Allah  

Tanah Arab yang kering dan gersang. Terlebih lagi di Makkah, tempat Baitullah dibangun, satu ka wasan lembah yang bahkan tanaman pun tidak tumbuh: bi wadin ghairi dzi dzar’in… “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim, 14: 37).  

  1. Dalam kisah Nabi Ismail, air Zam-Zam pertama kali memancar dari hentakan kakinya saat masih bayi. Lantaran tak kunjung mendapatkan air, Nabi Ismail yang masih bayi merasa kehausan yang sangat. Sehingga ia pun menangis, meronta-ronta. Saat itu Ismail menangis sembari menghentak-hentakkan kaki ke tanah. Dengan kuasa Allah Swt., dari hentakan kaki bayi Ismail muncul sumber air di tengah lembah tandus.  

Meneladani Nabi Ibrahim, agar Hidup Berkah:  

Upaya meraih hidup berkah, dengan ridha Allah, dilakukan dengan meneladani, mengikuti jejak langkah Nabi Ibrahim Bersama keluarganya. Perhatikanlah Allah berfirman dengan makna; “Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia….” (QS. Al-Mumtahanah, 60: 4).  

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).” (QS. An-Nahl, 16:120).  

Upaya meneladani Nabi Ibrahim itu di antaranya:  

  1. Aktif berdakwah dan berkorban untuk menegakkan agama Allah serta memberantas kemusyrikan-kemaksiatan; tanpa merasa sungkan. Bahkan juga terhadap ayahanda keluarganya sendiri. “(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” [QS. Maryam, 19: 42].  
  1. Membangun Rumah Ibadah – Baitullah, dan Menghidupkan Syiarnya  

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2:127).  

Setelah bangunan itu sempurna dan lengkap sebagai peninggalan yang besar dari Khalil Allah (Nabi Ibrahim AS), Allah wa ta’ala memerintahkan beliau untuk mengajak manusia agar mengerjakan ibadah haji di Baitullah ini. Maka mereka pun menyeru manusia yang kemudian berdatangan menuju tempat tersebut dari segala penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat di dunia dan akhirat.  

  1. Konsisten dan bersungguh-sungguh menegakkan shalat serta mendidik-menanamkannya bersama keluarga: “Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahiim 40).  

Kisah dan keteladanan Nabi Ibrahim beserta keluarganya memberikan pelajaran yang sangat dalam kepada kita bahwa perjuangan dengan pengorbanan penuh kesungguhan niscaya akan melahirkan keberkahan, karunia Tuhan Maha Rahman, dunia hingga hari kemudian. Ibrahim menjadi orang yang paling dicintai Allah, khalilullah, imam, abul anbiya (bapak para nabi), hanif, sebutan yang baik, kekayaan harta yang melimpah ruah, dan banyak lagi. Ya, hanya dengan pengorbanan karena Allah semata, niscaya kita dapat meraih keberkahan, anugerah Allah Maha Pemurah.  

Dari pengorbanan Ibrahim dan keluarganya, Kota Makkah dan sekitarnya menjadi pusat ibadah umat manusia sedunia. Sumur Zamzam yang penuh berkah mengalir di tengah padang pasir dan tidak pernah kering. Dan puncak keberkahan dari itu semua adalah dari keturunannya lahir seorang manusia pilihan sepanjang zaman: Nabi Muhammad saw., Rasulullah saw. yang menjadi rahmatan lil’alamiin. Wallahu a’lam bish-showab. (Dirangkum dan disadur dari berbagai sumber oleh Usman Effendi AS., kontributor Jurnal Halal).