Secara umum, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian ketika berbicara tentang titik kritis kehalalan kosmetik. Pertama, dari sisi bahan. Harus diperiksa secara detail melalui laboratorium apakah produk mengandung bahan najis/bahan nonhalal atau tidak.

Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur LPPOM MUI, menjelaskan bahwa kosmetik dapat dihasilkan dari beragam bahan, diantaranya tumbuhan, produk mikrobial, hewan, dan manusia. Mari kita bahas satu per satu.

Tumbuhan menjadi salah satu bahan yang sering digunakan dalam kosmetik. Pada dasarnya, tumbuhan termasuk ke dalam daftar bahan tidak kritis (positive list). Namun, tumbuhan melalui berbagai proses untuk menjadi suatu produk kosmetik. Proses tersebut memerlukan bahan-bahan lain yang digunakan untuk menolong keberhasilan proses tersebut. Sehingga harus dipastikan bahan penolong tersebut terbebas dari najis atau bahan nonhalal.

Bahan selanjutnya yang juga sering digunakan dalam kosmetik bersumber dari hewan. Yang saat ini sedang popular adalah kolagen atau plasenta sebagai antiaging atau antikerut.

“Ini harus diperhatikan betul. Kolagen adalah produk hewani yang bisa berasal dari hewan yang halal dari sapi atau ikan, atau hewan haram seperti babi. Hal ini jika hanya membaca dari ingredients dalam kemasan itu tidak terlihat,” terang Muti.

(Baca juga: Mengenal Kolagen dan Gelatin)

Yang tak kalah populer dan tinggi titik kritis kehalalannya adalah plasenta atau ari-ari. Menurut Fatwa MUI, plasenta itu boleh digunakan jika berasal dari jenis hewan yang halal dan hanya untuk penggunaan luar. Misalnya, sapi melahirkan kemudian plasenta bayinya digunakan.

Namun, yang perlu menjadi perhatian khusus, ketika sapi mati saat sedang hamil, lalu diambil plasentanya maka hukumnya menjadi haram. Hal ini karena status hewannya sudah mati. Plasenta dari hewan yang haram, seperti babi, juga tidak boleh digunakan. Apalagi dengan plasenta manusia. Di luar negeri, plasenta manusia masih bisa digunakan sebagai bahan kosmetik.

Turunan asam lemak juga sering digunakan sebagai perisa atau pewangi. Bahan ini bisa berasal dari tumbuhan dan hewan. Banyak turunan asam lemak yang bentuknya sudah bukan lagi lemak, tapi sudah menjadi susunan senyawa kimia baru yang sederhana.

Titik kritis kehalalan yang kedua dilihat dari sisi tembus airnya. Sudah banyak saat ini kosmetik yang diciptakan anti air (water resistant). Hal ini untuk menjaga kosmetik tahan lama saat digunakan.

Penting bagi muslim untuk memperhatikan hal ini. Jangan sampai ada penggunaan kosmetik yang membuat anggota tubuh kita tertutup, tidak dapat tembus air. Sehingga pada saat berwudhu, air tidak mengenai anggota tubuh. Alhasil, wudhu menjadi tidak sah.

Salah satunya produk yang sering kali dibuat water resistant adalah eyeliner. Tentunya, hal ini diciptakan sesuai dengan permintaan pasar, agar tidak mudah luntur saat berkeringat atau bahkan menangis.

“Justru yang menjadi kritis karena produk anti air. Walaupun bahan sudah halal semua, tapi ternyata menghalangi air wudhu. Nah, itu dikhawatirkan wudhu menjadi tidak sah,” jelas Muti.

Karena itu, pengujian tembus air menjadi salah satu hal wajib yang dilakukan saat proses sertifikasi halal. LPPOM MUI saat ini sudah memiliki laboratorium yang terakreditasi ISO 17025, termasuk di dalamnya uji tembus air.

Tentu hal ini akan sulit jika hanya mengandalkan ingredients yang tercantum dalam kemasan. Hal paling mudah yang bisa dilakukan adalah memilih produk berlogo halal MUI. Cek produk halal dapat dilakukan melalui website halalmui.org dan aplikasi HalalMUI. (YN)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

For security, use of Google's reCAPTCHA service is required which is subject to the Google Privacy Policy and Terms of Use.